Ruteng, Vox NTT- Gelombang sorotan kinerja Polres Manggarai terus mengalir. Sejumlah pihak tampak geram lantaran Polres Manggarai telah melakukan tindakan represif terhadap aktivis PMKRI Cabang Ruteng saat aksi unjuk rasa pada 9 Desember 2017.
Baca: Aktivis PMKRI Dipukul, Polres Manggarai Langgar Perkap
Kali ini sorotan tajam datang dari Chelus Pahun, salah seorang peneliti di Institute for Ecosoc Rights. Menurut Pahun, tindakan pemukulan terhadap mahasiswa saat aksi unjuk rasa dalam rangka Hari Anti Korupsi sedunia tersebut tidak menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).
Dia menegaskan, Polres Manggarai telah merusak aturan-aturan hukum yang mewajibkan Kepolisian menangani aksi unjuk rasa dengan damai dan hati-hati.
Baca: Demo di Ruteng, Polisi Pukul Aktivis PMKRI dan Ancam Patah Batang Leher
“Perilaku kekerasan oleh anggota Polres Manggarai sangat memalukan, sekaligus menunjukkan tidak profesional,” ujar dia kepada VoxNtt.com, Minggu (10/12/2017) malam.
Padahal menurut pria yang saat ini berdomisili di Jakarta itu, penyampaian pendapat di muka umum telah dilindungi Undang-undang dan konvensi internasional.
Dikatakan, unjuk rasa berpedoman pada Pasal 28 UUD 1945 dan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di depan umum.
Baca: Polisi Aniaya Aktivis PMKRI, Kapolres Manggarai Minta Maaf
Selanjutnya, unjuk rasa telah diatur jelas dalam Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 tentang penyelanggaraan, pengamanan, dan penanganan perkara penyampaian pendapat di muka umum.
“Polres Manggarai sudah sepatutnya lebih profesional dalam menangani kegiatan unjuk rasa,” tukas dia.
“Reformasi Kepolisian yang dilakukan Kapolri, sama sekali tidak dihiraukan oleh Polres Manggarai. Ini sangat menyedihkan,” tambah Pahun.
Penulis: Adrianus Aba