Kupang, Vox NTT- Masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi kembali menegaskan posisi mereka di mata hukum dengan melakukan aksi damai di depan kantor Bupati dan kantor DPRD Sumba Timur, Rabu (13/12/2017).
Mereka terdiri terdiri dari masyarakat desa Watu Hadang, Umalulu, Kayuri, Tamburi, Rindi, dan Hanggaroru.
Masa aksi ini berasal dari berbagai suku seperti Watuwaya, Muru Uma, Marapeti, Palimalamba, Menggit, Parainabakal, Kamandalorang, Rurara, Wikki, dan Matalu.
Koordinator WALHI Wilayah Sumba, Petrus Ndamung, kepada Voxntt.com Kamis, (14/12/2017) mengatakan, aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk perlawan terhadap PT. MSM (Muria Sumba Manis) yang dinilai tidak menghargai hukum adat setempat. PT MSM kini menguasai lahan investasi perkebunan tebu dengan luas 19.000 ha.
Menurut Petrus, akses terhadap hak-hak masyarakat hukum adat berupa tanah berdasarkan Putusan MK Tahun 2012 seharusnya menjadi pertimbangan bagi investor atau pemerintah saat hendak melakukan investasi pada tanah yang selama ini dikuasai oleh masyarakat hukum adat.
Inverstor atau pemerintah, lanjut dia, seharusnya melakukan tahap-tahap atau prosedur sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut.
“Pengakuan negara terhadap aliran kepercayaan masyarakat Sumba (Merapu) juga merupakan jaminan yang kokoh bahwa negara menjamin hak-hak masyarakat hukum adat termasuk hak atas tanah dalam kehidupan masyarakat Sumba. Jika lahirnya pengakuan negara ini tidak diimplementasikan dengan baik untuk menjaga nilai kearifan lokal dan lingkungan maka sama saja negara mengabaikan pengakuan itu,” jelasnya.
Menurut Petrus, gerakan Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi hari ini merupakan gerakan yang wajar dan perlu diapresiasi bahwa ternyata masyarakat dua Kecamatan ini masih peduli dan merasa hak mereka dilanggar oleh Pihak Pemda Sumba Timur dan PT. MSM.
“Sikap masyarakat di dua Kecamatan ini harus menjadi perhatian baik oleh pihak Pemda Sumba Timur, DPRD Kabupaten Sumba Timur, Kepolisian, Kejaksaan maupun PT. MSM sendiri,” ujarnya.
Lanjut Petrus, PT. MSM secara administrasi belum layak melakukan aktivitas karena masih ada beberapa prasayarat yang belum dipenuhi.
Petrus mencontohkan AMDAL sebagai salah satu syarat mutlak investasi yang sampai saat ini belum dikantongi PT MSM, sementara fakta di lapangan proses pembangunan terus dilakukan.
“Izin pemanfaatan ruang (IPR) perusahaan harus dicabut oleh Pemda Sumba Timur dalm hal ini Bupati Sumba Timur selaku pihak yang memberikan izin hal dikarenakan ada banyak hal yang telah dilanggar oleh pihak perusahaan,” tuturnya.
Dia melanjutkan, Jika izin tidak dicabut dikhawatirkan aksi penolakan masyarakat semakin masif, karena masyarakat yang melakukan protes hari ini baru dua Kecamatan dan enam Desa.
“Sementara wilayah konsesi PT. MSM berada di 6 Kecamatan dan 30 Desa. Kekhwatiran ini wajar karena hampir 90 persen di semua wilayah pola yang dibangun oleh pihak perusahan sama ketika melakukan aktivitas,” tandasnya.
Adapun pernyataan sikap Jaringan Masyarakat Petani Umalulu dan Rindi terkait dengan aktivitas perusahaan yakni :
- Menolak keras penyerahan tanah ulayat kami oleh pihak pemerintah Kabupaten Sumba Timur (Bupati, Camat, Kepala Desa) kepada PT. MSM
- Menolak keras penyerahan tanah secara sepihak oleh Bapak Oemboe Nggikoe kepada pemerintah karena tidak melalui prosedur adat dan hukum.
- Bahwa lokasi tersebut adalah padang penggembalaan yang masih dipakai sampai saat ini untuk menggembalakan ternak
- Sebagai masyarakat yang taat pada undang-undang dan pancasila maka kami menilai bahwa tindakan pemda Sumba Timur kami anggap sebagai tindakan yang cacat hukum karena membangkitkan kembali Swapraja yang adalah bentukan kolonialis belanda dan menyebabkan lahirnya Noe Kolonialisme
- Bupati harus membatalkan rekomendasi/izin lokasi yang diberikan kepada PT. MSM dan menghentikan segala aktivitas perusahaan
- Menjalankan pasal 33 UUD 1945
- Menngatur detail dalam bentuk perda berdasrkan putusan MK No. 35 tahun 2012
- Meminta tanggungjawan negara dan perusahaan akibat aktivitas perusahaan yang merusak tempat-tempat sembah yang lokal atau dalam bahasa Sumba Pahomba yang ada sejak dahulu.
- Mencabut izin pemanfatan ruang (IPR) yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pihak PT. MSM
- Menolak segala bentuk aktivitas perusahaan yang melanggar hak asasi manusia
- Meminta pemerintah untuk melindungi masyarakat adat sesuai amanah konstitusi NKRI.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Boni Jehadin