Oleh: Rian Agung
Mahasiswa Hukum Universitas Esa Unggul
Media lokal di Manggarai memberitakan Kapolres Manggarai, Marselinus Karong Sarimin yang melaporkan persoalan internal lembaganya ke Pimpinan Polri, Tito Karnavian.
Laporan itu berkaitan dengan tertangkap tangannya, Iptu Aldo Febrianto, Kasat Reserse dan Kriminal Polres Manggarai oleh tim saber Polda NTT atas dugaan tindak pidana pungutan liar (pungli).
Menarik bahwa, atas laporannya itu, Jendral Polisi Tito Karnavian menanggapinya dengan santai.
“Kalau memang nanti terbukti, silakan proses sesuai dengan yang berlaku. Untuk apa saya terlibat, saya tidak ada urusan dengan itu,”. Kurang lebih seperti jawaban Tito Karnavian atas laporan Kapolres Marsel sebagaimana dilansir Floresa.co.
Bahkan, Koplres Marsel sendiri turut membenarkan pernyataan Tito Karnavian tersebut.
“Pak Kapolri bilang, gelombang itu. Itu badai kecil pak Marsel,” tutur Marsel meniru pernyataan Kapolri.
Mencermati secara keseluruhan tanggapan sang Kapolri, tentu tidak serta merta kita menyimpulkan bahwa Beliau sama sekali ingin melepaskan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tertinggi lembaga kepolisian Republik Indonesia atas laporan Kapolres Marsel.
Sebagai pimpinan Polri yang mendulang banyak prestasi dalam kariernya sebagai seorang Polisi, saya yakin dia memahami betul mekanisme, prosedur tata aturan dan tentu menaruh perhatian besar terhadap masalah internal kepolisian.
Lantas, ketika dia tidak terlalu mengambil pusing dengan curhatan Kapolres Marsel kita kemudian mesti bertanya problem apa sebenarnya yang harus diuraikan dari polemik ini? Apa dengan mengatakan, itu gelombang kecil, pak Kapolri ingin membeberkan bahwa masalah pungli bukan korupsi dan karena itu mengeluarkan pernyataan yang demikian enteng kepada seorang Kapolres?
Ataukah sang Kapolres sendiri, dalam hal ini Polisi Marsel yang terlalu cemas dan khawatir sehingga sudah seharusnya polemik itu harus sampai ke telinga Kapolri dengan melayangkan laporan khusus?
Andaikan Pak Kapolres benar-benar merasa terpukul dan terganggu dengan perlakuan anak buahnya yang masif mempertontonkan aksi korupsi, saya yakin apa yang dirasakan masyarakat Manggarai jauh lebih terpukul dan terbebani. Sebab apa pun modus sebuah korupsi rakyatlah yang mengalami secara langsung dampak dan persoalan lainya yang membuntut.
Karena itu, meleraikan korupsi di Manggarai yang melibatkan aparat kepolisian dalam ragam rupa tentu menjadi pekerjaan rumah lembaga kepolisian setempat yang harus dituntaskan. Niat baik Kapolres menyampaikan isu ini ke Kapolri bukanlah solusi yang tepat bagi penuntasan korupsi di Manggarai hari ini.
Sebaliknya mempublikasikan perilaku amoral yang menjalar dalam tubuh kepolisian Manggarai ke tingkat nasional adalah bentuk pengakuan yang meninggalkan banyak kesan negatif. Polres Manggarai dalam kepemimpinan Kapolres Marsel bukan tidak mungkin akan diasosiasikan lepas tanggung jawab dan tidak mampu membac–up lembaga yang dipimpinnya.
Kewibawaan, tanggung jawab dan profesionalitas sebagai pimpinan sudah barang tentu menjadi momok yang melahirkan penilaian negatif di kalangan masyarakat atas kealpaan dan ketiadaan profesionalisme dalam menangani persoalan internal sebuah lembaga.
Apalagi lembaga setara kepolisian yang memiliki fungsi dan peranan yang vital bagi kelangsungan hidup rakyat jamak. Karena itu lembaga ini membutuhkan sebuah kepemimpinan yang kredibel, profesional militan dan lebih dari itu mampu memahami tupoksi kelembagaannya.
Tanggung Jawab Kelembagaan
UU No 2 tahun 2002 huruf E, memaparkan, Pejabat Kepolisian Negara Indonesia menjalankan tugas dan wewenangnya di seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia, khususnya di daerah hukum pejabat yang bersangkutan ditugaskan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kemudian dalam huruf F (pasal 18 ayat 1), untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
Memaknai isi UU ini dalam konteks polemik di muka, maka tanggung jawab secara kelembagaan polres Manggarai dengan ketentuan UU yang berlaku harus diprioritaskan tanpa meminta campur tangan pihak lain di luar itu apalagi sampai membawanya ke lembaga Tinggi kepolisian RI.
Di sinilah profesionalisme dan tanggung jawab besar seorang Kapolres memanaje masalah internal institusinya. Bertindak sesuai dengan penilaian sendiri atas ketentuan UU di atas tentu mengandung makna imperatif untuk membangun kreativitas dan upaya konstruktif dari seorang pemimpin guna mendorong dan menciptakan suatu lembaga yang independen, akuntabel dan berkarakter.
Komunikasi yang intens dengan sesama warga kepolisian dalam satu lembaga harus terus dilakukan guna memastikan terciptanya pertanggungjwaban struktural dalam menciptakan sistem yang baik untuk perlindungan masyarakat dengan tetap memperhatikan landasan moral dan etika kepolisian.
Lain soal ketika secara internal persoalan tersebut memang sulit untuk diselesaikan dan menimbulkan persoalan lain yang lebih pelik. Itu pun mekanisme penyelesaiannya tetap berpegang teguh pada tata cara yang sesuai dengan ketentuan UU. Dalam hal ini misalnya, Kapolres bisa meminta keterlibatan pihak Polda NTT sebagai lembaga yang membawahi Kapolres Manggarai.
Namun sejauh ini hemat saya, Polda NTT telah mengambil sikap tegas menyikapi keterlibatan Iptu Aldo Febrianto dengan mencopot jabatannya sebagai Kasat Reserse dan Kriminal Polres Manggarai. Proses hukum terhadap terduga pun hingga kini masih berproses di Polda NTT.
Maka yang menjadi tugas dari Kapolres Manggarai kemudian adalah melakukan evaluasi dan pembenahan internal Kepolisian Manggarai dalam meningkatkan kinerjanya baik secara personal mau pun secara kelembagaan. Mungkin wajar-wajar saja ketika laporan Kapolres kepada pak Kapolri dimaknai sebagai isi hatinya atas situasi terkini kepolisian Manggarai terhadap pimpinannya itu.
Namun tatkala Pak Kapolri merespons demikian santai dan sedikit bernada sinis, maka ada hal yang kurang beres yang patut dibenahi secara internal dalam kelembagaan Kapolres Manggarai. Pak Kapolri dengan itu sebenarnya mengingatkan tugas dan tanggung jawab seorang Kapolres dalam wilayah hukum lembaga Kepolisian yang bersangkutan.
Bahwa sebagai Kapolres itu sudah menjadi tanggung Penuh Pak Marsel untuk menindak tegas aparat yang tidak menjunjung tinggi moral dan etika lembaga kepolisian. Karena itu membaca pernyataan Kapolri di atas merupakan kilas balik untuk melihat kembali tugas dan tanggung jawab seorang Kapolres dalam wilayah hukum jabatannya. Sebagai Kapolres kita harus memahami tugas pokok (tupoksi) dan bertanggung jawab atas persoalan hukum di daerah kita bertugas. ***