Jakarta, Vox NTT – Setiap manusia memiliki cara pandang yang berbeda-beda mengenai politik. Cara pandang yang lahir dari realita yang di sekelilingnya, juga karena pengalaman langsung yang dialami dalam berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan.
Demikian pula yang dialami oleh pengusaha muda asal Lamaholot ini, Johanes Fransiskus Riberu atau yang akrab disapa Hans Riberu.
Seraya menyampaikan Salam Damai menyongsong Malam Natal 2019, dari Jakarta Hans mengutarakan maksud dan niatannya untuk ikut berkiprah dalam Pemilihan Umum 2019 yang akan datang.
Ia bulat untuk maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari wilayah Nusa Tenggara Timur.
Lahir dari keluarga yang banyak mendapat berkat dari Tuhan, sang ayah Jacob Riberu atau yang lebih akrab disapa oleh orang NTT di Jakarta dengan sapaan Om Ako Riberu, Hans banyak belajar dari kiprah sang ayah yang tak pernah selalu terlibat dalam berbagai aktifitas sosial kemasyarakatan.
Dari sang ayah dan ibunda, Susi Riberu pula, Hans merasakan bagaimana keterbatasan yang akan dialami jika gerakan sosial dan kepedulian kepada sesama hanya dilakukan oleh kelompok atau perorangan.
“Problem sosial kemasyarakatan di NTT bukan persoalan insidentil temporer yang bisa diselesaikan dengan aktifitas sosial yang sifatnya temporer dan insidentil pula. Ia harus diselesaikan secara bersama-sama oleh siapa saja warga masyarakat, baik yang berada di dalam struktur maupun di luar struktur. Dan, pastinya pengentasan berbagai persoalan sosial kemasyarakatan yang multidimensional ini akan lebih paripurna jika dilakukan dalam sebuah sistem formal,” ungkap Hans Riberu dalam moment Kick Off JFRiberu Menuju Senator RI 2019 di Jakarta, Minggu siang (24/12/2017).
Keluarga Pengusaha Sukses
Kelahiran 14 Agustus 1983 ini sejatinya tidak memiliki background politik. Jika dirunut, sejumlah nama dari klan Riberu mungkin sudah dikenal luas oleh masyarakat NTT. Sebut saja, Calon Bupati Flotim 2017 silam, Lukman Riberu. Atau nama besar Dr. Yan Riberu, tokoh pendidikan nasional yang juga pernah duduk di Senayan pada era orde baru silam.
Ia lahir dari keluarga pengusaha yang sukses meretas bisnis baja mulai dari bawah. Jika sang ayah Ako Riberu hanya seorang lulusan STM, maka ia memersiapkan sang anak dengan bekal pendidikan yang mumpuni. Hans menamatkan pendidikannya di Kolose Kanisius (Canisius College), Menteng, Jakarta dan melanjutkan pendidikannya di Monash College, Melbourne, Australia. Dua tahun di sana, ia meneruskannya di Northwood University, Montreux, Switzerland.
Jenjang pendidikan magister ia dapatkan dari Newcastle University, Newcastle, Inggris, tahun 2008-2009. Sekembalinya ke Indonesia, Hans pun mulai belajar untuk menjalankan usaha yang telah dirintis oleh sang ayah sejak 25 tahun silam.
PT Armindo Catur Pratama yang bergerak di bidang industri baja olahan dengan lokasi pabrik di Gunung Putri, Jawa Barat adalah perusahaan yang banyak memberikan kesempatan bagi warga NTT untuk bekerja.
Produk yang dihasilkan perusahaan ini, jamak dipergunakan oleh PT PLN (Persero) dan operator seluler untuk mendirikan tower pemancar mereka. Meski berbisnis, Hans dan keluarganya tak henti untuk menjalankan aktivitas sosial yang senantiasa menggandeng otoritas gereja lokal dalam karya-karya mereka. Juga melalui komunitas Sahabat Flores dengan sejumlah jejak nyata yang dapat disaksikan oleh masyarakat NTT hingga hari ini.
“Tetapi ya itu tadi, kalau bergerak perorangan atau kelompok, apa yang kita lakukan pun menjadi sangat terbatas. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk terjun ke ranah politik dengan bekal sosial yang sudah dilakukan keluarga dan kelompok selama ini. Satu-satunya ambisi saya adalah dapat membuka ruang yang lebih luas untuk memberikan perubahan yang sistemik bagi masyarakat NTT melalui lembaga DPD RI. Tentu, dalam bingkai koordinasi dan kerjasama yang baik dengan bapak/ibu yang akan duduk di DPR RI nantinya,” tutur Hans yakin.
Bagi pebisnis sekelas Hans Riberu, komitmen untuk menjaga kepuasan pelanggan adalah hal yang utama, apalagi dengan pelanggan sekaliber perusahaan-perusahaan yang disebutkan di atas. Analogi itu menjadi klop dengan prinsip di dunia politik dimana seorang politisi harus dapat menjadi penyambung aspirasi dan pejuang kepentingan masyarakatnya.
“Tidak ada motivasi lain ketika seseorang sudah selesai dengan urusan dirinya sendiri dan keluarganya lalu memutuskan untuk terjun ke dunia politik, jika bukan untuk berbuat lebih bagi masyarakat darimana ia dilahirkan.” Hans pun merefleksikan langkah ini sebagai sebuah langkah besar paling tidak bagi keluarganya jika mengenang peristiwa 30 tahun silam.
Pada usianya yang baru 5 tahun ketika itu, ia diajak sang ayah, Ako Riberu untuk pulang ke kampung atau bale nagi. Dalam perjalanan dari Maumere ke Larantuka, sang ayah mengajaknya untuk mempir di Konga, sebuah desa dengan dataran sawah yang luas di dekat Hokeng, Flores Timur.
“Sambil berdiri di antara pematang sawah tempat Bapa Ako menghabiskan masa kecilnya dalam kondisi yang sulit, bapa berkata kepada saya, ‘No, besok-besok saat sudah dewasa, kemanapun langkah kakimu beranjak pergi, engko harus selalu ingat bahwa langkah kakimu pertama dimulai dari tempat ini, dari kampung ini,” ungkap Hans.
Sejumlah karya nyata telah dilakukan oleh Hans dan keluarganya, menjadi saluran berkat dari Tuhan bagi sesama dan Lewotana. Kini, tekad dan semangat generasi baru ini mengharapkan doa dan restu Lewotana untuk terus mengabdi melalui jalur formal, DPD RI.
Dukungan masyarakat NTT adalah bukti nyata kepedulian kita terhadap kampung halaman, melalui sosok yang jelas rekam jejaknya di bumi Flobamora. (Andri/VoN)