Kefamenanu, Vox NTT-Dery Naben, kontraktor pelaksana CV. Mandiri Jaya yang mengerjakan proyek saluran irigasi Banopo mengacam akan membongkar kembali bronjong di lokasi proyek di Desa Tuplopo, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten TTU.
Dery mengancam lantaran biaya pengerjaan bronjong untuk penambahan volume 22 meter belum dibayar oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten TTU hingga saat ini.
“Konsekuensi terburuk jika pihak dinas PU tidak membayar kelebihan pekerjaan bronjong sepanjang 22 meter tersebut maka saya akan bongkar kembali biar mau rugi nha rugi semua” tegas Dery saat ditemui media ini di lokasi proyek tersebut beberapa pada selasa (2/1/2018).
Menurutnya, uang sisa pekerjaan yang belum dibayar oleh Dinas PU Kabupaten TTU sebesar Rp 131 juta lebih sesuai volume pekerjaan tambahan.
Penambahan volume pekerjaan tersebut, jelas Deri terjadi lantaran kesalahan pihak konsultan perencana dari dinas PU yang tidak cermat menghitung sehingga panjang bronjong yang tertera dalam kontrak tidak mencapai sisi jurang sebelahnya.
Menurut Dery, dalam kontrak kerja, volume pekerjaan pemasangan bronjong sepanjang 44 meter sudah dikerjakan hingga selesai. Kemudian, PPK memerintahkan kontraktor secara lisan untuk menambah volume pekerjaan pemasangan bronjong 22 meter.
PPK menjamin bisa membayar biaya pekerjaan tambahannya tersebut setelah kontraktor mengajukan adendum.
Setelah pekerjaan selesai, dinas PU hanya membayar uang sesuai volume yang termuat dalam kontrak yakni 44 meter, sementara pekerjaan tambahan 22 meter tidak dibayar.
“Kesalahan yang terjadi sehingga tidak jadi realisasi adendum karena kesalahan dari pihak PPK yang terlambat menginput data sehingga dana untuk adendum tidak terealisasi, kalau buat begini terus maka saya akan bongkar bronjong 22 meter yang saya kerjakan pakai uang saya sendiri itu” tegas Dery.
Pelaksana Tugas Kadis PU Kabupaten TTU, Yani Salem saat dikonfirmasi media ini di ruang kerjanya pada Kamis (4/1/2018) mengatakan, pihaknya sudah membayar uang kepada rekanan sesuai kontrak kerja.
Dokumen adendum penambahan volume proyek tersebut tidak ada sehingga saat pembayaran uang proyek tetap berpedoman pada kontrak kerja yang ada.
Selain itu jelas Salem, kontraktor seharusnya menunggu adanya kontrak adendum dulu baru mengerjakan item pekerjaan tambahan tersebut.
“Harusnya kontraktor sabar dulu ada kontrak baru boleh kerja bukannya belum ada kontrak sudah kerja, nanti kalau terjadi begitu berarti kontraktor lain bisa saja lihat lokasi lain yang belum beres lalu kerja sendiri kemudian baru datang suruh dinas bayar,ini sudah tidak benar”tegas Salem.
“Memang panjang bronjong itu tidak sampai ujung jurang sebelah tapi itu kan urusan dinas nanti mau dianggarkan ulang tahun berikutnya atau bagaimana, bukannya langsung kerja saja tanpa kontrak lalu selesai kerja suruh dinas bayar”tandasnya.
Terkait ancaman dari kontraktor untuk membongkar bronjong di lokasi proyek, Salem mengatakan bahwa hal tersebut merupakan hak kontraktor asalkan tidak merusak pekerjaan yang ada dalam kontrak.
“Silahkan bongkar. Kalau dia bongkar lalu merusakan pekerjaan yang lain yang ada dalam kontrak maka dia harus siap untuk memperbaiki,” kata Salem.
Senada dengan itu, kepala bidang pengairan pada dinas PU kabupaten TTU, Primus Naben menegaskan bahwa setiap pekerjaan proyek apapun harus didasari oleh sebuah kontrak kerja.
Sehingga apabila pekerjaan tersebut dilakukan tanpa sebuah kontrak, jelas Primus maka pihaknya tidak bersedia untuk membayar karena melanggar hukum.
Penulis: Eman Tabean
Editor: Irvan K