Jangan mengaku kenal Indonesia kalau dalam memori kita hanya melintas Sabang dan Merauke, sedangkan Kabupaten Rote Ndao, salah satu pulau terluar Indonesia masih gagap dari ingatan kita.
Kupang, Vox NTT-Kabar kehadiran Presiden Jokowi yang dijadwalkan berlangsung esok, Senin (08/01/2018) memberi angin segar bagi kabupaten terluar yang berbatasan langsung dengan Australia itu.
Kabupaten Rote Ndao adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara. Pulau-pulau kecil yang mengelilingi pulau Rote antara lain Pulau Ndao,Ndana, Naso, Usu, Manuk, Doo, Helina, dan Landu.
Pulau Rote merupakan salah satu pulau yang daratannya dihiasi Pohon Lontar (pohon tuak). Rote selama ini sangat akrab dengan bunyi dawai dari alat musik Sasando, namun tak hanya alat musik tradisional saja yang membuat para wisatawan ingin menjejakan kakinya di bumi Ti’i Langga ini.
Panorama alam dan wisata baharinya yang menjadi magnet utama. Pulai terpencil yang dikelilingi oleh lautan luas yang indah ini bahkan memiliki satu pantai yang terkenal dengan keindahan pantai dan ombaknya. Pantai tersebut bernama Nembrala yang terletak di Desa Delha.
Pada tahun 2010 silam, keindahan pantai ini semakin dikenal ke kancah internasional saat menjadi ajang Tournament Surfing International.
Namun keindahan pantai saja belum cukup untuk mengenal Rote. Daerah tempat asal alat music Sasando ini ternyata memiliki budaya tari yang cukup unik hingga saat ini.
Tarian-tarian ini biasa diperagakan saat upacara penjemputan tamu, merayakan suka cita hasil panen dan berbagai ritual budaya setempat. Berikut beberapa budaya tari khas Rote yang kami olah dari situs www.rotendaokab.go.id, situs resmi pemerintah kabupaten Rote Ndao.
Tarian Te’o Renda
Tarian ini biasanya diperagakan saat upacara suka cita panen di kalangan masyarakat. Tari yang biasa dibawakan secara masal ini diiringi lagu Te’o Renda, dengan syair yang menggambarkan wujud ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
Lagu ini dinyanyikan dengan penuh semangat dan sukacita ketika hasil panen yang berlimpah itu telah dibawa ke rumah.
Lagu dan tarian Te’o Renda ini juga dibawakan saat menyambut para tamu atau pembesar yang berkunjung ke daerah itu. Makna dari tarian ini adalah wujud suka cita masyarakat dalam menyambut para tamu tersebut.
Tari Kaka Musuh
Tari Kaka Musuh/tari perang merupakan tari tradisional daerah Rote. Tarian ini menggambarkan kesiapan prajurit dalam menghadapi musuh. Selain itu, Kaka Musuh juga dipakai sebagai tari pengiring pasukan ke medan perang.
Manfaat sekarang biasa dipakai untuk menyambut pembesar yang berkunjung ke daerah Rote, dan juga dipakai pada acara-acara adat lainnya seperti upacara kematian, pesta perkawinan, serta rumah baru. Tarian Kaka Musuh sangat populer di Rote Ndao, diciptakan oleh seorang panglima tradisional dari Kerajaan Thie bernama Nalle Sanggu pada abad ke-17 silam.
Saat itu, Kerajaan Thie menghadapi perang dari beberapa kerajaan di Rote yakni Kerajaan Dengka, Termanu, dan Keka. Perang saudara terjadi akibat adu domba kolonial Belanda untuk menguasai Rote.
Tari Tai Benuk
Tari Tai Benuk merupakan tari tradisional/tari pergaulan yang sangat popular dalam masyarakat Rote Ndao. Biasa digelarkan pada acara adat seperti upacara perkawinan adat/pernikahan, peminangan, pelantikan tokoh adat, pesta rumah baru, dan sebagainya.
Tari Ovalangga
Tari Ovalangga merupakan tari garapan baru daerah Rote. Tari yang sudah popular ini mengisahkan kenangan pahit nan menyedihkan saat tentara Jepang menguasai Pulau Rote pada tahun 1942.
Kaum laki-laki dipaksa berlayar ke Kupang untuk kerja paksa. Mereka sedih karena meninggalkan istri, anak, dan keluarga. Tari ini diiringi lagu Ovalangga sebagai lagu kenangan di masa penjajahan.
Lagu Ova Langga itu sendiri diciptakan pada tahun 1945 di Rote, tepatnya di Pelabuhan Pantai Baru pada masa penjajahan Jepang.
Ketika mereka berkumpul di Pelabuhan Pantai Baru, sudah menanti kapal atau perahu yang akan membawa mereka ke Kupang. Kesedihan itu muncul tatkala mengingat kenangan bersama istri, anak dan sanak saudara yang ditinggalkan di kampung halaman.
Dalam suasana hati sedih dan haru itulah terciptalah lagu Ova Langga. Ova Langga berasal dari kata ovak yang berarti perahu atau kapal dan langga yang berarti Kepala.
Tari Sakaliti
Tari Sakaliti menggambarkan para petani sadap lontar yang bersiap-siap menyambut musim panen. Tari ini menceritakan suasana hati para petani yang merasa senang karena musim panen gula/tuak yang merupakan penghasilan pokok bagi orang Rote telah tiba.
Dari ulasan singkat ini dapat disimpulkan di balik tarian orang Rote tersingkap kenangan, peristiwa, dan suasana hati yang cukup dalam.
Di balik setiap lekak-lekuk gerakan tari ini juga menyingkap dinamika kehidupan masa lalu yang patut dikenang sebagai pelajaran untuk masa depan orang Rote bahkan bangsa Indonesia. (VoN).