Kupang, Vox NTT-Saat ini krisis lingkungan hidup di NTT kian mengkhwatirkan. Berikut beberapa fakta krisis daya dukung lingkungan hidup NTT berdasarkan siaran pers yang diterima dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) NTT, Kamis (11/01/2018).
Pertama, setiap tahun berdasarkan analisis data krisis air dari BPBD, ada 10-15 persen desa di NTT krisis air. Analisa Krisis Air oleh WALHI NTT didasarkan pada Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi hingga Tata Konsumsi, dan 70 persen kawasan di NTT mengalami krisis air hingga akhir 2017.
BACA: Tuyul dan ‘Tuyul-Tuyul Politik’, Mana yang Lebih Berbahaya?
Kedua, saat ini NTT menjadi Propinsi dengan angka impor sektor konsumsi tertinggi di Indonesia yakni mencapai 82 persen.
Angka yang dirilis Bank Indonesia Ini menjelaskan bahwa untuk urusan sektor konsumsi, NTT hanya mampu menopang 18 persen dari kebutuhan konsumsi seluruh penduduk NTT.
“Artinya ada masalah serius dengan kebijakan pengelolaan sumber daya alam di NTT” tegas Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, Direktur WALHI NTT.
Ketiga, makin menyusutnya jumlah tutupan hutan di Nusa Tenggara Timur akibat ilegal logging dan pembangunan yang tidak pro perlindungan hutan. Contoh kasus Pulau Sumba yang pada periode awal hingga pertengan 1990-an memiliki kawasan hutan hingga 57 persen kini faktualnya tidak lagi mencapai 10 persen dari luas pulau.
Keempat, meningkatnya urbanisasi (umumnya menjadi TKI/TKW) akibat dari minimnya daya dukung lingkungan bagi warga untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Alhasil warga memilih untuk meninggalkan kampung secara legal maupun ilegal untuk bekerja di luar. Potret ini makin memburuk manakala menempatkan NTT sebagai salah satu daerah dengan Human Traficking tertinggi di Indonesia.
Kelima, investasi pariwisata, pertambangan dan perkebunan skala besar telah menjadi ancaman bagi wilayah kelola rakyat di NTT.
Data terkini ada 317 ijin tambang di NTT yang menjadi ancaman nyata bagi daya dukung lingkungan hidup di NTT dan menghabisi wilayah kelola rakyat seperti kawasan bertani, kawasan penangkapan ikan hingga peternakan.
WALHI NTT mendapati kasus dimana industri pariwisata telah membuat banyak nelayan di Sumba, Flores, Timor tidak punya akses pada beberapa kawasan pesisir karena telah diprivatisasi.
Disampaikan Umbu Wulang, secuil potret tersebut bagi WALHI NTT adalah bentuk darurat ekologis. Sebuah gituasi genting yang diakibatkan hilangnya keseimbangan ekologis, di mana ekosistem setempat maupun global kehilangan daya dukung dan daya tampung lingkungan.
“Darurat ekologis yang semakin massif memperparah kondisi warga masyarakat yang secara struktural sudah termarjinalisasi, seperti kelompok petani dan nelayan kecil dan tradisional, masyarakat adat dan masyarakat lokal serta perempuan dan anak-anak. Hal ini lebih lanjut mengancam kedaulatan warga atas kebutuhan dasarnya, seperti pangan, air dan energi” pungkas Umbu.
BACA: Waspadai Calon Gubernur NTT ‘Bayangan’ Titipan Oligarkis
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai, selama ini penyebab krisis ekologis di NTT karena pemerintah hanya melihat kekayaan alam hanya sebagai komoditas tanpa pernah mempertimbangkan daya tampung dan daya dukung lingkungan, serta mendelegasikan seluruh penguasaan dan pengelolaan kekayaan alam kepada korporasi skala besar.
“Atas nama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, rakyat dan alam hanya dijadikan objek, sehingga pemerintah justru melegitimasi praktik perampasan tanah, air dan seluruh sumber-sumber kehidupan rakyat atau sumber-sumber agraria” jelas Umbu.
Salah satu petunjuknya yakni kebijakan lingkungan hidup yang tidak berpihak pada penguatan dan pemulihan lingkungan hidup NTT.
WALHI NTT mencatat bahwa anggaran untuk lingkungan hidup di lingkup propinsi NTT pada 2017 hanya mencapai 0,25 persen dari total PAD NTT yakni 3,8 triliun pada tahun 2016.
Padahal PAD tersebut, salahsatu penyumbang terutamanya adalah dari sektor pertanian. Sektor pertanian tentu saja sangat bergantung pada daya dukung lingkungan.
Pilgub Pintu Masuk Penjarahan
Berdasarkan pengalaman dan hasil riset WALHI, salah satu pintu masuk utama penjarahan sumber daya alam dan wilayah kelola rakyat serta penghancuran lingkungan hidup yakni ajang politik elektoral, pilgub NTT.
Sumber daya alam sering menjadi komoditi dalam traksaksi politik untuk meraup dukungan dari segelintir pengusaha atau korporasi. Istilahnya Ijon Politik. Sebuah keadaan dimana para calon pemimpin berkongkalikong dengan pengusaha/korporasi.
“Calon mendapat dukungan dari pengusaha, pengusaha akan mendapatkan semua kemudahan untuk melakukan pengerukan sumber daya alam” ungkap Umbu.
Dari gambaran di atas, Wahana Lingkungan Hidup NTT menyampaikan pernyataan sikap untuk pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur periode 2018-2023:
- Meminta masyarakat NTT untuk kritis dan waspada terhadap berbagai agenda politik para kandidat Gubernur NTT yang terkait dengan sumber daya alam, perlindungan wilayah kelola masyarakat dan kelestarian daya dukung lingkungan hidup
- Meminta calon pemimpin agar memberi kepastian pemberian hak atas penguasaan, akses dan kontrol rakyat dan komunitas rakyat atas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup;
- Meminta calon pemimpin untuk memberi kepastian penegakan hukum lingkungan terhadap kejahatan korporasi/perusahan. Bukan hanya kepada rakyat kecil.
- Meminta calon pemimpin untuk memperhatikan pembangunan kemandirian ekonomi Propinsi Nusa Tenggara Timur yang berbasiskan pada ekonomi rakyat yang adil dan pro pelestarian lingkungan dan melepaskan diri dari ketergantungan daerah lain/impor;
- Meminta calon pemimpin NTT untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap Wilayah Kelola Rakyat (WKR) dari berbagai ancaman industri ekstraktive antara lain industri tambang, perkebunan besar monukultur, Pariwisata maupun pembangunan infrastruktur skala besar dan kebijakan kehutanan maupun lainnya yang mengancam wilayah kelola rakyat dan sumber-sumber kehidupan kepastian rakyat;
- Meminta calon pemimpin NTT untuk memberi kepastian terhadap penyelesaian konflik agraria/sumber daya alam dan lingkungan hidup dan mencegah terjadinya konflik agraria dengan kebijakan ekonomi dan pembangunan yang berlandaskan pada nilai-nilai hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian sebagai propinsi kepulauan, pemerintah NTT harus mampu melindungi wilayah pesisir dari ancaman korporasi dan industri pariwisata yang bebrbasis investasi
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian pembentukan badan khusus penyelesaian konflik agraria/ sumber daya alam dan lingkungan hidup yang bertanggungjawab langsung Gubernur NTT;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian penghentian semua bentuk kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian Perlindungan terhadap pejuang lingkungan hidup, pejuang agraria dan pejuang hak asasi manusia yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat dan keadilan agraria melalui jalan yang demokratis dan konstitusional;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian untuk mengurangi risiko bencana ekologis dengan memulihkan dan melindungi fungsi lingkungan hidup dan ekosistem, dan mencegah terjadinya pencemaran maupun perusakan lingkungan hidup;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian mewujudkan keadilan pangan dan air dengan menghentikan konversi lahan pangan untuk peruntukan lain, dan mencegah terjadinya praktik-praktik privatisasi sumber-sumber air maupun pencemaran dan perusakan sumber-sumber air;
- Meminta calon pemimpin NTT memberi kepastian mewujudkan keadilan energi dengan mendorong otonomi dan desentralisasi produksi energi yang berasal dari potensi lokal yang aman, bersih, dan berasal dari sumber-sumber energi terbarukan;
- Meminta calon pemimpin NTT agar memberi kepastian dalam mewujudkan keadilan pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat baik bagi generasi saat ini maupun generasi yang akan datang, dengan memperhatikan daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup di NTT
- Meminta 34 lembaga anggota WALHI NTT dan 376 komunitas mitra (WALHI NTT dan Lembaga anggota) yang tersebar di Flores, Sumba dan Timor untuk melakukan pendidikan politik kepada rakyat untuk memilih calon gubernur yang seutuhnya berpihak pada kedaulatan rakyat, keadilan ekologis dan kelestarian alam NTT.
Penulis: Walhi NTT
Editor: Irvan K