Oleh: Rian Agung
Mahasiswa Hukum Universitas Esa Unggul Jakarta
Sejumlah persoalan kelam di NTT hari ini seperti korupsi, kemiskinan, kelaparan dan sejenisnya harus menjadi peringatan dini bagi masyarakat untuk selektif memilih pemimpin dalam hajatan pilkada serentak 2018 mendatang.
Pemimpin yang dipilih harus punya keberpihakan pada rakyat dan dipastikan tidak berpotensi menyalahgunakan kewenangan (abuse of power) yang ujung-ujungnya mengkhianati rakyat.
NTT memiliki kekayaan alam, budaya, dan sumber daya manusia yang unggul. Potensi NTT yang paling fenomenal dan menjadi perhatian dunia adalah objek wisata.
Keberadaan sejumlah objek wisata yang didukung oleh potensi kelautan, pertanian dan peternakan yang melimpah ruah, menjadikan NTT sebagai salah satu kawasan pembangunan ekonomi yang paling dinamis di Indonesia sekarang ini.
Masyarakat NTT akan meraup keuntungan besar jika potensi yang ada dikelola secara baik dan kreatif. Kepemimpinan adalah kunci untuk mewujudkan itu semua.
Karena itu lewat suksesi pemilihan kepala daerah mendatang, baik pemilihan Gubernur maupun pemilihan Bupati, masyarakat NTT harus mampu menghadirkan sosok pemimpin ideal, yang mampu mengurai dan memberi perubahan dari situasi hari ini.
Namun, jika kita mengikuti habitus politik lama, di mana orientasi dan motivasi memilih pemimpin dilatari oleh pertimbangan uang dari paslon tertentu serta didominasi oleh kedekatan emosional semata, maka dengan sendirinya kita membiarkan sejumlah tragedi terus melekat di NTT .
Dengan hidup di bawah bayang-bayang penindasan itu maka kesejahteraan yang diimpikan dalam setiap momentum pergantian pemimpin (Pilkada) mustahil menjadi kenyataan.
Kemiskinan dan kelaparan akan menjadi sahabat karib yang sulit dilepas-pisahkan. Kita menjadi orang asing di negeri sendiri, negeri yang berlimpah susu dan madu. Mengakhiri penderitaan itu, Pilkada yang sudah di ambang pintu mesti dimaknai untuk menghadirkan sosok pemimpin yang merakyat, berintegritas, dan memiliki gebrakan positif untuk kemajuan NTT.
Kreatif
Pemimpin yang dipilih sebaiknya bukan sosok yang lamban yang tidak memiliki daya juang tinggi untuk menuntaskan sejumlah persoalan panjang di NTT. Bukan pula titipan partai politik dan pengusaha untuk mengamankan aset-aset publik yang telah diprivatisasi.
Sebab pemimpin yang lamban dan tidak punya terobosan kreatif akan sulit menjadi antitesis dari kemandekan pembangunan di NTT dalam berbagai aspek. Dengan begitu, cara termudah baginya adalah membangun korporasi dengan pengusaha lokal sehingga terciptalah pasar gelap dalam mengelola aset-aset yang ada.
Sebagian masyarakat lokal-pemilik sumber daya itu, yang atas nama mereka pembangunan dan bantuan kemiskinan dikucurkan-justru terperangkap dalam belenggu kemiskinan yang berkepanjangan. Dengan matinya kreativitas maka pembangunan dalam kontrol seorang pemimpin tidak lebih dari wujud praktik kuasa hegemonik, yang alih-alih mengatasi maslah kemiskinan, justru menjadi sebab sekaligus proses kemiskinan.
Berangkat dari kenyataan pahit ini, maka tidak ada tawaran lain bagi masyarakat NTT untuk memilih pemimpin yang kreatif dan cekatan untuk mengolah segala potensi yang ada. Dia harus sekreatif mungkin menata pembangunan pariwisata, pertanian dan peternakan untuk memajukan NTT dalam berbagai dimensi kehidupan. Yang tidak kalah penting juga adalah orientasi pembangunan itu harus tetap memperhatikan aspek kemanusian dan lingkungan hidup.
Keberpihakan pada kemanusian dan lingkungan hidup ini semakin penting mengingat akhir-akhir ini NTT menjadi salah satu daerah dengan penindasan kemanusiaan paling tinggi ditambah problem ekologi yang mangkrak.
Soal kemanusiaan, masalah perdagangan orang (Human Tracffiking) di NTT masih menjadi satu ancaman besar yang mencederai kemanusiaan kita.
Jika ditelisik, ini merupakan masalah lama yang kurang mendapat perhatian sehingga keberadaannya mungkin kurang begitu nampak di permukaan padahal dalam praktiknya sudah menjadi permasalahan sosial yang berangsur-angsur menjadi suatu kejahatan kemanusiaan.
Hal lain adalah soal masalah lingkungan. Pembangunan yang berwawasan lingkungan tidak mendapat perhatian penuh dalam setiap agenda pembangunan. Pertambangan di beberapa daerah di Flores dan sekitarnya yang rentan menyalahi prosedur dan tidak memperhatikan dampak lingkungan adalah fakta yang memperlihatkan keteledoran itu.
Mesti diakui, ini tak lain merupakan salah satu implikasi dari kepemimpinan impoten, tidak produktif dan minim kreativitas. Padahal kreativitas merupakan kualitas kepemimpinan terpenting untuk menghadapi kompleksitas persoalan.
Pemimpin yang kreatif harus siap beradaptasi dan siap mencari jalan keluar terhadap kemelut yang terjadi. Demikian halnya dengan persoalan Human Tracffiking dan masalah lingkungan. Seyogianya, dengan kreativitas pemimpin harus menunjukkan kemampuan untuk mewujudkan sesuatu yang baru untuk mengurai kedua polemik tersebut.
Tegas dan berani
Untuk menjalani tugas kepemimpinan, tidak cukup hanya mengandalkan kreativitas semata. Ia harus memiliki ketegasan dan keberanian tinggi untuk mengembalikan kedaulatan pangan yang telah diprivatisasi oleh korporasi lokal sembari menindak tegas segala mafia yang selama ini bercokol di berbagai instansi. Di tangan pemimpin yang baru fajar baru kebangkitan NTT akan ditentukan.
Pemimpin yang baru bukan bagian dari mafia, tetapi harus berani melawan mafia. Ia harus memiliki orientasi yang tinggi untuk mencegah korupsi yang telah merugikan negara, terutama korupsi yang menindas dan membuat rakyat NTT kehilangan akses untuk memperoleh kesejahteraan. Konsekuensinya pemimpin yang baru harus siap berhadapan dengan habitus politik lama yang tidak pro rakyat.
Untuk memastikan hadirnya pemimpin ideal yang demikian, rakyat harus melihat track record calon pemimpin sekarang secara menyeluruh. Pemimpin yang baru harus meningkatkan transparansi dalam pengambilan kebijakan strategis, seperti soal izin pertambangan yang sering menyalahi prosedur yang berlaku. Singkatnya Ia harus memiliki karakter kepemimpinan yang bisa mengakomodasi sejumlah kemelut panjang di NTT.
Dengan begitu rakyat membuktikan komitmen untuk menghadirkan yang bersih dan integritas. Pemimpin yang tak pernah tersangkut korupsi, independen dan bebas kepentingan bisnis-politik.
Karena itu peran media menjadi sangat penting untuk mengekspose hal-hal berkaitan dengan latar belakang, track record dan prestasi setiap kandidat kepada rakyat pemilih dengan tentu berpegang teguh pada etika jurnalisme yang baik.***