Oleh: Epifanius Solanta
(Alumnus Sosiologi, Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
Persoalan pelik yang terus menggerogoti wajah bangsa Indonesia semakin hari semakin menemukan wajahnya yang kian ganas. Kelihaian dalam melakukan aksi “kejahatan yang luar biasa” seakan terus dipelihara.
Korupsi menjadi salah satu persoalan akut yang terus didesain sedemikian rupa oleh para elit untuk kepentingan “mencuri uang rakyat”.
Korupsi dipandang sebagai kejahatan struktural karena ada proses dialog di ruang sunyi bahkan membentuk system tersendiri demi meloloskan diri. Keberadaan lembaga anti rasuah seperti KPK dalam faktanya tidak membuat para pejabat berhenti melakukan aksinya. Justru tak sedikit dari mereka yang katanya adalah “wakil rakyat” berusaha untuk memperlemah KPK.
Di tengah maraknya para pejabat yang berjuang untuk masuk dalam lingkaran setan korupsi dan perjuangan untuk melemahkan KPK, nyatanya KPK tetap berdiri kokoh, menjalankan tugasnya untuk menyelamatkan uang rakyat dari maling-maling di negeri ini.
Pada Minggu (11/02/2018), KPK berhasil melakukan OTT terhadap Bupati Ngada, Marianus Sae di sebuah hotel di Surabaya pada pukul 11.00 WIB. Selanjutnya pada hari Senin (12/02/2018), Marianus Sae ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, karena menerima suap dari Wilhelmus Iwan Ulumbu sebesar Rp 4,1 miliar.
Tidak hanya Marianus Sae, sebelumnya pada Sabtu (03/02/2018), KPK melakukan OTT terhadap Bupati Jombang, Nyonyo Suharli Wihandoko atas dugaan suap Perizinan dan Pengurusan Penempatan Jabatan di Pemerintah Kabupaten Jombang.
Peristiwa “kejahatan luar biasa” yang dilakukan oleh kedua pejabat publik di atas setidaknya mau mengungkapkan dua poin penting, yaitu: Pertama, masih banyak koruptor di republik ini yang berusaha untuk menyembunyikan diri dari KPK. Namun permainan cantik yang didesain secara rapih dan teratur nyatanya berakhir dengan tragis. Relasi antara penguasa dan pengusaha semakin kuat terutama untuk kepentingan meraih kekuasaan dalam bentuk jabatan dan fee proyek.
Kedua, peristiwa ini juga membuktikan kinerja positif yang ditunjukkan oleh KPK. Bahwa keberadaan maling di tempat mana sekalipun bisa dikejar dan diburu oleh KPK. KPK memiliki banyak “mata” yang berusaha melihat dan berakhir dengan menangkap para maling uang rakyat.
Harapan Untuk KPK
Ditengah kegelisahan dan kegundahan hati rakyat karena banyaknya maling yang berkeliaran di republik ini, satu-satunya harapan hanya kepada KPK. Sebuah lembaga independen yang setidaknya masih memberikan bukti nyata akan kerjanya yang positif kepada masyarakat akar rumput. Lembaga yang terus beridiri kokoh ditengah semakin mencuatnya “orang-orang pintar” yang berusaha untuk menjatuhkan dan bahkan meniadakan KPK.
Sebuah harapan di akhir tulisan ini yakni teruslah KPK menjalankan tugas sesuai dengan perintah undang-undang. Berkelilinglah dari Sabang sampai Papua. Jangan hanya berfokus pada satu titik saja. Karena saya sangat yakin dan percaya masih banyak maling-maling yang bermain cantik dan bersembunyi di liang-liang kesunyian. Mereka sedang menari di atas penderitaan rakyat yang masih bergulat dengan kemiskinan. Meminjam istilah Aristoteles, hendaklah KPK bisa menjadi lalat-lalat liar yang berusaha untuk mengganggu kemapanan dari orang-orang yang sedang tertidur pulas di atas harta hasil korupsi.***