Redaksi, Vox NTT- Desa Alorawe terdapat di Kecamatan Boawae, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Sebanyak 469 lebih penduduk tinggal di desa yang letaknya sekitar 40-an kilometer dari Kota Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo itu.
Sejak dahulu, warga di Desa Alorawe sangat mengidamkan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi atau infrakstruktur.
Penelusuran VoxNtt.com, Selasa (20/02/2018), kondisi infrastruktur jalan menuju desa tersebut sangat memprihatinkan.
Jalan yang dahulu pernah mendapat sentuhan pembangunan aspal kini hanya tinggal kenangan tanpa jejak.
Aspal sudah lama terkupas keluar dan hanya menyisakan bebatuan licin yang menantang maut para pengendara.
Baca: Jalan Menuju Desa Alorawe Rusak Berat
Di bahu jalan, hiasan lubang-lubang besar masih menganga cukup mengoyak hati warga Alorawe.
Derita nestapa warga di jalan raya tampak terlihat dari Pertigaan Desa Dhereisa sampai Desa Alorawe.
Tak Ada Jembatan
Hati warga Alorawe rupanya bukan saja tercabik karena derita nestapa jalan rusak.
Namun tak kala sadis menanti mereka setiap harinya yakni jembatan penghubung Desa Alorawe dan Desa Dhereisa belum dibangun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nagekeo.
Warga setempat sangat membutuhkan ada jembatan permanen di atas sungai Aesesa tersebut.
Sungai Aesesa memang maut bagi warga yang hendak menuju Alorawe dan sebaliknya. Lebarnya kurang lebih 100 meter dengan kedalaman air sekitar dua meter.
Warga setempat memang pernah membangun titian darurat untuk memudahkan akses di atas sungai Aesesa. Namun jembatan kayu yang menghubungkan desa tersebut dengan wilayah lain hanyut terbawa banjir akibat hujan deras pada Rabu, 15 November 2017 lalu.
“Kami sudah puluhan tahun sudah biasa melintasi kali ini. Karena kali ini jalan satu-satunya kami lewati. Mau silih tidak bisa. Kalau banjir pasti kami tidak bisa lewat,” kata Adrianus Aku, seorang warga Alorawe saat ditemui di desa itu, Selasa (20/02/2018).
Adrianus memandang jembatan di atas sungai Aesesa memang sangat urgen. Itu terutama saat musim hujan.
Kendati tak ada jembatan, namun sebagian warga Alorawe masih nekad menantang maut. Mereka berani menyebrangi sungai yang begitu besar tersebut demi bertahan hidup.
Di atas arus sungai yang begitu deras, warga masih memikul hasil komoditi mereka untuk dijual ke pasar.
Menurut Adrianus, apabila jembatan penghubung dua desa tersebut dibangun, pasti akses transportasi bakal lancar. Perekonomian masyarakat pun bisa dipastikan meningkat.
Baca: Derita ke Desa Alorawe Boawae
“Olehnya kami minta Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Pusat, bisa membangun jembatan di Kali Aesesa. Sehingga kami bisa muat hasil komoditi kami,” pintah dia.
Akses Kesehatan dan Pendidikan Terhambat
Di Desa Alorawe memang sudah dibangun Polindes dan SD. Namun akses untuk dua bidang pembangunan vital ini masih susah dan terhambat.
Akses kesehatan misalnya, petugas medis yang bertugas di Polindes Alorawe mengaku kesulitan saat mengevakuasi pasien jika hendak dirujuk ke Puskesmas Boawae.
Pasalnya, sudah puluhan tahun jembatan penghubung Desa Alorawe dan Desa Dhereisa belum dibangun oleh pemerintah.
Akibatnya, petugas medis dan keluarga pasien kesulitan saat melewati sungai Aesesa. Jangan tanya lagi saat musim hujan, sungai itu mengalami banjir besar dan bakal menambahkan deretan kisah pilu bagi warga.
Bahkan, jika saja tidak hati-hati maka nyawa pun menjadi taruhan saat melintasi sungai Aesesa.
Apalagi saat mereka menggotong pasien yang hendak melahirkan atau sakit berat.
“Kendala kami hanya jembatan saja. Namanya tugas ditempatkan di mana saja, sebagai pelayan masyarakat kami tak mengelakan itu. Hanya kami sedikit kesulitan jika ada pasien yang harus dirujuk. Karena kita harus minta bantuan keluarga pasien dan warga sekitarnya membantu menggendong pasien lewat Kali Aesesa,” ujar Lidwin, salah satu bidan yang bertugas di Desa Alorawe kepada VoxNtt.com, Selasa (20/02/2018).
Baca: Tidak Ada Jembatan, Petugas Medis Polindes Alorawe Kesulitan Evakuasi Pasien
Begitu pula akses ke sekolah. Kepala SDI Alorawe Yohanes Oktaf Molina mengaku, di musim penghujan, para pelajar terpaksa harus banyak alpa ke sekolah agar nyawa terselamatkan.
Betapa tidak, sungai Aesesa yang begitu besar menjadi momok menakutkan bagi anak-anak SDI Alorawe.
Sudah puluhan tahun pemerintah belum membangun jembatan permanen di atas sungai Aesesa.
Meski banyak yang alpa, namun sebagian anak-anak SDI Alorawe masih berani melintasi sungai itu di musim penghujan.
Siswa yang berani melintasi terpaksa harus basah kuyup saat tiba di sekolah. Mereka basah saat melintasi sungai Aesesa.
Tak terkecuali guru-guru SDI Alorawe. Selain mengajar, guru-guru ini juga mengawasi siswa mereka saat menyebrangi sungai Aesesa.
Bahkan, ada guru yang terpaksa menggendong siswa mereka yang kecil karena khawatir terbawa arus kali.
Anton salah seorang wali murid SDI Alorawe mengaku sangat khawatir jika setiap hari anaknya harus menyebrangi sungai Aesesa saat hendak ke sekolah.
Baca: Anak Sekolah Alpa Takut Nyawa Tak Terselamatkan
“Kali Aesesa seringkali airnya tiba-tiba tinggi dan bisa banjir saat musim hujan,” katanya.
Karena itu, Anton berharap agar Pemkab Nagekeo segera membangun jembatan tersebut.
Menurut dia, jembatan di sungai Aesesa sangat penting untuk memudahkan akses transportasi bagi anak-anak sekolah dan masyarakat .
Staf Redaksi: Adrianus Aba