Kupang, Vox NTT- Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Perdagangan Orang (KMSPPO) NTT, mengatakan literasi mafia sistem peradilan sangat penting untuk terus dikampanyekan.
Hal ini disampaikan mengingat maraknya kasus human trafficking di NTT dengan trend yang semakin meningkat.
Berdasarkan data BP3TKI Kupang, terhitung sejak tahun Januari 2015 sampai Februari 2018, jumlah TKI yang meninggal di luar negeri sebanyak 147 orang.
BACA: Peta Kasus Kematian TKI per Kabupaten-Kota di NTT
Dari data yang terungkap, sebanyak 145 orang meninggal di Malaysia. Sedangkan 2 lainnya meninggal di Brunei dan Hongkong.
Dari jumlah tersebut sebanyak 121 orang yang meninggal tersebut merupakan TKI ilegal. Sementara 26 sisanya melalui pengiriman legal.
Dengan bertambah serta meningkatnya kasus kematian TKI, KMSPPO menyarankan agar ada liputan investigasi guna memberikan literasi yang komperhensif bagi masyarakat.
“Liputan investigas merupakan hal yang mahal untuk media, untuk itu kita menghimbau agar dibentuknya konsorsium liputan perdagangan orang Nusa Tenggara Timur (NTT) antara perusahaan media maupun diantara para pekerja media di NTT,” pungkas KMSPPO dalam siaran pers yang diterima VoxNtt.com beberapa waktu lalu.
Dikatakan, literasi mafia sistem peradilan merupakan hal yang perlu dikampanyekan, dan itu hanya mungkin jika didukung oleh para jurnalis yang berdedikasi.
“Kasus-kasus perdagangan orang di tangan polisi, jaksa dan hakim perlu diliput secara meluas. Dan itu hanya mungkin jika didukung oleh para jurnalis yang berdedikasi,” katanya.
Lima Catatan Penting
KMSPPO mengungkapkan pilihan yang diambil oleh para pembuat kebijakan selama ini mengedepankan konsep Circural migration. Artinya, tenaga kerja merantau yang pergi untuk bekerja diharapkan akan mengirimkan uang ke kampung (Remittance).
“Namun upaya untuk memperbaiki nasib ini mendapatkan tantangan dari jaringan kriminal yang memanfaatkan kebutuhan orang untuk mencari pendapatan,” terang KMSPPO.
Ada lima catatan penting yang disampaikan terkait maraknya kematian TKI di NTT:
Pertama, proses peradilan kasus perdagangan orang di NTT ada di level yang sangat mengecewakan. Bahkan hakim di pengadilan negeri 1a Kupang juga bertanggungjawab terhadap lepasnya Bandar besar perdagangan orang. Hakim perlu diberi kursus penuh tentang UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang sudah diberlakukan sejak tahun 2007.
Kedua, untuk persoalan perdagangan orang kepedulian seorang kepala daerah sangat penting.
“Kami menuntut agar para calon gubernur NTT 2018 berbicara lurus tentang apa yang hendak dibuat mengatasi perdagangan orang sebagai persoalan konkrit,” tulis mereka.
Ketiga, menghimbau agar dibentuknya konsorsium liputan perdagangan orang Nusa Tenggara Timur (NTT) antara perusahaan media maupun diantara para pekerja media di NTT.
“Literasi mafia sistem peradilan merupakan hal yang perlu dikampanyekan, dan itu hanya mungkin jika didukung oleh para jurnalis yang berdedikasi, “ pinta mereka.
Keempat, agar Kapolda memberdayakan babinkamtibmas di desa-desa untuk terlibat dalam upaya pencegahan perdagangan orang.
“Polisi harus hidup dalam prinsip dan nilai yang dianut oleh masyarakat dan tidak boleh kalah oleh pasar,” tegas mereka dalam siaran pers tersebut.
Kelima, agar para tokoh agama, dalam hal ini gereja sebagai intitusi memperhatikan secara khusus anak-anak dari orang tua migrant yang ditinggalkan dan terlantar. Sebab anak-anak yang ditinggalkan dan tidak diperhatikan akan menghasilkan kerusakan generasi.
Untuk diketahui, siaran pers ini ditandatangani Pdt. Emmy Sahertian (BPP Advokasi Hukum dan perdamaian Sinode GMIT), Elcid Li (IRGSC), ), Herman Seran (JRUK), Ata Bire, Yuli Benu, Agustin Zacharias dan Anna Djukana (PIAR).
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Irvan K