Borong, Vox NTT- Polemik pengurangan jumlah TPS pada beberapa desa di Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) terus berlanjut.
Hilarius Teguh, tokoh muda asal Kecamatan Lamba Leda kembali menyanggah pernyataan Humas KPU Kabupaten Matim, Adrianus Harmin yang menjawab kritikannya terkait pengurangan jumlah TPS tersebut.
Sebelumnya, Adrianus Harmin menampik adanya perampingan jumlah TPS pada Pemilukada tahun 2018 ini.
Menurut Ardi, ketentuan TPS ada panduanya dengan berbasiskan jumlah pemilih. Dalam regulasi, satu TPS harus diisi maksimal 800 wajib pilih.
Di Matim sendiri, kata dia, TPS berjumlah 510. Jumlah itu sesuai TPS Pilpres (Pemilu terakhir) tahun 2014 dengan kondisi wajib pilih saat itu sebanyak 171.412.
“Sok tau dia itu, saya lagi sibuk sangat sibuk dengan data pemilih. Jika omong tos paham dulu aturanya jangan sok tau. Saya juga aktivis PMKRI Malang Jawa Timur, wartawan senior BE’ SMART FM. Sangat tahu aturan tentang mekanisme penentuan TPS,” ujar Ardi menjawabi berita sebelumnya yang menyebut Hilarius Teguh adalah mantan aktivis PMKRI Cabang Jakarta Timur.
“TPS Pilpres 2014 sejumlah 510, sekarang Pemilu setelah Pilpres ini kan Pilkada sekarang ya TPS masih mengacu pada jumlah itu 510 TPS juga, satu TPS berjumlah maksimal 800 pemilih. Pemilih kita berapa,” tambah dia.
Baca: Dinilai Merampas Hak Politik Pemilih, Ini Tanggapan KPU Matim
Merespon pernyataan Ardi tersebut, Hila Teguh kembali melayangkan kritikan pedas. Dia menilai Ardi terkesan panik dan emosional, sebab tidak menjawab persoalan riil.
Padahal sebelumnya, Hila membeberkan data pengurangan TPS pada sejumlah desa di Kecamatan Lamba Leda.
Di desa Satar Punda Barat sebut dia, sebelumnya ada 4 TPS. Keempatnya yakni; TPS Raba Pering, Inahasa, Gongger, dan Kadung.
Namun anehnya tukas dia, saat ini terjadi pengurangan, di mana TPS Kadung dihilangkan dan gabung dengan TPS Gongger.
Hila sendiri menilai kebijkan pengurangan TPS ini bakal mengurangi partisipasi warga Kampung Kadung dalam mengikuti Pemilukada pada 27 Juni 2018 mendatang.
Selain karena jarak yang jauh, secara psikologis warga Kadung enggan ke Gongger untuk ikut pemilihan. Sebab sebelumnya telah terjadi konflik tanah antara dua kampung tersebut.
Begitu juga yang dialami warga Kampung Luwuk, Desa Satar Punda. Sebelumnya TPS ada di Luwuk, tetapi pemilu kali ini pindah ke Kampung Serise.
Sementara dari segi jumlah pemilih, warga Luwuk lebih banyak. Itu sebabnya selama ini TPS ada di Luwuk.
Tak hanya itu, Hila juga menyebut warga Kampung Lengko Lolok yang harus ke Kampung Satar Teu. Sebab, TPS Lengko Lolok dihilangkan dan bergabung ke Satar Teu.
Sebelumnya di Desa Satar Punda ada 4 TPS. Keempatnya yakni; TPS Satar Teu, Tumbak, Lengko Lolok dan Luwuk. Namun kini hanya ada 3 TPS yakni; Satar Teu, Tumbak dan Serise.
Lain lagi dengan yang dialami warga Kampung Ranamasa, Desa Golo Munga Barat. Jika sebelumya mereka memiliki TPS sendiri, kini harus jalan kaki kurang lebih 1,5 jam hingga 2 jam untuk memberikan hak suara mereka ke TPS Muwur dan Rehut.
Menurut Hila, data-data yang ia sebutkan tersebut hanya sebagian kecil potret pengurangan TPS yang terjadi di Kecamatan Lamba Leda.
Baca: KPU Matim Dinilai Rampas Hak Politik Warga Lamba Leda
“Omong paham tapi kelihatannya beliau tidak paham. Saya tidak tahu beliau (Adrianus Harmin) baca Undang-undangnya atau tidak?” ujar Hila menghubungi VoxNtt.com, Kamis malam (01/03/2018).
Dia menjelaskan, angka 800 yang tertera pada Pasal 87 ayat (1 )Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tersebut soal jumlah maksimal, bukan merupakan sebuah keharusan atau menjadi patokan.
Di situ lanjut Hila, ada frasa paling banyak 800. Itu berarti tidak tertutup kemungkinan bagi penyelenggara pemilus untuk tidak membentuk TPS lain di bawah angka tersebut.
Dia menambahkan, poin penting yang harus diperhatikan pula adalah pada ayat (2) pasal tersebut yakni, TPS yang dimaksud pada ayat (1) ditentukan lokasinya di tempat yang mudah dijangkau.
“Nah, bagaimana untuk mengakomodir frasa “mudah dijangkau” kalau jarak lokasinya sudah hitugan kilometer dan ditempuh dengan waktu berjam-jam. Kan aneh! Belum lagi soal bagaimana kita mengakomodir penyandang disabilitas kalau sudah seperti ini,” ujar mantan aktivis PMKRI Cabang Jakarta Timur itu.
“Kita tidak sok-sokan kok, ini fakta yang kita temukan di lapangan. Omong kosong semua KPUD bicara melayani, kalau TPS yang jelas-jelas lokasinya berjauhan malah digabungkan dengan TPS yang lainnya atau malah dipindahkan,” tambah dia.
Bahkan, Hila Teguh menyebut KPU Kabupaten Matim beralibi soal jumlah TPS yang tidak berubah. Namun faktanya TPS-TPS tersebut sudah tidak ada.
“Lantas kalau jumlahnya tdk berubah, kemana TPS-TPS tersebut sekarang? Itu yang harus dijelaskan ke publik. Bukan gagah-gagahan sebagai mantan aktivis dan bawa-bawa nama PMKRI pula. Kalau masih seperti ini, saya yakin partisipasi pemilih sangat rendah karena banyak yang tidak memilih,” tegasnya.
Jika benar tidak terjadi pengurangan, Hila Teguh mempertanyakan di mana-mana lokasi TPS-TPS yang sebelumnya ada di kampung-kampung yang ia sebutkan tersebut.
“Jadi ceritanya, biar tidak kentara mereka bermain di jumlah, tapi faktanya mereka obok-obok kasih pindah lokasi sana-sini,” tutup Hila.
Adrianus Harmin Sendiri rupanya tak tinggal diam. Saat dikonfirmasi VoxNtt.com Kamis malam, dia menjelaskan, Pilkada serentak hanya mengacu pada Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 dan PKPU Nomor 02 Tahun 2017.
“Jelas data kita memakai regulasi ini, regulasi yang lain tidak. Pengurangan TPS menurut versi beliau (Hila Teguh), KPU tanggap kurang dari mana?” tanya Ardi.
Dia menyatakan, penetapan TPS Kecamatan Lamba Leda sudah final. Hal itu sesuai jumlah TPS pemilu terakhir (Pilpres).
Di Matim sendiri berjumlah 510 TPS dengan memperhatikan jumlah pemilih. KPU bekerja dalam koridor hukum yang sudah diwajibkan dan TPS Matim sudah final.
“Tapi jika pakai regulasi lain, selain Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 dan PKPU Nomor 02 Tahun 2017, ya, tidak nyambung penjelasan kami dari KPU Matim. Tidak bisa kita ngotot untuk harus,” ujar Ardi.
“Tinggal di mana letaknya TPS itu nanti, itulah yang didiskusikan oleh penyelenggara kami di tingkat desa yaitu PPS dan KPPS,” tambah dia.
Baca Juga: Surfing Polemik TPS di Matim
Dia menambahkan, KPU Matim sendiri tidak sedang panik ingin menjelaskan kepada orang yang salah memahami regulasi.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba