Oleh: Leonardus Lian Liwun*
Pidato politik Soekarno (Bung Karno) pada tanggal 01 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI secara tegas dan meyakinkan menawarkan Pancasila sebagai dasar Negara. Alasan Soekarno sangat mendasar yakni Pancasila merupakan semangat luhur dan spirit bangsa Indonesia yang majemuk ini.
Pancasila adalah dasar yang kokoh untuk menjadi fondasi bangunan Indonesia. Ia sudah lahir dalam jiwa setiap bangsa Indonesia jauh sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia. Artinya dalam hidup berbangsa dan bernegara dari masa lampau hingga sekarang Pancasila dijadikan bintang penuntun, sebagai suluh penerang demi mewujudkan cita – cita sosialisme Indonesia yakni masyarakat yang adil dan sejahtera.
Bung Karno memberi amanat dengan jelas akan hidup dan berkembangnya Sosio Demokrasi antara lain demokrasi ekonomi. Bahwa untuk mencapai masyrakat sejahtera demokrasi ekonomi harus mampu menghadirkan kesejahteraan semua buat semua bukan kesejahteraan satu kelompok, bukan pula kesejhateraan satu golongan.
Demokrasi ekonomi ini hanya bisa dijalankan, bisa dikerjakan jika tiap – tiap bangsa Indonesia menghayati nilai gotong royong. Gotong royong juga merupakan bentuk paling sederhana dari Pancasila dimana ia menjadi tiang utama penyangga pembangunan dan menjaga eksistensi bangsa karena merupakan roh, spirit dan budaya bangsa yang lahir dari rahim bangsa Indonesia dan selalu dilestarikan dari masa ke masa.
Monopoli Ekonomi
Lengsernya presiden Soekarno dan ditekennya UU PMA pada tahun 1967 membuka ruang dan kran investasi asing masuk ke Indonesia. Investasi ini tidak bisa dikontrol dengan baik oleh sistem korup orde baru. Kekuasaan dengan rapi dibagi –bagi kepada orang yang setia kepada Orde Baru (Soeharto).
Tidak pelak lagi sebagain elite politik mendominasi politik dan bisnis tanah air dan sebaik mungkin memanfaatkan moment ini untuk mengeruk keuntungan semata. Monopoli ekonomi dikuasai sedemikian rupa, mulai dari sumber daya alam, industri pertanian, kehutanan dan lainnya dikuasai oleh kelompok Cendana (kroni orde baru).
Pakar politik dan Indonesianis Jeffrey A. Winters dalam ceramah Demokrasi Tanpa Hukum; Indonesia Menghadapi Oligarki di ruang Senat Universitas Hasanudin Makasar 18 April 2011 menyebut Soeharto sebagai Bapak Oligarki di Indonesia. Hegemoni oligarki ini terus mendominasi politik dan ekonomi hingga resim Jokowi – JK. Monopoli politik dan ekonomi ini juga pada akhirnya menimbulkan disparitas ekonomi yang lebar.
Arif Budimanta dalam artikel opininya di Kompas, 1 Maret 2018 mengutip Winters yang mengajukan konsep Material Power Index (MPI) sebagai indikator untuk mengukur kadar oligarki di sebuah negara.
Dijelaskan MPI dihitung berdasarkan rata-rata aset 40 orang terkaya dibandingkan rata-rata pendapatan per kapita penduduk. Berdasarkan MPI, nyatanya oligarki di Indonesia sudah terbilang parah. Nilai MPI Indonesia tahun 2017 mencapai 584.478. Itu artinya, setiap orang yang masuk daftar 40 orang terkaya di Indonesia memiliki aset 584.478 kali lipat lebih banyak dari rata-rata pendapatan per kapita.
Paradoks
Tiga tahun pemerintahan Jokowi – JK perekonomian Indonesia disebut menunjukan geliat yang baik. Menko Darmin Nasution dalam konferensi pers di Kantor Staf Kepresidenan 17 Oktober 2017 menegaskan ekonomi Indonesia terus menunjukan perbaikan yang menggembirakan yang mana ditunjukan dengan berbagai indikator antara lain kemiskinan yang menurun, pertumbuhan ekonomi yang stabil, inflasi terkendali, dan lain sebagainya.
Di sisi lain data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia mencatat pada September 2017 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 26,58 juta orang.
Menjadi pertanyaan mengapa di negara dengan sumber daya alam yang melimpah, masih ada masyarakat yang miskin?
Merunut pernyataan Menko Darmin Nasution menunjukan bahwa perekonomian Indonesia dalam kondisi baik. Apa yang keliru dari sistem ekonomi kita hingga masih saja ada masyarakat yang miskin? Apakah pemerintah tidak melibatkan secara maksimal peran serta masyarakat dalam menjaga stabilitas ekonomi? Atau masyarakat yang tidak mau melibatkan diri?
Hemat penulis rezim Jokowi- JK belum serius menjalankan sistem ekonomi Pancasila yakni suatu sistem tata ekonomi yang dijiwai oleh ideologi Pancasila, yang di dalamnya terkandung makna demokrasi ekonomi yang dilakukan berdasarkan usaha bersama berasaskan kekeluargaan dan kegotongroyongan dari, oleh dan untuk rakyat di bawah pimpinan dan pengawasan pemerintah.
Pemerintah masih absen dalam mengamalkan nilai- nilai ekonomi Pancasila yang dianut masyarakat Indonesia. Atau dengan kata lain pemerintah dan rakyat belum membangun sinergitas gerakan ekonomi Pancasila untuk mewujudkan cita – cita Sosialisme Indonesia.
Ini diperkuat dengan hasil Survei Megawati Instiute (awal 2018) tentang oligarkhi menyebutkan 1% penduduk terkaya Indonesia menguasai 45,4% kekayaan nasional, 10% penduduk terkaya menguasai 74% kekayaan nasional.
Data ini menunjukan masih besarnya monopoli oligarkis dalam roda perekonomian kita dan masih kuat hegemoni oligarki dalam sistem politik kita hari ini.
Data ini juga menunjukan bahwa dalam menjalankan sistem ekonomi pemerintah masih menggunakan sistem ekonomi liberal. Hal ini bisa dilihat dari beberapa kenyataan lapangan seperti masyarakat masih diberi kebebasan dalam memiliki sumber-sumber produksi, membiarkan asing menguasai sumber daya alam Indonesia, pembangunan minimarket dan supermarket yang sudah memiliki nama besar skala nasional dan seterusnya.
Naasnya baik sumber daya alam, retail – retail modern, sumber –sumber produksi banyak dikuasai oligarki. Dalam rangka melawan kekuatan oligarkis ini dibutuhkan kekuatan masa rakyat dalam perekonomian Indonesia. Koperasi adalah jalan terbaik sebagai wujud bersatunya massa rakyat sadar (bewust) melawan monopoli ekonomi.
Koperasi Sebagai Kekuatan Ekonomi Rakyat
Bapak Koperasi Indonesia Muhamad Hatta mendefinisikan koperasi sebagai usaha bersama untuk memperbaiki nasib penghidupan ekonomi berdasarkan tolong – menolong. Semangat tolong menolong tersebut didorong oleh keinginan memberi jasa kepada kawan berdasarkan prinsip seoraang buat semua dan semua buat seorang.
Hatta secara tersirat memberi penegasan akan adanya kekuatan ekonomi bersama atas dasar gotong royog. Dengan adanya kekuatan ekonomi bersama ini kesejahteraan anggota dapat terwujud karena di dalamnya terkandung nilai – nilai luhur yang bersifat umum dan merakyat serta prinsip kekeluargaan yang melekat.
Koperasi merupakan manisfestasi dari ekonomi kerakyatan memiliki pijakan yang kuat dan langsung menyentuh nadi kehidupan rakyat. Oleh karenanya koperasi perlu diberdayakan agar mampu menjadi motor penggerak perekonomian demi meningkatkan kesejahteraan rakyat sekaligus merupakn perangkat yang ampuh dalam mewujudkan pemerataan ekonomi.
Sebagai bentuk manisfestasi ekonomi kerakyatan, koperasi merupakan cermin yang tepat bagi pelaksanaan demokrasi ekonomi dengan kata lain, koperasi ialah tahap menuju demokrasi ekonomi.
Data BPS per tanggal 31 Desember 2016 menyebut partisipasi masyarakat sebagai anggota koperasi sebesar 37.783.160 dengan jumlah koperasi sebanyak 212.135 buah.
Merujuk data BPS ini kita bisa membaca bahwa partisipasi masyarakat Indonesia dalam koperasi masih jauh dari harapan. Oleh karenanya kampanye dan gerakan sadar koperasi harus digerakan secara masif dan sistematis. Sehingga, gerakan koperasi harus menjadi gerakan nasional yang menjangkau seluruh ruang hidup rakyat.
Pemerintah melalui kuasa legislasinya bisa menerbitkan satu regulasi baru yang menghendaki partisipasi masyarakat dalam koperasi dalam kurun waktu tertentu demi mewujudkan cita – cita sosialisme Indonesia.
Karenanya pemerintah harus mampu mengintervensi partisipasi masyarakat dalam rangka mengamalkan amanat Pancasila 1 Juni dan UUD 1945 pasal 33 ayat 1 “ Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan.
Pendiri bangsa meninggalkan tugas rumah yang maha dasyat beratnya yakni mewujudkan cita – cita sosialisme Indonesia. Sebagai anak bangsa tugas luhur ini menjadi tanggung jawab bersama bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah (Eksekutif, Legislatif dan Yudikati).
Dengan demikian pengamalan demokrasi ekonomi menjadi hal yang mutlak, di sini peran serta masyarakat dibutuhkan karena masyarakat adalah pelaku ekonomi. Dengan digunakannya kekuatan masa rakyat, maka ekonomi kita akan bebas dari intervensi kapital asing.
Koperasi menjadi wadah yang tepat untuk mewujudkan cita – cita sosiliasme Indonesia karena di dalamnya terkandung nilai – nilai Pancasila. Dengan berkoperasi masyarakat dapat mengaktualisasikan nilai gotong royong, masyarakat satu dengan yang lainnya saling tolong menolong. Pemerintah dan rakyat sudah saatnya bersatu merapatkan barisan, bergandengan tangan dan menjadi partner untuk terlibat bersama dalam membangun sistem perekonomian Indonesia.
*Penulis adalah DPP GmnI, Mantan Ketua DPC GmnI Kupang.