Ruteng, Vox NTT- Satu lagi TKI ilegal asal Desa Manusak, Kecamataūn Kupang Timur, Kabupaten Kupang, NTT bernama Imanuel Adu Mooy yang bekerja di Perkebunan Kelapa Sawit Malaysia meninggal dunia.
Dia meninggal akibat jatuh dari Pohon Kelapa Sawit, namun oleh perusahaan yang mempekerjakan yaitu Tamaco Plantation Kimbell Light Industrial Centre tidak dapat membantu selamatkan nyawanya.
Hal ini disampaikan Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Salestinus kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Senin (12/3/2018).
“Hanya karena Almarhum Imanuel Adu Mooy dan teman-temannya berstatus TKI ilegal sehingga segala akses untuk mendapatkan haknya atas pelayanan terhadap hak-hak dasar sebagai manusia makluk ciptaan Tuhan dan martabatnya yang telah dilindungi oleh UU-pun tidak dapat diperolehnya,” kata Salestinus.
“Itulah nasib anak-anak manusia NTT diperantauan Malaysia yang dibiarkan pemerintah diberangkatkan secara ilegal oleh sindikat terorganisir. Ini bukti negara dan pemerintahan provinsi NTT gagal melindungi warga negara dan warga masyarakatnya serta segala tumpah darahnya sesuai amanat UUD 1945 dimanapun berada,” tambahnya.
Menurut data yang telah dilansir di sejumlah media, kata Salestinus, Imanuel Adu Mooy merupakan TKI ilegal asal NTT yang ke 13 yang meninggal di Malaysia sejak Januari 2018 hingga Maret 2018.
“Ini berarti setiap bulan terdapat 4 orang anak manusia NTT dengan status TKI Ilegal di Malaysia meninggal tanpa pemerintah berupaya memberikan perlindungan sesuai kewajibannya. Bahkan, sekedar berempati kepada keluarga korban pun pemerintah, khususnya pemerintah provinsi NTT tidak pernah ditunjukan,” jelas Salestinus.
“Apa yang salah dengan orang-orang NTT sehingga negara absen ketika peristiwa duka yang susul menyusul mendera anak-anak NTT? Bukankah NTT merupakan salah satu bagian terpenting bahkan tidak terpisahkan dengan provinsi lain di negeri ini sehingga berhak mendapat perlakuan yang adil dan layak?” pungkasnya.
Dia mengatakan hal itu menunjukan betapa negara tidak memiliki aparatur negara yang secara sungguh-sungguh mau memberikan perlindungan terhadap seluruh warga negaranya dengan mencegah dan menanggulangi tindak pidana perdagangan orang.
“Pemerintah, dalam hal ini pemerintah provinsi NTT tidak memiliki semangat dan keinginan untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, tidak punya komitmen nasional dan internasional untuk melakukan upaya pencegahan sejak dini, penindakan terhadap pelaku dan jaringannya,” tegas Salestinus.
“Bahkan tidak ada upaya untuk membangun kerja sama dengan Pemerintah Malaysia dalam bidang pemberantasan perdagangan orang, merupakan potret buruh kondisi perlindungan HAM dan martabat manusia NTT,” imbuhnya.
Kontributor: Ano Parman
Editor: Adrianus Aba