Oleh: Hengky Ola Sura
Redaktur Seni Budaya VOX NTT
Bupati, gubernur adalah jabatan yang seksi, alasannya bukan hanya birokrat, elite politik yang tampil untuk memperebutkannya melainkan kalangan akademisi, ekonom, mantan anggota DPR/D dan sebagainya. Belum lagi tampilan kemasan baliho dan slogan-slogan yang memanjakan mata serta akronim nama paket yang enak didengar.
Ada lagi iklan melalui radio atau pun televisi yang mengundang para pendengar untuk menjatuhkan pilihan pada paket tertentu. Dalam bincang-bincang santai dengan kawan mahasiswa, saya berkeyakinan bahwa untuk level Pemilu Kada hal yang paling menonjol untuk perebutan untuk mencapai orang nomor satu di daerah bukan lagi pada soal etnik dan suku tetapi lebih kepada faktor ekonomi.
Mengapa faktor ekonomi? Karena Pemilu Kada adalah bagian dari usaha untuk mendapatkan sedekah dari siapa yang telah dipilih. Rakyat pemilih tentu tidak mau asal pilih dan suaranya terbuang tanpa melihat dan merasakan apa yang mau dibuat dan sungguh-sungguh menjadi fokus dari para calon untuk berbuat sesuatu untuk rakyat.
Inilah yang ujung-ujungya disebut sebagai faktor uang (baca, ekonomi) yang tampil mendominasi daripada soal etnik dan suku, karena para calon tentu kebanyakan orang-orang/putera daerah itu sendiri. Masa kampanye tentunya menjadi saat-saat yang cukup menegangkan bagi para calon dan rakyat pemilih untuk menyatakan komitmen dan janji untuk berbuat sesuatu bagi rakyat dan meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Rakyat pemilih tentu saja memiliki harapan yang besar kepada calon yang mau dipilihnya dan kadang tidak realistis semuanya untuk dipenuhi. Suara yang diberikan pemilih bukan sekedar asal contreng atau partisipasi dalam sebuah hajatan demokrasi melainkan yang paling mendasar adalah mendapatkan sesuatu jika calon yang dipilihnya menang, yakni keadaan ekonomi yang lebih baik.
Menilik lebih dalam pada persoalan ini, kita pun layak bertanya? Apakah para calon harus orang-orang kaya atau orang berduit? Jawabannya bisa ya bisa tidak.
Alasannya, ya karena yang namanya ongkos politik bukanlah hal yang murah. Bisa tidak, karena yang terpenting adalah bagaimana kemampuan calon terpilih untuk memanagemen tataran segala yang berkenaan dengan kebutuhan demi perbaikan hidup semua rakyat dengan lebih tepat sasar.
Bupati, gubernur juga menjadi jabatan yang seksi karena faktor kedekatan jarak fisik antara warga dan bupati atau gubernur jauh lebih pendek dibandingkan dengan presiden. Pemilih yang ekonominya morat-marit dan infrastruktur yang berantakan seperti jalan raya, irigasi, listrik dan sebagainya akan mengeluh kepada bupati atau gubernur dan mempertanyakan janji-janji yang telah digelontorkan.
Setiap musim Pemilu Kada tiba yang paling diimpikan rakyat adalah kesejateraan. Dan yang namanya kesejahteraan selalu berhubungan dengan ekonomi. Pemilu Kada menjadi seksi karena eksesnya adalah menjadi seorang eksekutif. Dan seorang eksekutif adalah seorang pengambil keputusan, jika tidak mampu mengambil keputusan yang tepat dan berimbang maka bukanlah seorang eksekutif. Dan ini menjadi ’alarm’ untuk semua calon agar menyadari bahwa ketika terpilih maka ia adalah seorang eksekutif. Dan seorang eksekutif, tak ubahnya seorang pejalan di atas tali yang lazim terdapat dalam sirkus, yang senantiasa harus hati-hati dan mengimbangi badan supaya tidak terpelanting dan keseleo.
Beginilah seksinya Pemilukada. Seksi memang sangat subyektif, tergantung penilaian, tetapi menelaah Pemilukada di kabupaten-kabupaten di NTT dan pemilukada gubernur NTT saya berkeyakinan bahwa inilah seksinya Pemilukada.
Kita semua mungkin dibuat bingung tetapi kita rakyat pemilih dan semua calon tahu dan meyakini bahwa Pemilu Kada adalah bagian dari langkah maju dan perlu. Para calon dan rakyat pemilih adalah orang-orang yang sadar dan dengan tegas menolak untuk menyerah. Rakyat pemilih menolak menyerah pada himpitan beban hidup dan para calon menolak untuk kalah, semuanya harus berjuang.