Mbay, Vox NTT- Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) Wilayah NTT memberikan apresiasi untuk Kejaksaan Negeri (Kejari) Ngada.
Apresiasi itu terutama karena Kejari Ngada telah melakukan penahanan terhadap tiga mantan pejabat penting di Kabupaten Nagekeo pada Senin, 19 Maret 2018.
Ketiganya yakni, mantan Bupati Nagekeo Yohanes Samping Aoh, mantan Sekretaris Daerah Nagekeo Yulius Lawotan, dan Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nagekeo Wake Petrus.
Ketiganya ditahan seputar kasus dugaan tindak pidana korupsi pelepasan hak atas tanah aset Pemkab Nagekeo kepada PT Prima Indo Megah untuk membangun rumah murah di Malasera, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo.
Koordinator TPDI Wilayah NTT Meridan Dewanta Dado menilai dengan adanya upaya paksa berupa penahanan oleh Kejari Ngada tersebut, maka penuntasan Kasus Malasera bisa dipercepat.
Sehingga, status hukum para tersangka dan tuduhan keterlibatannya dalam tindak pidana korupsi bisa segera dipastikan terbukti atau tidaknya melalui proses penuntutan dan persidangan di Peradilan Tipikor.
“Kami juga mengimbau agar para tersangka lainnya yang belum ditahan oleh Kejari Ngada yaitu Firdaus Adi Kisworo, Ahmad Rangga dan Monika Ernestina Imaculata untuk bersikap kooperatif serta tidak mempersulit langkah Kejari Ngada dalam menerapkan upaya penahanan terhadap mereka,” kata Dado kepada VoxNtt.com, Senin.
Menurut Dado, ketika para tersangka bersikap kooperatif maka semakin mempercepat penyelesaian Kasus Malasera tersebut.
Sejauh ini lanjut dia, TPDI Wilayah NTT meyakini bahwa Kejari Ngada telah menjalankan kewenangannya sesuai hukum yang berlaku.
Sebab itu, TPDI Wilayah NTT menyarankan agar para tersangka Kasus Malasera tidak perlu lagi berpolemik yang tidak berujung. Diharapkan bisa fokus memanfaatkan momentum persidangan di Peradilan Tipikor untuk memperjelas ada atau tidaknya perilaku korup dalam proses pelepasan hak atas tanah aset Pemkab Nagekeo kepada PT Prima Indo Megah.
Kepala Kejari Ngada Suwarsono ketika dikonfirmasi VoxNtt.com, Senin malam, membenarkan adanya penahanan ketiga mantan pejabat penting di Nagekeo tersebut.
“Ia kita hari ini (Senin) telah melakukan penahanan tiga orang tersangka kasus korupsi tanah Malasera di Nagekeo di Tipikor Kupang tadi siang. Tiga tersangka itu mantan Bupati Nagekeo Yohanes Samping Aoh, mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Nagekeo Yulius Lawotan serta Mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nagakeo Wake Petrus,” ungkap Suwarsono.
Dia menjelaskan, sebelum melakukan penahanan, Kejari Ngada telah mengirim surat panggilan tersangka pemeriksaan kasus itu sebanyak empat orang.
Namun satu diantaranya tidak datang yakni Firdaus Adi Kisworo selaku pihak ketiga. Firdaus beralasan tidak datang karena surat yang dikirim dari Kejari Ngada belum ia terima.
“Kita sudah kirim surat. Namun dia sudah pindah alamat baru. Sehingga baru tadi, dia dapat surat. Mungkin besok kita sudah periksa,” ujar Suwarsono.
Sebelum ditahan, lanjut dia, tersangka diperiksa terlebih dahulu oleh tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejari Ngada di Kejati NTT.
Usai diperiksa sebagai tersangka, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan oleh dr. Rita Sarambu di ruang klinik Kejati NTT sebelum dibawa ke Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Kupang.
Sebelumnya, dalam kasus tersebut Kejari Ngada telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dan satu diantaranya sudah meninggal.
Sementara nama lain yang terseret yakni Ahmad Rangga dan Monika Ernestina Imaculata. Kata Suwarsono, keduanya dalam proses penyidikan belum menemukan fakta hukum yang kuat.
“Sehingga hari ini tidak panggil dan tidak melakukan pemeriksaan. Tapi nanti ada pengembangan dalam sidang selanjutnya apakah mereka terlibat atau tidak. Kita lihat saat sidang kalau mereka dua terlibat ya kita tindak lanjutkan itu,” ujarnya.
Untuk diketahui, kasus dugaan tindak pidana korupsi Malasera yakni seputar pelepasan hak atas tanah aset Pemkab Nagekeo kepada PT Prima Indo Megah untuk membangun rumah murah di Malasera, Kelurahan Danga, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo tahun 2012 lalu seluas 14,5 hektare.
Lahan seluas 14,5 hektare tersebut seharusnya diperuntukan untuk pembangunan rumah susun oleh Pemda Kabupaten Nagekeo.
Dalam perjalanan dialihkan ke pihak ketiga yang kemudian bukan lagi menjadi aset Pemda Kabupaten Nagakeo, namun milik pihak ketiga tanpa melalui prosedur yang benar. Akibatnya Negara mengalami kerugian sebesar Rp 3,4 miliar.
Penulis: Arkadius Togo
Editor: Adrianus Aba