Ende, Vox NTT-Nusa Tenggara Timur (NTT) kehilangan sosok seorang tokoh panutan kesehatan yang mengabdi di Rumah Sakit Swasta St. Elisabeth Lela, Maumere.
Adalah Suster Dokter Conchita Cruz, asal Philipina yang menghembuskan nafas terakhir di RSUP Sanglah Denpasar, Kamis (22/3/2018) pukul 16.10 Wita.
Kepergian Biarawati sekaligus Dokter ini, melukis sejumlah kisah perjuangannya selama mengabdi di Flores sejak Tahun 1972. Bahkan, para kerabat hingga pasien yang pernah ditangani olehnya merasa kehilangan sosok seorang Suster Dokter Conchita yang ramah dan penuh kekeluargaan.
Dalam catatan Dr. dr. Agustinus G. Ngasu, M. Kes, bahwa, Suster Conchita dikenal sebagai dokter yang tulus dan ikhlas. Selain itu, Suster Conchita sebagai contoh sebagaimana mendedikasikan hidupnya dalam menjalankan profesi sebagai dokter dengan memiliki komitmen dan ketaatan melayani tanpa pamrih.
“Saya belajar dari beliau setelah beliau sudah uzur, dan menghabiskan masa pensiunnya di Ende,” tulis dr. Gusty melalui Messenger, Jumat malam.
Catatan lain, jelas dr. Gusty, adalah tingkah Suster Conchita dengan tetap menjaga keharmonisan seprofesinya antar senior dan yunior. Bahkan Suster Conchita kerap dan tak sungkan belajar dari yunior.
“Beliau mengajarkan tentang bagaimana seharusnya hubungan antara senior dan yunior terkait tugas profesional maupun dalam tugas-tugas lainnya dengan saling menghormati dan saling menghargai,” jelas dr. Gusty yang kini menjabat sebagai Sekda Kabupaten Ende.
“Dan juga beliau juga tidak sungkan mau belajar dari yunior,” sambung dr. Gusty.
Tidak luput dari itu, seorang pasien yang pernah dirawat Suster Conchita, Regina Bata Pharmantara pun mengisahkan riwayat Suster yang pernah bertugas di Rumah Sakit Misi Ende itu.
Suster Conchita dikenal bukan sekedar tenaga medis pada umumnya. Namun, sosoknya selama merawat pasien tetap menjunjung tinggi rasa kekeluargaan.
Ramah, saling sharing, motivasi serta memberi kekuatan sering ditunjuk Suster Conchita dalam merawat pasien.
“Kenal betul suster, karena bertahun-tahun dirawat di rumah sakit Lela sama suster. Waktu operasi juga sama suster. Dan waktu suster pindah ke Ende pun kami pergi datang,” tulis Regina melalui pesan WhatsApp.
Selama mengidap strucma (gondok dalam, beracun) pada tahun 1996, Regina kerap berobat di RS Lela. Suster Conchita adalah dokter yang menangani Regina.
Pada tahun 2000, Regina kembali ke RS Lela untuk operasi tumor indung telur. Suster Conchita menjadi sandaran hidup Regina.
“Suster Conchita bukan sekadar tenaga medis, kekeluargaannya sangat tinggi. Ramah, tulus dan akhirnya kami berteman,” jelas Regina.
Hubungan kekeluargaan antara Suster Conchita dan Regina tidak sebatas itu. Saat Suster ke Philipina, Regina menitipkan kain tenun Ende untuk keluarga disana.
“Suster selalu melayani pasien dengan penuh hati, tulus dan ikhlas. Ini mungkin yang paling berkesan,” tulis Regina.
Penulis: Ian Bala
Editor: Adrianus Aba