Ruteng, Vox NTT- Direktur PT Manggarai Multi Investasi (MMI), Yustinus Mahu akhirnya angkat bicara seputar alasan dirinya yang enggan melanjutkan kasus operasi tangkap tangan (OTT) mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Aldo Febrianto ke ranah pidana.
Yus Mahu beralasan, sejak awal pihaknya melaporkan Aldo Febrianto ke Polda NTT, komunikasi pun sudah mulai terjalin. Itu terutama antara dirinya dengan Kabid Propam Polda NTT.
Dia menambahkan, sejak awal OTT ini pula dilakukan bertujuan untuk membuktikan perilaku menyimpang Iptu Aldo, kemudian diberi pembinaan secara internal sebagaimana laporan yang diterima Propam Polda NTT sebelumnya.
“Sebagai orang tua saya juga berpikir mantan Kasat Aldo masih muda, kurang lebih 28 tahun, masih punya kesempatan untuk berubah. Baik(nya) diberi pembinaan internal saja,” ujar Yus Mahu saat dikonfirmasi VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Sabtu (21/04/2018).
VoxNtt.com memang sempat memberitakan Yus Mahu irit bicara saat ditanya seputar alasan dirinya yang enggan melanjutkan kasus OTT yang terjadi pada 11 Desember 2017 lalu itu.
Namun, Yus Mahu meminta maaf kepada awak media ini, berhubung saat berkomunikasi lebih lanjut lewat WhatsApp pada Jumat malam, dia cepat tidur.
“Saya sudah beri keterangan ke Resrimum Polda (NTT) ase (adik), apa tidak sebaiknya tanya ke Polda,” ujar Yus Mahu singkat, sebelum akhirnya dia tidak melanjutkan percakapan.
Dikabarkan sebelumnya, di berbagai grup WhatsApp beredar surat dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) seputar penanganan kasus operasi tangkap tangan (OTT) mantan Kasat Reskrim Polres Manggarai, Iptu Aldo Febrianto oleh Propam Polda NTT pada 11 Desember 2017 lalu.
OTT kala itu melibatkan Direktur PT Manggarai Multi Investasi (MMI) Yustinus Mahu yang hingga kini diduga sebagai korban.
Baca Juga:
- Soal Kasus OTT Aldo Febrianto, Yus Mahu Tak Mau Lanjut ke Pidana
- Yus Mahu Irit Bicara Soal Kasus OTT Aldo Febrianto
- PMKRI: Penyelidikan Kasus OTT Aldo Febrianto Sarat Konspirasi
Surat tersebut merupakan klarifikasi atas pengaduan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI).
Surat yang ditandatangani oleh Anggota Kompolnas Poengky Indarti itu tertuju kepada Petrus Salestinus sebagai Koordinator TPDI.
Sebelumnya memang sejumlah advokat dari TPDI melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang Propam dan Polda NTT dalam pengusutan kasus OTT Iptu Aldo Febrianto ke Kompolnas pada 4 Januari 2018 lalu.
Dalam surat, Kompolnas menjelaskan hasil gelar perkara kasus OTT Iptu Aldo pada 19 Maret 2018 lalu.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) tambahan, jelas Kompolnas, korban Yustinus Mahu menyatakan sebenarnya ia tidak berniat memberikan uang sejumlah Rp 50 juta kepada Iptu Aldo.
Pada poin lain menurut Kompolnas, korban Yus Mahu menyatakan tidak berkeinginan perkara tersebut dilanjutkan ke pidana umum, sebagaimana diatur dalam KUHP dan UU Tipikor.
Dalam surat klarifikasi tersebut Kompolnas menulis, korban Yus Mahu hanya menginginkan terlapor Iptu Aldo Febrianto diproses secara disiplin saja di internal Polri. Hal itu dimaksudkan agar kejadian sejenis tidak boleh terulangi lagi di kemudian hari.
Poin klarifikasi lain dari Kompolnas menyebutkan bahwa penyidik pembantu Dit Reskrimum Polda NTT telah melakukan pemeriksaan terhadap ahli hukum pidana dari Undana Kupang, DR. Pius Bere, SH.,M.Hum.
Menurut Pius Bere, peristiwa pemerasan yang diduga dilakukan Iptu Aldo Febrianto kepada korban Yus Mahu tidak memenuhi unsur pidana. Hal itu, baik pidana umum sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP maupun pidana khusus sebagaimana dimaksudkan Pasal 12 huruf 2 UU Tipikor.
Pendapat ahli hukum disampaikan setelah mempelajari kronologis kejadian bahwa korban Yus Mahu tidak berada dalam situasi terdesak maupun terancam keselamatannya, ataupun juga tidak mempunyai niat untuk memberikan uang kepada terlapor Iptu Aldo Febrianto.
Korban Yus Mahu hanya mengikuti saran dari Kabid Propam Polda NTT untuk dapat dilakukan penangkapan. Sehingga, terlapor dapat dibina secara disiplin di internal Polri.
“Bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka penyidik/ penyidik pembantu Dit Reskrimum Polda Nusa Tenggara Timur masih akan melaksanakan gelar perkara khusus dengan mengundang inspektorat pengawasan, Bid, Propam, dan Bidkum Polda Nusa Tenggara Timur guna menentukan apakah peristiwa dugaan pemerasan tersebut dapat ditingkatkan ke penyidikan atau tidak,” tulis Kompolnas dalam surat yang dibuat pada 16 April 2018 itu.
Penulis: Adrianus Aba