Ruteng, Vox NTT- Kade, oknum Polantas yang bertugas di Polres Manggarai diduga meminta uang kepada warga untuk mengamankan kasus.
Kasus tersebut yakni kecelakaan lalu lintas yang melibatkan Eka Budi Prasetiyo (16) dan Wili (16) di depan SMP Negeri 1 Langke Rembong pada 5 April 2018 lalu, sekitar pukul 12.30 Wita.
Saat itu Eka Budi Prasetiyo yang mengendarai sepeda motor Supra-X menabrak mobil bemo bernomor polisi EB 7200 N yang dikemudi oleh Wili (16). Bemo tersebut sementara berhenti memuat penumpang di depan SMP Negeri 1 Langke Rembong, tiba-tiba Eka menabraknya.
Eka adalah warga RT 002, RW 001, Kelurahan Mbau Muku, Kecamatan Langke Rembong. Sedangkan bemo yang dikemudi Wili milik Stefanus Jenguru, warga Kampung Pinggang, Desa Wae Ri’i, Kecamatan Wae Ri’i.
Usai kecelakaan, Eka sempat dibawa ke RSUD dr Ben Mboi Ruteng karena terjadi luka ringan. Setelah beberapa saat diperiksa, dia kemudian langsung dibawa pulang kembali ke rumahnya.
“Selanjutnya jam 4 sore hari Kamis itu saya pergi menghadap di Satlantas dan bertemu polisi bernama Razi. Pa Razi bilang datang saja esok, hari Jumat tanggal 6 jam 9 untuk ambil keterangan. Saya pun datang dengan yang bawa oto (Wili) diperiksa di ruang terpisah,” kisah Stefanus Jenguru, pemilik Bemo tersebut kepada VoxNtt.com di Ruteng, Senin malam (23/04/2018).
Stefanus mengatakan, setelah tanggal 6 kasus ini diam di Satlantas Polres Manggarai karena tidak ada komunikasi lebih lanjut. Sementara mobil bemo dan sepeda motor masih diamankan pihak Satlantas Polres Manggarai sebagai barang bukti.
Lalu, pada Senin pagi, 16 April Stefanus Jenguru membawa surat berita acara perdamaian antara kedua belah pihak ke Satlantas Polres Manggarai.
”Sampai di sana, saya bertemu polisi bernama Razi dan kasih itu surat. Yang membuat saya kaget dia dengan nada bentak bilang ke saya kamu pikir kalau sudah ada surat perdamaian masalah selesai kah? Enak saja kamu, kamu sudah terima setoran enak dari sopir,” ujar Stefanus meniru ucapan oknum Polisi bernama Razi.
Pada tanggal 16 April pula Eka dan ayahnya Riyadi dipanggil Polisi untuk dimintai keterangan seputar kasus tabrakan tersebut.
Riyadi ditemui VoxNtt.com di tempat yang sama di Ruteng mengatakan, usai diperiksa dia disuruh mengantarkan sebuah surat ke Lembaga Permasyarakatan Ruteng.
Ia diantar dengan mobil patroli bersama dua oknum Polisi bernama Ari dan Kade.
“Dalam perjalanan, dalam mobil Pa Ari dan Kade saran agar siapkan uang 200 ribu untuk kasih ke petugas Lapas bernama Darius. Katanya supaya masalah aman,” ucap Riyadi.
Setiba di LP Ruteng, Riyadi kemudian diperiksa kembali oleh petugas bernama Darius. Selanjut ia memberikan langsung uang Rp 200.000 kepada Darius atas saran oknum polisi bernama Ari dan Kade.
Selanjutnya masih Riyadi, pada Sabtu, 21 April, ia ditelepon oleh oknum Polisi bernama Ari menggunakan nomor HP oknum Polisi bernama Kade. Ari menyuruh Riyadi untuk menghadap ke kantor polisi dan memberitahukan bahwa penyidik dalam kasus tersebut yakni Kade.
Lantas tidak berpikir panjang, Riyadi kemudian datang ke kantor Polres Manggarai dan bertemu dengan Kade.
“Sampai di sana Kade suruh saya runding dengan pemilik bemo sambil menģatakan berani bayar berapa? Akhirnya saya tawarkan 1 juta. Kade bilang tidak cukup uang itu. Katanya uang itu agar kasus itu aman,” kata Riyadi.
Selang beberapa saat, Riyadi kemudian disuruh Kade untuk pulang dan berunding dengan pemilik bemo tentang uang tersebut.
“Saya sendiri bingung itu uang apa, uang yang dimintanya itu untuk apa?” tanya Riyadi.
Seharusnya Kasus Ini Tidak Rumit
Pengamat hukum dan pemerhati masalah sosial, Hilarius Teguh, S.H menilai, sebenarnya kasus kecelakaan lalu lintas tersebut tidaklah rumit, sebab kedua belah pihak sudah berdamai.
Namun, tandas Hila, kasus laka lantas ini menjadi rumit karena ada ruang bagi Polisi untuk mendapatkan uang dari gambaran konsekuensi hukum yang ada.
“Kasus tersebut kan belum sampai ke Pengadilan. Dan sangat bagus ketika kedua belah pihak berdamai, meskipun perdamaian itu tidak menghilangkan tindak pidananya. Tetapi jika sudah sampai di Pengadilan, maka ada konsekuensi hukum yang menjadi pertimbangannya,” katanya.
Rujukannya, lanjut Hila, yakni Pasal 281 UU Nomor 22 Tahun 2009. Di sana diatur bahwa jika tidak ada SIM penjara kurungan 4 bulan dan denda Rp 1 juta.
“Tergantung putusan Hakim, pidana atau denda. Itu pun kalau putusan pidana hanya ½ dari ancaman maksimum bagi orang dewasa,” jelas Hila.
Namun jika dilihat dari aspek kecelakaan sambung dia, Polisi pasti memakai pasal kelalaian. Pada Pasal 310 ayat (2) menerangkan, kelalaian yan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan, dan atau barang maka dapat dipenjara 1 tahun dan denda 2 juta.
Selanjutnya Pasal 310 ayat (3) menerangkan, kelalaian yan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat; sanksi pidanya 5 tahun dan denda 10 juta.
“Tapi ini semua kita bicarakan kalau kasus ini sudah di Pengadilan,” pungkas Hila.
Hila sendiri mengaku heran karena melibatkan pagawai Lapas dalam penyelesaian kasus laka lantas tersebut.
“Kan masih diproses di pihak penyidik! Saya curiga pihak Lapas dilibatkan untuk menakuti. Ini bagian dari modus juga,” ujarnya.
Sementara itu, Kapolres Manggarai AKBP Cliffry Steiny Lapian saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp-nya pada 24 April 2018 berjanji akan mengecek terlebih dahulu ke bawahannya terkait adanya dugaan minta uang tersebut.
Namun hingga berita ini diturunkan Kapolres Lapian belum memberikan jawaban, meski sudah ditanya kembali VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya.
Penulis: Adrianus Aba