Kupang, Vox NTT- Puluhan mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan Provinsi NTT di Jalan Jendral Soeharto Kota Kupang, Selasa (01/05/2018).
Mereka ialah, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat NTT (ART-NTT) ini yakni Liga Mahsiswa Nasional Demokrasi (LMND) Eksekutif wilayah NTT, LMND Eksekutif kupang, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), POPRATER, GP AMBAL, dan kelompok Diskusi Aintasi dan Buruh.
Usai berorasi di depan kantor Dinas Pendidikan NTT, massa aksi kemudian melakukan long march menuju Kantor Gubernur NTT di Jalan Elatari Kota Kupang.
Di sana, mereka berorasi untuk memperingati Hari Buruh Internasional dan Hari Pendidikan Nasional 2018.
Mereka membawa beberapa spanduk yang bertuliskan ‘Kaum Buruh , Mahasiswa Lawan Kapitalisme- Imperalisme ’.
Untuk diketahui, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi komoditi (dagangan), dimana alat-alat produksi dimiliki secara pribadi oleh para pemilik modal (kapitalis), sementara buruh yang tidak memiliki apa-apa selain tenaganya, menjual tenaganya kepada para pemilik modal.
Sedangkan, imperialisme adalah sebuah kebijakan di mana sebuah negara besar dapat memegang kendali atau pemerintahan atas daerah lain agar negara itu bisa dipelihara atau berkembang.
“Tahapan tertinggi Kapitalisme hari ini, semakin akutnya pengisapan- penindasan terhadap kaum buruh seluruh dunia dan kaum tertindas, sehingga jurang pemisah antara si miskin yang semakin menganga,” ujar
Ketua LMND Eksekutif Wilayah NTT, Fransisko Lopes saat diwawancarai VoxNtt.com di sela-sela aksi tersebut.
Menurut dia, konspirasi-konspirasi antar koorporasi yang telah lama terjadi di Indonesia hanya untuk kepentingan ekspor kapital, pengusaha SDA dan pengusaha SDM.
“Kepentingan pasar tenaga kerja murah dan perluasan wilayah untuk pasar komoditi, telah menyisahkan eksploitasi bangsa antar bangsa, manusia dan manusia hari ini tidak dapat diatasi,” lanjut Lopes.
Rezim Jokowi-JK, kata dia, dengan dalil meningkatkan ekonomi Indonesia telah memotong subsisi-subsidi bagi rakyat dalam setiap sektor.
Jokowi-JK juga menetapkan regulasi-regulasi yang tidak berpihak pada rakyat dan pembangunan infrastruktur yang begitu masif.
“Di balik semuanya adalah untuk kekuasaan absolute kapitalisme asing dan kapitalisme domestik. Di sini keberadaan kaum buruh Indonesia dan rakyat tertindas lainnya menjadi korban dari kebijakan – kebijakan yang dibuat rezim Jokowi- JK dengan politik murah yang diatur dalam PP Nomor 78 tahun 2015. Semakin menguntungkan kapitalis, sementara buruh semakin terisap melalui jam kerja yang begitu panjang, tanpa adanya jaminan kehidupan yang layak,” ujar Lopes.
Di bawah kapitalisme dan imperalisme lanjut dia, kebijakan rezim Jokowi-JK simultan terjadi kesenjangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Buktinya, setiap daerah di Indonesia termasuk di NTT lapangan pekerjaan, alat produksi, modal teknologi, jaminan pasar dan sektor produktif rakyat.
Dia menegaskan, di NTT sendiri hal-hal tersebut dikesampingkan oleh rezim Frans Lebu Raya telah sehingga menyebabkan angka pengangguran yang tinggi.
“Tingginya angka putus sekolah, kemiskinan yang struktural, proletarisasi dalam bentuk meningkatnya buruh migran yang berdampak pada meningkatnya kasus human trafficking sejak 5 tahun terakhir,” ujar Lopes.
Menurut dia, human trafficking tidak terlepas dari dampak ekonomi politik yang dijalankan tidak berpihak pada rakyat kecil. Akibatnya, banyak warga NTT menjadi buruh migran.
“penyelesaian human trafficking tidak hanya sebatas penangkapan pelaku dan lain sebagainya. Tapi yang harus dibicarakan mengenai penyediaan lapangan kerja, alat produksi dan modal serta pasar, jaminan kesehatan, jaminan kerja,” imbunya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Adrianus Aba