Borong, Vox NTT-Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur meminta Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Manggarai segera melakukan klarifikasi terbuka atas ucapan “Bupati Matim Tidak Pantas Menjadi Pemimpin dan Bupati Yosep Tote Mati Suri”
Ucapan tersebut ditegaskan Ketua GMNI Cabang Manggarai, Martinus Abar dalam orasinnya saat aksi demonstrasi di Borong, Selasa (08/05/2018).
Baca: GMNI Sebut Bupati Tote Tidak Pantas Jadi Pemimpin
Kasubag Humas Setda Matim, Agus Supratman dalam rilis yang diterima VoxNtt.com menegaskan, GMNI harus segera memberikan penjelasan detail soal ukuran atau takaran ketidakpantasan Bupati Yosep Tote menjadi pemimpin.
Agus mengancam, bila tidak segera melakukan klarifikasi, maka Pemkab Matim akan segera mengambil langkah tegas.
Aksi demonstrasi yang dilakukan GMNI Cabang Manggarai di depan Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kantor DPRD, dan Kantor Bupati Matim dinilai Agus telah melecehkan pemerintahan yang sah. Sebab menurutnya, telah melenceng dari pokok persoalan yang diperjuangkan.
Mantan jurnalis Media Rakyat itu menyatakan, penyampaian aspirasi yang awalnya dikemas dalam bentuk aksi damai menjadi tidak damai.
Dia beralasan aksi berkamuflase damai itu ternyata menjurus kasar dan berdampak pada ancaman terganggunya situasi struktur sosial masyarakat di Kabupaten Matim.
Ungkapan itu pula dianggap sebagai suatu kekerasan verbal, sebab menyerang keabsahan pemerintahan yang ada.
Menurut Agus, klarifikasi terbuka penting dilakukan demi menjunjung tinggi eksistensi pemerintahan yang berwibawa dan bermartabat di Kabupaten Matim.
Bupati atau kepala daerah adalah simbol pemerintah RI di daerah yang menggerakan mesin birokrasi daerah kabupaten.
Untuk itu Pemkab Matim meminta GMNI Manggarai bertanggung jawab atas pernyataan tersebut.
Pemkab Matim, kata Agus, memberi waktu kepada GMNI untuk segera menyampaikan klarifikasi terbuka atas ucapan yang dinilainya terkesan kotor dari sang orator. Jika tidak, Pemda Matim akan mengambil Iangkah konkret selanjutnya.
Dia menjelaskan, dalam aksi unjuk rasa itu disebutkan ukuran ketidakpantasan Bupati Matim menjadi pemimpin hanya karena dua kali pendemo mendatangi kantor Bupati Matim, namun tidak berhasil bertemu Bupati Yosep Tote.
Bupati Matim lanjut dia, tidak punya niat picik seperti yang disampaikan orator Martinus Abar. Dia bahkan sering beraudiensi langsung dengan pendemo.
Baca: Pernyataan Kasubag Humas Matim Dikecam Alumni GmnI
Hanya saja kebetulan dua kali aksi terkait kisruh guru THL di Dinas PK Matim, Bupati Yosep Tote sedang tidak ada di tempat.
Agus menjelaskan, dalam urusan kepemerintahan bila seorang kepala daerah atau bupati sedang tidak ada di tempat, maka beberapa urusan kepemerintahan yang bukan bersifat strategis dilimpahkan kepada pejabat tertentu.
Itu termasuk Asisten Sekda yang selalu setia mendengar dan berdialog langsung sebanyak dua kali dengan pendemo kisruh guru THL di Matim.
Segala aspirasi pendemo tentu saja tetap diterima Bupati Yosep Tote dalam bentuk laporan lisan dan tulisan.
“Jadi jangan perna berpikir segala aspirasi kelompok aksi itu tidak diketahui Bupati,” ujar Agus.
Dia menegaskan, sebagai otorisator kebijakan Pemerintah tentunya selalu berpikir dan merencanakan yang terbaik untuk masyarakat, termasuk para guru. Untuk mencapai suatu tujuan tentu saja melalui beberapa tahapan dengan mempertimbangkan regulasi yang berlaku.
Sedangkan untuk GMNI Manggarai, Pemda Matim juga menaruh simpati baik, sebab memiliki sikap peduli yang tinggi atas beberapa persoalan di kabupaten itu.
Atas hal itu, secara khusus Pemda Matim juga mengapresiasi baik sikap represif GMNI Manggarai dalam menanggapai kisruh guru THL tersebut.
Agus mengatakan, pemerintah Matim menyadari tanpa kontrol sosial mitra seperti GMNI, tentunya tidak elok bagi sebuah pemerintahan moderat saat ini.
“Maka untuk itu, demi kemitraan yang harmonis, GMNI Manggarai kiranya secepat mungkin lakukan klarifikasi terbuka atas ungkapan dimaksud, sebelum terjadinya hal hal yang tidak diinginkan bersama,” tandas Agus.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba