Borong, Vox NTT-Kejaksaan Negeri Manggarai dan Inspektorat Manggarai Timur didesak segera mengusut tuntas proyek lapen di desa Golo Wune, Kecamatan Poco Ranaka.
Proyek tersebut diduga dikerjakan asal jadi dan ada indikasi praktik kolusi dan nepotisme.
Desakan itu disampaikan pemerhati sosial Matim, Laurentius Ni.
Kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Sabtu (12/05/2018), Laurens menjelaskan, upaya untuk mengatasi keterisolasian di desa atau di daerah adalah perwujudan dari keinginan bersama agar bisa memudahkan akses ke berbagai tempat.
Kata dia, salah satunya dari jalan raya yang dibangun dengan satu tujuan memperlancar perputaran ekonomi di desa bahkan ke daerah kabupaten.
Pengerjaan lapen hendaknya selalu menjaga mutu agar dapat dimanfaatkan oleh pengguna atau masyarakat.
Laurens menegaskan, jika pengerjaan lapen yang ada di Desa Golo Wune belum setahun, namun sudah mulai rusak apalagi tidak sering dilalui kendaraan, maka kualitasnya patut untuk dipertanyakan.
Kondisi ini tentu saja membuat masyarakat prihatin karena pengerjaan proyek itu terkesan “asal jadi” tanpa mempertimbangkan kualitas yang baik.
Baca: Belum Satu Tahun, Lapen di Desa Golo Wune Sudah Rusak
Dia menambahkan, persoalan utama rendahnya kualitas pengerjaan proyek tersebut adalah kontraktor merangkap sebagai Ketua Tim Pengelola Kegiatan (TPK).
Hal ini menunjukan adanya upaya pemaksakan diri bagi kontraktor dan berpikir hanya dia saja yang mempunyai kesanggupan untuk mengelola.
Seharusnya kata Laurens, TPK itu diberikan kepada orang lain. Sehingga setiap item kegiatan dapat dikerjakan dengan baik dan mudah untuk dipertanggungjawabkan sesuai tugas masing masing.
Akan tetapi kalau hanya pada satu orang saja untuk melaksanakannya, maka peluang untuk korupsi dari pengerjaan proyek tersebut akan lebih besar.
“Untuk itu meminta inspektorat Kabupaten Matim dan Kejaksaan Negeri Ruteng untuk melakukan pemantauan langsung di lapangan sebagai bentuk pengawasan pemerintah dalam pengelolaan anggaran desa,” ujar Laurens.
“Jika ditemukan pengerjaan yang tidak sesuai serta kualitas yang buruk patut diduga ada praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka pemerintah desa dan kontraktor harus ditindaktegas,” tambah dia.
Tak hanya meminta untuk turun meninjau langsung ke Desa Golo Wune, Kejari Manggarai dan Inspektorat Matim juga diminta untuk mengusut tuntas dugaan praktik kolusi dan nepotisme aantara kepala desa dengan kontraktor yang merangkap sebagai ketua TPK proyek itu.
“Mesti telusuri, itu diduga ada fee proyek untuk kepala desa dari kontraktor,” tukas Laurens.
Dia menambahkan, TP4D dibentuk untuk mengawal pelaksanaan pembangunan di desa-desa.
Dalam melaksanakan tugasnya TP4D lebih menekankan pada pengawalan pengamanan agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan dana desa.
Dia menambahkan, kepala desa mesti memahami aturan terkait pembentukan TPK dan persyaratannya lainnya yang melekat.
“Jika kontraktor jadi TPK, terus yang merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi proyek itu kontraktor sendiri. Kan aneh. Siapa awas siapa. Masa kontraktor awasi kontraktor. Pemerintah desa mesti baca dan tahu aturan itu. Jangan hanya saja cari untung, semua tugas itu dilimpahkan ke satu orang saja. Jelas-jelas TPK dan kontraktor itu punya fungsi yang berbeda. Harus ada pembagian tugas yang jelas supaya tidak ada tumpang tindih dalam menjalankan tugas,” ujar Laurens.
Penulis: Nansianus Taris
Editor: Adrianus Aba