Kupang, Vox NTT- Sejumlah aktivis mahasiswa dan organisasi kemasyarakatan yang tergabung dalam Aliansi Solidaritas untuk Marosi kembali menggelar aksi menuntut penyelesaian kasus penembakan Poro Duka.
Aksi itu berlangsung di depan Mapolda NTT, Kamis (28/6/2018) siang.
Koordinator Umum aksi Mathias Karyun mengatakan, kematian Poro Duka masih menyimpan duka terhadap petani di NTT, khususnya masyarakat Sumba Barat dalam mempertahankan kedaulatan atas tanah.
“Hal ini juga merupakan cerminan bahwa pemerintah selalu menempatkan jalur represif dalam melakukan upaya meredam gejolak masyarakat yang sedang mempertahankan hak atas tanah dalam memperoleh kehidupan,” kata Mathias Karyur dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (28/6/2018) malam.
Menurut Mathias, tindakan brutal dan represif yang dilakukan oleh Kepolisian Resort Sumba Barat terhadap masyarakat dipicu karena masyarakat menolak pengukuran tanah yang dilakukan oleh BPN bersama PT Sutra Marosi Kharisma (SMK) di tujuh bidang tanah dengan luas 200 hektare.
“Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terjadi karena masyarakat ingin mengetahui secara jelas terkait status kepemilikan PT SMK,” ujarnya.
Dalam peristiwa tersebut kata dia, aparat dari Polres Sumba Barat menggunakan kekerasan dan bahkan menggunakan senjata api untuk membubarkan masa yang menolak pengukuran tanah.
“Akibatnya dua orang terkena tembakan, dan 1 orang meninggal dunia yakni, Poro Duka, dan 10 orang mengalami kekerasan fisik, bahkan ada 1 korban anak kecil yang sekarang duduk bangku SMP menjadi korban kekerasan,” pintanya.
Mathias mengatakan, kasus ini menambah deretan fakta tentang sikap Negara terutama Polri dalam menyelesaikan konflik agraria dengan cara intimidasi, kriminalisasi dan kekerasan yang menimbulkan korban nyawa.
“Pada tanggal 25 April 2018 kasus ini telah dilaporkan oleh keluarga korban yang didampingi oleh kuasa hukum pada kantor Bantuan Hukum Sumba & SALURA dengan Nomor Laporan Polisi: LP/PID/II/2018/NTT/RES.SB/SEK.LBY dan telah menerima tanda bukti laporan dengan nomor: TBL/II/IV/2018/NTT/ RES.SUMBA BARAT/ SEK. LBY,” tandasnya.
Lanjut Mathias, penyelidikan terhadap kasus ini oleh Polres Sumba Barat telah berlangsung selama lebih dari satu bulan dan kemudian kasus ini dilimpahkan ke Polda NTT pada tanggal 08 Juni 2018 berdasarkan pemberitahuan oleh Polres Sumba Barat dengan nomor surat: B/174/VI/2018/RESKRIM.
“Sampai dengan hari ini tanggal 28 Juni 2018 kasus ini masih mengundang tanya, sejauh mana proses penyelidikannya?” kesalnya.
Dia menambahkan, lambatnya penanganan kasus kematian Poro Duka membuat kami Aliansi itu menduga bahwa ada keterlibatan oknum Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur.
“Jika kasus ini tidak cepat diselesaikan maka kami dari Aliansi memiliki ketakutan akan muculnya Poro Duka baru di Kabupaten lainnya,” tutupnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Adrianus Aba