Kupang, Vox NTT- Setelah sekian lama mengaku sebagai Ketua Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan Perguruan Tinggi (YPLP) dengan mencatut nama PGRI NTT dan memberikan gelar akademik ilegal kepada sejumlah mahasiswa, Hendrik Djawa (HD) kini harus berhadapan dengan masalah hukum.
Pasalnya HD ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kepolisian Resort Kupang Kota, setelah melakukan pengukuhan (wisuda) dan memberikan gelar ilegal kepada sejumlah eks mahasiswa PGRI NTT.
Wakapolresta Kupang Kota Kompol Edward Jacky Tofani Umbu Kaledi kepada awak media mengatakan, selama ini HD mengukuhkan dirinya sendiri sebagai Ketua YPLP pada Perguruan Tinggi PGRI NTT. Dengan itu, dia kemudian mengangkat Rektor, wakil rektor dan dekan.
Padahal, izin pendirian Universitas PGRI NTT dan izin pembukaan program studi pada universitas PGRI NTT yang diselenggaran oleh YPLPPT sudah dinyatakan ditutup.
Penutupan kampus ini sebagaimana tertuang dalam surat keputuasan (SK) Mentri Riset dan Teknologi pendidikan tinggi Republik Indonesia (RI), nomor 208/M/KTP/ 2017 pada tanggal 31 Mei 2017 lalu.
Dengan demikian, tersangka HD telah melakukan pembohongan publik yang telah mengorbankan sejumlah mahasiswa yang diwisudakannya. Selain itu, HD juga telah memperkaya dirinya dengan cara memeras sejumlah mahasiswa tersebut dengan modus biaya pendaftaran wisuda.
“Perkara ini dengan tersangka HD yang pada saat itu mengatasmakan dirinya sebagai ketua YPLPPT PGRI NTT dan mengambil langkah-langkah berupa mengangkat atau melantik Rektor, wakil Rektor, dan dekan fakultas Universitas NTT. selanjutnya melaksanakan wisuda kurang lebih berjumlah 263 orang,” kata Edward kepada wartawan, di Aula lantai 1 Mapolresta Kupang Kota, Kamis (12/7/2018) siang.
Dari kesepakatan dan rangkaian yang telah dilakukan bersama orang-orang yang ditunjuknya sebagai rektor dan jabatan lainnya, tersangka HD mengumumkan pendaftaran wisuda dapat dilaksanakan bagi mahasiswa/i universitas PGRI NTT dengan biaya sebesar Rp. 4, 5 juta per orang. Sehingga, total dana pendaftaran yang diterima senilai Rp 1.183.500.000.
“Perlu ketahui kita sekalian bahwa ditutupnya universitas PGRI NTT yang bersangkutan atau tersangka masih mau mewisudakan berjumlah 263 orang dalam lima tahapan wisuda yakni, periode Oktober 2017 sebanyak 185 orang, periode November 2017 berjumlah 65 orang, periode Desember 2017 ada 3 orang, periode April 2018 sebanyak 5 orang dan periode 31 Mei 2018 mewisudakan 4 orang,” tandasnya.
Lanjut Edward, sejumlah barang bukti yang telah diamankan oleh polresta Kupang Kota berupa, Surat keputusan pengangkatan Rektor, Ijazah Sarjana, Transkip nilai, fotocopy ijazah, surat penyelesaian studi akademik, surat penghargaan strata satu, sejumlah sekripsi, biodata lulusan universitas PGRI NTT, surat izin pendaftaran wisuda, daftar alumni PGRI NTT, slip setoran pembayaran wisuda, buku slip bank BRI, buku pendaftaran wisuda, dan stempel Rektor, Dekan, panitia wisuda yang dilegalisir.
“Dari rangkaian tersebut maka, diduga tersangka HD telah melanggar pasal 67 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 5 atau pasal 67 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,” tutupnya.
HD, Mahasiswa DO dari PGRI
Sebelumnya sebagaimana diberitakan sejumlah media, Ketua Yayasan UPG 1945, Semuel Haning mempertanyakan status Hendrik Djawa yang telah mewisudakan ratusan mahasiswa dengan menggunakan nama, logo dan merek milik PGRI, serta melakukan berbagai kejahatan lainnya.
Semuel Haning mengatakan, Hendrik Djawa terdaftar sebagai mahasiswa PGRI NTT tahun 2005 di Fakultas Hukum. Namun, karena tidak sanggup menyelesaikan masa studinya sehingga pihak universitas melakukan Drop Out (DO) pada tahun 2013 lalu.
Semuel menambahkan, penggunaan nama, merek, dan logo PGRI tidak sah. Pasalnya izin universitas PGRI NTT telah dicabut oleh Kemenristek Dikti pada tanggal 31 Mei 2017 lalu.
Dia menegaskan, pelaku HD telah melakukan sejumlah Tindak Pidana antara lain melanggar Pasal 67 dan Pasal 71 UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 91 UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Pasal 228 KUHP terkait kejahatan dalam jabatan.
Tindak pidana lainnya Pasal 378 KUHP terkait penipuan, UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Kami mencatat ada enam jenis tindak pidana yang dilakukan oleh HD dengan akumulasi ancaman pidana selama 26 tahun penjara serta denda Rp 29 milyar,” ungkap Semuel.
Ditegaskannya, mahasiswa yang telah diwisuda oleh HD dan menggunakan surat keterangan kelulusan atau ijazah dari HD akan dikenakan sanksi Pasal 68 ayat (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan akan dijerat dengan ancaman pidana 5 Tahun penjara serta denda Rp 500 juta.
Penulis : Tarsi Salmon
Editor : Boni Jehadin