Waibakul, Vox NTT -Tingginya persentase siswa yang berangkat ke sekolah tidak didahului dengan sarapan, disinyalir menjadi salah satu penyebab rendahnya kualitas siswa di Sumba Tengah.
Temuan ini terungkap dalam pertemuan konsultasi publik hasil analisis APBD fungsi pendidikan Sumba Tengah yang diselenggarakan di Aula Kantor Bupati Sumba Tengah, 20 Juli 2018.
Menurut Wakil Bupati Sumba Tengah, Umbu Dondu, banyak anak-anak yang berangkat sekolah tidak sarapan terlebih dahulu. Akibatnya mereka tidak bisa konsentrasi penuh dalam menyerap pelajaran yang disampaikan guru di kelas sehingga berdampak pada kualitas penyerapan materi pembelajaran.
Padahal alokasi dana pendidikan dalam APBD Sumba Tengah cukup tinggi. Dari total APBD 589 milyar tahun ini, 120 milyar lebih dialokasikan untuk pendidikan.
Namun, menurut Wabup Dondu, besarnya alokasi pendanaan tidak akan bisa menampakkan hasil memuaskan jika penerima layanannya yaitu siswa tidak mendukung terciptanya kondisi yang memungkinkan menerima pembelajaran.
“Lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat sangat berpengaruh terhadap siswa,” ujarnya.
Besarnya angka siswa yang tidak sarapan ini dipertegas oleh Kristopel, Ketua Komite SMP di Sumba Tengah yang hadir dalam pertemuan tersebut. Ia menyatakan bahwa persentasenya bahkan bisa mencapai diatas 75%.
Selain tidak sarapan, sebagian besar juga tidak diberikan uang saku untuk makan atau jajan.
“Kesadaran orang tua terhadap pendidikan masih belum tinggi. Mereka juga jarang membantu siswa mengerjakan PR dan tidak memberikan gizi secukupnya agar siswa bisa bertumbuh kembang dan mampu menyerap pembelajaran lebih baik. Bagaimana mereka menyerap pembelajaran dengan baik, kalau mereka lemas dan tidak bersemangat karena belum sarapan,” ujarnya.
Ditambah dengan masalah lain seperti tingkat absensi siswa yang tinggi, banyaknya guru yang tidak terlatih dan masih lulusan SMA, penyebab tingginya persentase anak yang tidak sarapan pagi berdampak pada rendahnya persentase siswa yang layak naik kelas di daerah tersebut.
“Berdasarkan penelitian dengan menggunakan instrument EGRA yang dilakukan program ACDP tahun 2016, hanya 23 % siswa kelas dua yang layak naik kelas tiga, selebihnya 77 persennya sebenarnya belum layak” ungkap Hironimus Sugi, Provincial Manager INOVASI di Sumba dalam paparan Konsultasi Publik tersebut.
Mereka dianggap tidak layak naik kelas karena kemampuan membaca siswa kelas awal tersebut masih kurang.
Seperti diketahui, hasil penelitian ACDP pada tahun 2016 yang dilakukan di daerah Sumba, kurang lebih hanya 30% siswa kelas dua pada akhir tahun yang bisa membaca. Kebanyakan siswa yang diteliti belum mengenal huruf.
Selain peran orang tua yang kurang dalam menstimulasi dan memfasilitasi belajar anak, Wakil Bupati Sumba Tengah menerangkan tingkat literasi di kalangan siswa juga masih rendah. Hal ini disebabkan oleh jarangnya buku-buku khusus yang mengajarkan membaca huruf pada siswa.
“Buku-buku untuk mengenalkan huruf juga masih jarang, umumnya hanya buku-buku teks pembelajaran,” ujarnya.
Agar kondisi tersebut bisa diatasi, pada konsultasi publik yang diprakarasi oleh INOVASI ini, ada beberapa langkah yang menurut Bupati Sumba Tengah, Umbu Sappi Pateduk perlu dilakukan, diantaranya memaksimalkan peran komite sekolah dan masyarakat.
“Pemerintah desa bersama sekolah kita harapkan terlibat dalam meningkatkan kesadaran orang tua siswa terhadap apa yang penting dilakukan terhadap anak didik agar kualitasnya menjadi lebih baik,” ujarnya.
Bupati Sumba Tengah juga berharap Linmas bisa bekerjasama dengan Kepala Desa dan Sekolah untuk memastikan penerima layanan mendukung aktivitas peserta didik dalam memaksimalkan penerimaan layanan.
Menurut Bupati, penyedia layanan dan penerima layanan Pendidikan harus saling mendukung. Tanpa sinergi yang baik, walau alokasi dana APBD untuk pendidikan besar, kemajuan pendidikan Sumba Tengah akan sulit tercapai.
Untuk penyedia layanan, Bupati Sumba Tengah menegaskan perlunya program peningkatan kualifikasi dan kompentensi guru melalui pelatihan dan bimbingan teknis.
“Selain itu penyelenggaraan program pembelajaran dengan menggunakan bahasa daerah untuk kelas awal juga perlu diterapkan,” ujarnya.
Turut hadir dalam kegiatan Lokakarya Analisis APBD Sumba Tengah ini adalah Ketua Komisi 1 DPRD Sumba Tengah, Abdul Fatah.
Fatah mendesak semua pihak menjalankan komitmen dan menindaklanjuti hasil pertemuan. INOVASI diharapkan juga bisa berperan dalam menjembatani semua pihak agar kualitas pendidikan di Sumba Tengah, terutama untuk literasi dan numerasi, bisa membaik.
“Kita tak bisa jalan sendiri-sendiri,” ujarnya.
INOVASI merupakan program pendidikan kemitraan pemerintah Australia dan Indonesia. Di NTT, program ini diluncurkan pada tanggal 2 November 2017 dan akan berakhir pada akhir tahun 2019.
Penulis: Ajieb
Editor: Irvan K