Oleh: Sutomo Hurint
Jurnalis VoxNtt.com, tinggal di Flores Timur
Georg Kirchberger dalam bukunya berjudul Allah Menggugat (Ledalero, 2007) menulis tentang jenis-jenis, pengaruh, dan peran roh-roh jahat dalam kebudayaan kita (NTT). Bagi saya sangatlah menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Sebagai bagian dari masyarakat NTT, saya mengapresiasi tulisan ini. Mengapa? Karena dia secara gamblang dan runtut mengurai sisi yang masih tabu untuk dibicarakan masyarakat kita.
Secara garis besar ia membagi dunia roh-roh yang berbahaya tersebut ke dalam tiga kelompok. Pertama, roh-roh halus yang bertempat tinggal di pelbagai tempat angker. Kelompok roh jahat ini suka menunggu orang yang lewat dan membuatnya jatuh sakit dan meninggal.
Kedua, suanggi, manusia atau semacam manusia yang memiliki kekuatan gaib yang bersifat jahat. Kelompok ini seringkali dianggap pemakan daging manusia—yakni daging orang-orang yang dibunuhnya.
Ketiga, roh orang yang baru meninggal. Roh manusia yang baru meninggal ini ditakuti sebagai roh jahat yang berbahaya karena mau mengambil nyawa manusia, khususnya anak-anak.
Menilik uraian di atas dapat ditarik benang merah antara ketiga kelompok roh jahat. Benang merah itu adalah kesamaan ciri-ciri yakni; merugikan hidup dan membunuh orang lain demi mempertahankan hidupnya sendiri.
Masyarakat NTT kebanyakan masih mempercayai keberadaan roh-roh ini. Banyak peristiwa buruk yang terjadi, sebut saja misalnya seseorang jatuh sakit yang tak kunjung sembuh, kecelakaan, dan kematian selalu dikaitkan dengan keberadaan roh-roh jahat ini. Keberadaan mereka dianggap sebagai faktor penyebab malapetaka yang menimpa hidup manusia.
Diantara ketiga jenis roh jahat ini, kelompok roh jahat yang paling ditakutkan dan dianggap paling berbahaya di tengah-tengah masyarakat kita adalah suanggi.
Ketika penulis berpanjang lebar dengan suanggi lantas dikaitkan dengan judul tulisan ini, maka muncul pertanyaan apa hubungan suanggi dengan korupsi?
Keberadaan suanggi masih menjadi misteri dan menakutkan bagi masyarakat di NTT. Momok mendasar dari suanggi adalah karena bersosok manusia. Hal ini menimbulkan keresahan dan kecurigaan di antara sesama anggota masyarakat, bahkan menjadi persoalan yang sangat sensitif dan pemicu konflik sosial.
Pada tahun 2011 lalu, media lokal di NTT ramai memberitakan insiden di Dusun Watodei, Adonara Barat dimana warga menuding pria berinisial DK sebagai suanggi yang menyebabkan anak mereka meninggal dunia. Mereka kemudian membakar dan mengusir korban yang sudah bermukim puluhan tahun di desa tersebut. Peristiwa serupa juga pernah terjadi di daerah lain seperti di Rote, Alor, Kota Kupang dan Ende.
Korupsi Itu Suanggi
Korupsi dalam pengertian umum adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Tindakan korupsi tentu saja sangat merugikan negara. Dana atau uang negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat malah secara sengaja dipergunakan untuk memperkaya diri, alias perbuatan merampok uang rakyat demi mendapatkan kesenangan diri sendiri dan mempertahankan kemapanan kelompok atau klan.
Korupsi merupakan tindak kejahatan dan jelas-jelas merugikan keberlangsungan hidup bangsa dan negara. Cara kerja koruptor sama saja dengan suanggi, yakni meneror bahkan mengambil darah dan daging orang lain.
Hanya persoalannya, bila dalam alam pemikiran masyarakat NTT, suanggi masih demikian menyeramkan, mengapa tidak demikian halnya dengan koruptor? Masyarakat seolah-olah masih memberi ruang pemakluman yang besar. Hal ini yang membuat koruptor tak jera, karena seolah-olah perbuatannya ini bukanlah aib dan masih dimaklumi oleh masyarakat luas.
Banyak orang NTT yang masih terbelenggu dengan pola pikir yang cenderung salah dan menghambat pembangunan di NTT. Masih umum terjadi bila seseorang memiliki kedudukan tinggi dalam masyarakat kita, kerabatnya akan merapat dan mengharapkan nepotisme.
Sosok yang royal pada keluarganya ini kemudian dipandang sebagai sosok pahlawan ketika ia juga royal membagi-bagikan uang pada klannya. Bahkan sekalipun uang yang dibagikan secara royal itu diperoleh dari jalan korupsi. Betapa ironis!
Jabatan politis dan kedudukan tinggi bukan lagi merupakan sarana untuk mengangkat derajat hidup masyarakat banyak, tetapi malahan menjadi wadah untuk memupuk harta dan kekayaan, bahkan dengan cara mencuri.
Sudah marak di negeri ini, seperti kekuatan magis, tersangka yang secara jelas-jelas terbukti merampok uang rakyat malah bebas berkeliaran di luar jeruji besi yang seharusnya menjadi kediaman terakhirnya.
Generasi tua mungkin saja masih terbelenggu pada momok suanggi yang kisahnya diwariskan turun temurun melalui tradisi lisan. Akan tetapi, generasi masa kini harus punya kesadaran bahwa momok yang mengancam bangsa ini secara sistematis dan terlembagakan adalah korupsi yang sudah berurat akar.
Korupsi adalah tangan panjang dari roh-roh jahat yang membawa ketidakadilan bahkan kesengsaraan masyarakat luas. Baik korupsi kecil-kecilan yang dilakukan pegawai, maupun korupsi besar-besaran di tingkat pejabat tinggi adalah wujud perbuatan hina dan tidak bermartabat.
Saat ini kita tengah menuai pesta demokrasi yakni memilih tokoh-tokoh penyambung lidah rakyat. Saya ingin mengajak masyarakat luas bersama-sama mengawal pemerintahan kita menjadi pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Untuk itu saya mengutip kata-kata Kirchberger “Hal yang perlu kita buat adalah masing-masing pribadi sanggup melihat diri dalam keadaan yang benar, termasuk dalam kesalahan dan kejahatan, tidak takut diadili dan dihakimi karena kenyataanya, dalam kehidupan sehari-hari kita sendiri berulang kali melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan roh-roh jahat di atas”.
Semoga kita masing-masing mampu membebaskan diri dari nafsu jahat yang merugikan orang lain. Terlebih para pemimpin yang memikul tanggung jawab akan nasib masyarakat umum, harus mampu membebaskan dirinya dari hasrat dan tindakan korupsi!
Korupsi itu suanggi!