Larantuka VOX NTT– Petani pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) di Kabupaten Flores Timur, provinsi NTT merasa bersyukur bisa mendapat izin untuk mengelola kawasan hutan demi memenuhi kebutuhan mereka.
Para petani mengaku, program Hkm yang dicanangkan kementrian kehutanan ini berdampak baik saat mereka mendapat dampingan langsung dari Lembaga Swadaya Masyarakat, Ayu Tani.
Ayu Tani adalah satu LSM lokal di Hokeng, Flotim yang program kerjanya fokus pada kegiatan-kegiatan pemberdayaan petani dan merawat hutan.
Selama dua dekade ini, Ayu Tani ikut mendampingi para petani pengelola Hutan Kemasyarakatan atau yang biasa disebut HKm.
“Sebagai petani, kami bersyukur karena dengan adanya HKm kami sudah bebas bekerja di kawasan ini. Dulu, sebelum IUP HKm ada, mana mungkin kami bisa berkebun di kawasan ini,” demikian Rudolfus Rede mengawali sambutan sebagai Wakil Ketua Pengurus Lembaga Masyarakat Adat (LPMA) saat membuka kegiatan evaluasi yang diselenggarakan pada tanggal 22 s/d 23 Juni 2018 di Baologun.
“Kami bersyukur dengan adanya pendampingan yang dilakukan Yayasan Ayu Tani dan teman-teman yang lain, IUP HKm sudah ada, tapi bila tidak ada pendampingan, belum tentu akan berhasil seperti saat ini, ” ungkap Rede.
Anto Lado, salah satu petani pengelola, asal Desa Hikong, menuturkan, selain menanam kopi, di lokasi HKm, keluarga mereka juga menanam ubi jalar di bawah tegakan kopi.
Hasil penjualan ubi jalar pada tahun 2017 bisa mendapat uang senilai Rp. 14 juta/tahun. Belum termasuk hasil dari tanaman lain seperti pisang dan nenas.
“Dengan penjualan ubi jalar dan aneka tanaman semusim, saat ini keluarganya tengah membangun rumah. Intinya kami bersyukur bahwa HKm sudah membantu meningkatkan pendapatan kami”, kata Anton.
Hal senanda juga disampaikan bapak Paulus Migu (60), petani asal Desa Boru Kedang. Menurutnya, selain menanam tanaman kopi dan beberapa jenis lain yang bibitnya diusahakan bersama, dia juga menanam sirih.
“Saya tanam siri karena saya tahu bahwa sebagian masyarakat di wilayah ini suka makan siri pinang. Sirih sangat dibutuhkan saat acara adat. Dengan demikian saya tanam sirih di beberapa pohon dekat aliran sungai. Tanpa saya sadari, dalam tahun ini, sirih yang saya panen dan jual bisa mencapai Rp. 3 juta/bulan. Setiap bulan saya panen dan jual. Jadi HKm sangat menguntungkan kami petani”, ujar Paulus Migu saat dikonfirmasi VoxNtt.com pada 13 Juli 2018 lalu.
Muncul Mata Air Baru
Berkaitan dengan potensi kerusakan hutan, para petani menampik hal itu.
Dikatakan, dengan pengelolaan HKm di kawasan Ili Wengot selama kurang lebih empat tahun ini, debit air semakin meningkat dari kondisi sebelumnya.
Bahkan di kawasan Wolomage muncul satu mata air baru yang debitnya cukup banyak.
Yohanes Oda Lewar, Koordinator Kelompok Wolomage menyampaikan, awalnya beberapa petani di sana menanam tanaman doko (sejenis pandan) di suatu hamparan tertentu yang diyakini sebagai hutan keramat.
Kurang lebih setahun pasca musim tanam, petani melihat ada perubahan yaitu berupa tanah di lokasi itu keliatan lembab dan beberapa waktu kemudian muncul mata air.
Lewar, menambahkan, saat ini sebagian masyarakat sudah mengambil air di lokasi tersebut untuk minum.
Thomas Uran, Direktur LSM Ayu Tani mengakui bahwa kerja-kerja pendampingan yang digagas Ayu Tani selama ini selalu masuk kategori sukses dan memberdayakan masyarakat.
“Kami fokus bekerja dan membangun kemitraan dengan berbagai pihak yang sejalan visi-misinya dengan kami jadi boleh dikatakan program-program kami selama ini berhasil,” ungkap Thomas.
Penulis: Engky Ola