Kupang, Vox NTT- Ratusan warga asal Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang mendatangi kantor DPRD Provinsi NTT, Selasa (04/09/2018), sekitar pukul 10:00 Wita.
Mereka tergabung dalam Forum Masyarakat Penyelamat Hutan Lindung Naioni dan Aset Daerah.
Kedatangan ratusan warga itu untuk menyampaikan persoalan hutan lindung di Kelurahan Naioni, dan di Manulai II. Mereka juga menyampaikan persoalan tanah di wilayah setempat.
Pantauan VoxNtt.com, saat tiba di kantor DPRD NTT, warga Alak diterima oleh wakil ketua Komisi II DPRD NTT Patris Lali Wolo dan Anggota Leo Lelo, Hamdan Saleh Batjo, serta Kadis Kehutanan Provinsi NTT Andreas Jehalu
Koordinator umum warga Alak, Emanuel Adonis mengaku, pihaknya datang untuk menyampaikan sejumlah aspirasi.
Pertama, warga Alak meminta agar menyelamatkan aset daerah berupa tanah seluas 55 hektare di Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Kedua, mereka meminta agar menyelamatkan hutan lindung yang berada di Kelurahan Naioni, Kecamatan Alak, Kota Kupang.
“Karena kalau berkaitan dengan hutan lindung itu sudah ada pembabatan liar yang terjadi. Makanya kami melakukan aksi hari ini ke DPRD NTT,” kata Emanuel kepada VoxNtt.com, Selasa siang usai pertemuan dengan DPRD NTT.
Dia mengatakan, hingga saat ini pembabatan liar di hutan itu terus terjadi.
“Mungkin ada tim yang turun kesana untuk survey langsung bagaimana kondisi disana,”ujarnya
Tujuan aksi itu, kata dia, mendesak DPRD NTT untuk memanggil Kapolda, Dinas Kehutanan, dan Dinas Pendapatan Aset Daerah Provinsi NTT untuk menyelesaikan bersama persoalan tersebut.
“Untuk menyelesaikan dua hal itu tadi yakni, berkaitan dengan aset dan hutan lindung,”katanya.
Fakta lain, lanjut Emanuel, tanah dengan seluas 55 hektare itu dijadikan tempat relokasi pemukiman warga akibat pendirian PT Semen Kupang yang berlokasi di Kelurahan Manulai II.
Tanah itu dibeli oleh Pemerintah Provinsi NTT pada tahun 1983 dari almarhum Thomas Penun Limau.
“Namun ketika almarhum bapak Thomas meninggal dunia, maka pada tahun 2012 tanah tersebut diklaim oleh saudara Samuel Penun cs bahwa tanah itu milik mereka dan melakukan perkara dengan Pemerintah Provinsi NTT, tapi dimenangkan oleh Pemprov NTT. Lebih parahnya lagi pelaku mengklaim dan memasang papan di perumahan pemukiman warga, sehingga warga 4 RT merasa tidak nyaman,” ujar Emanuel.
Menanggapi aspirasi itu, Anggota Komisi II DPRD NTT, Leonardus Leo mengatakan, pihaknya akan menyelesaikan semua persoalan bila bertentangan dengan regulasi yang ada.
“Dinas Kehutanan Provinsi NTT harus serius untuk menangani masalah ini,” kata Leo.
Dia mengatakan, persoalan yang disampaikan oleh masyarakat Manulai II itu akan secepatnya meminta pimpinan DPRD NTT untuk segera melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan instansi terkait.
“Masalah ini harus diselesaikan dalam RDP dengan pihak Kepolisian dan instansi terkait untuk menyelesaikan persoalan ini. Kalau misalkan tidak diselesaikan melalui RDP solusi lainnya adalah DPRD akan membentuk Pansus untuk mengatasi persoalan ini. Itu komitmen kami DPRD NTT,”ujar Anggota DPRD dari Partai Demokrat itu.
Wakil ketua Komisi II DPRD NTT, Patris Lali membacakan hasil rapat bersama itu untuk menjadi rekomendasi.
Pertama, merekomendasikan kepada pimpinan DPRD Provinsi NTT untuk segera laksanakan RDP. Rapat itu nanti akan menghadirkan pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan, Dinas Aset Daerah, Biro Hukum, Polda NTT dan juga perwakilan forum masyarakat.
Kedua, mendesak Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Dinas Kehutanan untuk menindaklanjuti kasus pengrusakan lindung di Kelurahan Naioni, Kota kupang.
Ketiga, mendesak Pemerintah Provinsi NTT dalam hal ini Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan Aset Daerah terkait okupsi lahan aset pemerintah atau penggelapan aset pemerintah di Kelurahan Manulai II.
Keempat, mendesak Polda NTT untuk mengusut tuntas kasus pengrusakan hutan lindung di Naioni dan aset daerah di Manulai II.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi NTT, Andreas Jehalu merasa bangga karena masyarakat turut mengamankan hutan.
Hutan di Naioni, kata dia, naungan hutan produksi yang dikonversi termasuk hutan Kali Kupang.
“Memang tugas untuk mengamankan kita itu ada kesatuan pengelolaan hutan (KPH) Kota Kupang. Hutan lindung Naioni itu hutan lindung yang setiap saat kita harapkan mereka harus patroli di sekitar Naioni. Karena kawasan hutan Naioni itu cukup luas, kita sudah dapat informasi dari KPH Kota Kupang, bahkan sekarang ini mereka koordinasi dengan pihak kementrian untuk melakukan operasi terpadu. Tapi saya minta masyarakat untuk setiap saat informasi ke kami lebih khusus polisi kehutanan. Kalau ada yang masuk informasikan,”kata Jehalu.
Jehalu mengatakan, aturan terbaru kepala desa tidak punya kewenangan sedikitpun yang berkaitan tebang hutan.
“Tidak punya kewenangan. Tidak ada itu, bapak ibu tolong menginformasikan ke saya. Jika ada kepala desa yang memberikan izin. Saya butuh informasi juga jika ada petugas saya yang tidak benar, tolong kasih tahu ke saya namanya,”pinta Jehalu.
Dia meminta jika ada kajadian selanjutnya warga setempat segera menginformasikan ke pihak Dinas Kehutanan Provinsi NTT.
“Supaya polisi kehutanan kita kerahkan ke sana,”tutup Jehalu.
Untuk diketahui, jadwal RDP ini akan digelar pada 10 September 2018 mendatang.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba