Kupang, Vox NTT- Puluhan warga Kabupaten Kupang menggelar aksi unjuk rasa di DPRD NTT, Kamis (13/9/2018), sekitar pukul 11.30 Wita.
Kedatangan warga tergabung dalam ‘Aliansi Rakyat Kabupaten Kupang Menggugat’ itu untuk menolak Hak Guna Usaha (HGU) yang diberikan kapada PT Panggung Guna Ganda Semesta dan PT Puncak Keemasan Garam Dunia.
Warga juga meminta untuk membatalkan HGU atas lahan tersebut dan mengembalikan kepada masyarakat.
Tak hanya itu, warga juga meminta untuk menghentikan pencaplokan hak-hak rakyat dan hak-hak ulayat yang mengatasnamakan pembangunan dan mencederai konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Puluhan warga Kabupaten Kupang ini datang dari enam desa. Keenamnya yakni, Desa Oebelo, Nunkurus, Oelatimo, Bipolo, Kelurahan Merdeka, dan Bau Bau.
Pantauan VoxNtt.com, mereka mulai berkumpul di depan Gedung Olahraga (GOR) NTT dan melakukan long march menuju Kantor DPRD NTT dengan membawa sejumlah spanduk, poster, dan bendera Merah Putih.
Namun, saat tiba di Kantor Dewan, tak seorang pun anggota DPRD yang masuk kantor dengan alasan lagi kunjungan kerja (Kunker).
Yeskial Seik, salah satu tokoh masyarakat dalam orasinya mengatakan, kehadiran mereka sebagai orang NTT yang berbudaya dan beradab.
“Kami datang ini tidak sebagai musuh, tetapi kami membawa saudara-saudara kami, anak-anak kami, di mana tanah kami selama 26 tahun kami bekerja sebagai orang pencuri. Oleh karena itu, kami minta kepada bapak-bapak dewan agar bisa berjuang untuk membantu kami. Dan bisa mengembalikan hak-hak kami seperti semula. Supaya kami bekerja dengan tenang untuk bisa dapat nafkah untuk anak-anak kami,” kata Yeskial dengan suara lantang.
Jhon Ricardo, Koordinator Sekber Relawan Jokowi yang tergabung dalam aksi itu mengatakan, Hak Guna Usaha (HGU) ini dikeluarkan pada tahun 1992 dengan luas tanah 3.722 hektare.
“Yang proses dari tanah ulayat dan tanah rakyat ini menurut kami itu dilakukan pencaplokan, bukan pelepasan hak. Apa ukurannya pertama, banyak yang tidak ganti rugi. Kedua, masyarakat pada saat itu diintimidasi disuruh tanda tangan kertas kosong, stempel kosong tanpa jelas apa maksudnya. Setelah itu baru masyarakat sadar bahwa ternyata tanah mereka sudah diambil oleh pemerintah. Nah, itu sebenarnya yang membuat kami dari relawan Jokowi merasa punya kepentingan untuk menjelaskan ulang kepada pemerintah bahwa dari proses HGU ini rakyat sangat dirugikan,” kata Jhon kepada wartawan usai aksi itu.
Dia mengatakan, sejak HGU dikeluarkan pada tahun 1992 sampai sekarang tanah itu tidak pernah dipergunakan sebagaimana fungsinya. “26 tahun tanah ini ditelantarkan,”ujarnya.
Di atas tanah seluas 3.722 hektare itu, kata dia, ada sawah masyarakat, tempat ibadah, rumah masyarakat, serta aktivitas masyarakat di situ.
“Sehingga kami merasa bahwa perusahaan ini tidak bijaksana dalam hal ini. Dan bagi kami ini juga kelemahan pemerintah ketika tanah HGU ini selama 26 tahun ditelantarkan harusnya pemerintah berinisiatif untuk membatlkan HGU itu, bukan membiarkan atau memberikan perpanjang lagi,” tutur Jhon.
Sesuai dengan PP 10/2009 mengisyaratkan, lanjut dia, kepada BPN, jika tanah yang di-HGU itu ditelantarkan, maka pemerintah memberi peneguran sebanyak tiga kali dan tidak diindahkan, maka HGU harus dicabut dan dikembalikan untuk rakyat.
“Ini perintah UU, apa yang terjadi selama 26 tahun, tanah itu tidak pernah dikelola, namun tiba-tiba ada PT. Garam Dunia yang datang dan menyampaikan kepada warga di Desa Oebelo Kelurahan Merdeka, Baubau, Desa Nunkurus, Desa Oelatimo dan Desa Bipolo, bahwa tanah dari PT. PGGS sudah diakuisisi oleh PT. Garam Dunia,” katanya.
Masyarakat pemilik lahan, kata dia, harusnya diberikan ganti untung, bukan melainkan ganti rugi.
“Mulai hari ini, masyarakat Kabupaten Kupang bersepakat untuk duduki lahan yang menjadi HGU perusahaan. Kami tidak menolak investor, tapi kami menolak perilaku premanisme dan pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh investor,” tutup Jhon.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba