Ruteng, Vox NTT- Nama Marianus Sae memang cukup tenar belakangan ini. Selain sebagai Bupati Ngada, dia juga pernah maju menjadi calon Gubernur NTT berpasangan dengan Emi Nomleni (MS-Emi).
MS-Emi pada Pilgub NTT 27 Juni lalu, diusung partai yang sedang berkuasa saat ini, yakni PDIP. Selain partai banteng, pasangan dengan nomor dua ini juga diusung PKB.
Berdasarkan hasil perolehan suara, MS-Emi dan dua kandidat lainnya gagal lolos menuju Gedung Sasando.
Ia hanya meraih 603.822 suara, terpaut di bawah pasangan pemenang, Viktor Bungtilu Laiskodat dan Yosef A Naesoi yang mendapatkan 838.213 suara.
Sementara perolehan suara ketiga ditempati pasangan Esthon L Foenay dan Christian Rotok, yakni 469.025 suara. Kemudian, terakhir pasangan Benny K Harman dan Benny A Litelnoni, yakni 447.796 suara.
Ketenaran Marianus Sae memuncak ketika pada 11 Februari lalu, Emi Nomleni calon wakil gubernurnya mulai berjalan seorang diri dalam proses politik menuju Gedung Sasando.
Pada 11 Februari 2018, hari di mana titik awal pasangan ini retak dan pincang. Emi yang adalah seorang wanita asal Kabupaten TTS berjalan tanpa Marianus dalam prosesi Pilgub NTT.
Betapa tidak, Marianus dibekuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sebuah hotel di Surabaya- Jawa Timur pada 11 Februari 2018 lalu, sekitar pukul 10.00 WIB.
Saat diringkus, Marianus sedang bersama seorang wanita yang diketahui bernama Ambrosia Tirta Santi, Ketua Tim Penguji Psikotes Calon Gubernur NTT. Keduanya sempat diperiksa KPK di Polda Jawa Timur, sebelum akhirnya Marianus dibawa ke Kantor KPK di Jakarta.
Lembaga antirasuah itu bertindak atas Marianus bukan tanpa alasan. Marianus ditangkap terkait kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Ngada.
Di hari yang sama sekitar pukul 11.30 Wita, di Kupang, tepatnya di Posko pemenangan pasangan MS-Emi, KPK mengamankan ajudan Marianus, Dionesisu Kila. Dia kemudian diperiksa di Polda NTT.
Tim KPK lainnya juga menangkap Direktur PT Sinar 99 Permai, Wihelmus Iwan Ulumbu di Bajawa sekitar pukul 11.30 Wita. Di ibu kota Kabupaten Ngada ini, KPK juga menangkap pegawai BNI Cabang Bajawa Petrus Pedulewari 15 menit setelah penangkapan Wihelmus. Keduanya diperiksa di Polres Ngada.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, lembaga anti rasuah kemudian menetapkan Marianus Sae dan Wihelmus Iwan Ulumbu sebagai tersangka kasus penyuapan pada Senin, 12 Februari pagi.
KPK kemudian menetapkan Marianus sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Wihelmus terkait sejumlah proyek di Kabupaten Ngada.
Wihelmus diketahui merupakan salah satu kontraktor yang kerap mendapatkan proyek di Kabupaten Ngada sejak tahun 2011 lalu.
Marianus diduga menerima suap sebesar Rp 4,1 Miliar dari Wihelmus.
Menurut KPK, sebagian suap untuk Marianus ada yang diberikan secara tunai dan ada juga yang ditransfer lewat bank.
“Total uang, baik yang ditransfer maupun diserahkan kas oleh WIU (Wihelmus Iwan Umbu) kepada MSA (Marianus Sae) sekitar Rp 4,1 Miliar,” kata Komisioner KPK, Basaria Panjaitan sebagaimana dilansir Kompas.com, Rabu, 21 Februari 2018.
Basaria merincikan, Marianus menerima Rp 1,5 miliar pada November 2017 secara tunai di Jakarta. Kemudian Rp 2 miliar diberikan lewat transfer bank pada Desember 2017.
Selanjutnya, pada 16 Januari 2018, Marianus menerima lagi Rp 400 juta dari Wilhelmus di rumah bupati. Kemudian, pada 6 Februari 2018, dia menerima Rp 200 juta yang juga diberikan di rumah bupati.
Selain itu, suap ini juga diduga terkait dengan sejumlah proyek di Pemkab Ngada untuk 2018.
Marianus diduga menjanjikan proyek-proyek tersebut untuk dapat digarap Wilhelmus.
Proyek-proyek itu adalah pembangunan Jalan Poma Boras senilai Rp 5 miliar, jembatan Boawae Rp 3 miliar, ruas Jalan Ranamoeteni Rp 20 miliar, ruas Jalan Riominsimarunggela Rp 14 miliar, ruas Jalan Tadawaebella Rp 5 miliar, ruas Jalan Emerewaibella Rp 5 miliar, dan ruas Jalan Warbetutarawaja Rp 2 miliar. Nilai total proyek-proyek tersebut Rp 54 miliar.
Gagal di Pilgub NTT, kini Marianus Sae malah divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya.
Vonis Bupati Ngada non aktif ini lebih rendah dari tuntutan JPU, yakni 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta, subsidier enam bulan penjara kurungan.
Dalam sidang yang berlangsung, Jumat, 14 September 2018 itu, majelis hakim menyebut, Marianus terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan b tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ia juga dikenakan denda Rp 300 juta subsidier empat penjara dan empat tahun pencabutan hak politik.
Penulis: Ardy Abba