Kupang, Vox NTT- Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPUH), WALHI NTT, PIAR NTT, LAKMAS NTT, FAN NTT, dan IRGSC NTT menggelar pertemuan terbatas bersama Gubernur NTT, Senin (17/9/2018).
Aliansi ini diteriam oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTT Ben Polomaing.
Mereka membahas pembalakan liar yang terjadi di daerah Timor Tengah Utara (TTU) secara atraktif sejak tahun 2016 hingga sekarang dengan mengantarpulaukan jenis kayu sonokeling.
Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat melalui Sekretaris Daerah Ben Polomaing itu memerintahkan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) dan Dinas Kehutanan Provinsi NTT untuk mengeluarkan surat edaran pemberhentian peredaran dan pengantar pulauan jenis kayu Sonokeling. Gubernur Viktor juga membekukan izin edar kayu sonokeling.
Koordinator Advokasi Wahli NTT, Umbu Tamu Ridi dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Senin malam (17/09/2018, mengatakan, praktik illegal logging yang terjadi di wilayah TTU merupakan salah satu bentuk pidana lingkungan yang berimbas pada kerusakan hutan dan akan memengaruhi menurunnya fungsi hutan.
“Diketahui bahwa luasan hutan Timor Tengah Utara adalah 108.858 Ha, dan akan terus berkurang setelah pengrusakan yang semakin massif,” ujar Umbu.
Dia mengatakan, esensi yang penting dalam praktik penebangan liar (illegal logging) ini adalah perusakan hutan yang akan berdampak pada kerugian.
Kerugian itu, baik dari aspek ekonomi, ekologi, maupun sosial budaya dan lingkungan. Dampak lain terciptanya kehilangan keseimbangan dan daya dukung ekologis.
“Hal ini merupakan konsekuensi logis dari fungsi hutan yang pada hakekatnya adalah sebuah ekosistem yang di dalamnya mengandung tiga fungsi dasar, yaitu fungsi produksi (ekonomi), fungsi lingkungan (ekologi) serta fungsi sosial. Dilihat dari aspek sosial, penebangan liar (illegal logging) menimbulkan berbagai konflik seperti konflik hak atas hutan, fungsi hutan, dan konflik kewenangan,”ujar Umbu.
Illegal logging yang terjadi di wilayah TTU itu, kata dia, pada kawasan hutan sejak tahun 2016 teridentifikasi adanya aksi pencurian kayu jenis sonokeling, jenis kayu yang masuk dalam Appendiks II CITES (Jenis spesies yang terancam punah). Apabila perdagangannya terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Berdasarkan investigasi Aliansi Masyarakat Peduli hutan (AMPUH) bahwa pengiriman kayu sonokeling tidak mengantongi izin resmi dan berada di dalam kawasan cagar alam (Bukan hutan Hak).
Hal ini merupakan salah satu bentuk pidana lingkungan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya.
Pasal 17 ayat (1) yang berbunyi “Di dalam cagar alam dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, pendidikan dan kegiatan lain yang menunjang budi daya”, dan pasal 33 (b) Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam menerangkan kawasan.
Pertama, cagar alam dapat digunakan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan tertentu.
Kedua, pendidikan penyuluhan kesadartahuan konservasi alam.
Ketiga, penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.
Keempat, pemanfaatan plasma nutfah untuk penunjang budidaya.
Sedangkan dalam Pasal 50 UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, bahwa setiap orang dilarang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam kawasan hutan tanpa memilki hak, atau ijin dari pejabat yang berwenang.
“Selanjutnya dalam pasal 78 UU 41 Tahun 1999 dijelaskan tentang ketentuan pidana bagi para pelaku pidana lingkungan yang melanggar pasal 50 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999,”jelasnya.
Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPUH), lanjut dia, telah menyampaikan semua bukti pelanggaran pembalakan liar oleh empat perusahan yang beraktivitas di enam lokasi hutan di kecamatan Kota Kefa, Kabupaten TTU.
Dalam rapat dengar pendapat itu, BBKSDA menyampaikan prosedur izin angkut dan izin edar untuk 7 perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Belu, TTU dan TTS.
Namun BBKSDA tidak mengetahui status hutan dan potensi jenis kayu sonokeling di NTT. Sehingga dari hasil dengar pendapat tersebut dibenarkan adanya penerbitan izin yang bertentangan dengan prosedur hukum yang berlaku.
Itu terutama untuk 7 perusahan yang beroperasi yang diantaranya CV Inrichi, UD Bersaudara, CV Bumi Membangun, UD Sahabat Setia, CV Timur Bumi Makmur, CV Fortuna 17, dan UD Multazam.
“Meskipun Telah ada surat Nomor: DK 577/5850/II/2017, Perhal penghentian pengangkutan dan pengantar pulauan kayu sonekeling, tertanggal 2 Februari 2017, tapi BBKSDA Jabal Nusra malah menerbtikan ijin edar sonekeling bagi 7 perushaan tersebut pada bulan april 2017 lewat surat Nomor:SK 80/K.5/BIDTEK/KSA/6/2017,”imbuhnya
Dia menambahkan, Aliansi Masyarakat Peduli Hutan (AMPUH) mempertimbangkan melaporkan BBKSDA Wilayah NTT ke pihak yang berwenang karena telah mengeluarkan izin angkut dan izin edar pada empat perusahan di TTU dan tiga perusahan di TTS dan Belu tanpa prosedur hukum yang berlaku.
“Sebab dari kebijakan tersebut telah berimbas pada kerusakan hutan dan lingkungan hidup yang begitu besar di 6 lokasi hutan di Timor Tengah Utara,”tutupnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba