Oleh: Eman Lengari
Mahasiswa, tinggal di unit Agustinus Ledalero
Realitas dunia zaman sekarang melahirkan banyak perubahan dalam segala aspek kehidupan. Salah satu aspek yang berubah seturut perubahan ini adalah budaya warisan leluhur.
Budaya warisan leluhur seperti tenue “pemintalan benang dari kapas” yang diwariskan oleh para leluhur di Lembata sejak zaman dahulu, kini perlahan-lahan hilang.
Pemerintah kabupaten Lembata mampu membaca problem ini dengan baik dan berjuang untuk mengatasinya. Festival Tiga Gunung (F3G) yang diselenggarakan pada Sabtu, 22 September 2018 di Bukit Cinta Lembata menjadi salah satu momen yang melahirkan peluang bagi Pemerintah Lembata untuk memperkenalkan budaya warisan leluhur (tenue) kepada generasi muda Lembata.
Pemerintah Lembata patut diapresiasi karena mampu memadukan dua dimensi, pariwisata dan budaya dalam satu momen yakni Festival Tiga Gunung.
Pemda Lembata tentu ingin agar kegiatan memperkenalkan keunikan kabupaten Lembata tidak hanya dari segi keindahan alamnya (pariwisata) tetapi juga dari segi budaya yang juga tidak kalah uniknya.
Pemerintah Lembata ingin menjadikan daerah ini sebagai kabupaten pariwisata yang berbasis budaya.
Hal ini tampak jelas dalam berbagai kegiatan yang berbau budaya yang selalu mewarnai setiap event pariwisata seperti upacara penjemputan para tamu.
Dalam upacara penjemputan tersebut selalu dipertunjukan tarian adat dari daerah tertentu, selain itu sapaan adat dari tuan tanah setempat dan juga pengalungan para tamu dengan sehelai selempang bermotif khas tenun ikat Lembata.
Festival Tiga Gunung yang dilaksanakan di puncak Bukit Cinta Lembata pada 22 September 2018 merupakan salah satu event yang memiliki tujuan ganda.
Di satu sisi Pemda Lembata ingin memperkenalkan sekaligus memprmosikan keunikan alam Lembata ke seluruh Indonesia dan dunia dengan tujuan untuk menarik lebih banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara untuk tour ke Lembata.
Di sisi lain, dengan atraksi tenue yang hadir pada awal pembukaan event Festival Tiga Gunung tersebut bukan sekedar menunjukkan kepada Indonesia dan dunia bahwa Lembata juga memiliki tradisi tersebut namun ada makna lain yang lebih dalam di balik itu.
Atraksi tenue yang beranggotakan 110 orang remaja putri tersebut mau mengajak generasi muda Lembata untuk menanamkan rasa cintanya terhadap budaya warisan leluhur yang perlahan-lahan mulai dilupakan.
Event Festival tiga Gunung secara gamblang mengajak generasi muda Lembata untuk mempermosikan pariwisata di daerahnya dan juga mengajak generasi muda Lembata untuk mengenal, mencintai dan melestarikan budaya warisan leluhurnya.
Festival Tiga Gunung dan Generasi Muda
Banyak budaya asing yang sudah masuk dan merasuk nalar generasi muda sehingga budaya warisan leluhur perlahan-lahan ditinggalkan.
Pemda Lembata menyadari bahwa ada sesuatu yang kian pudar dan nyaris lenyap dalam kehidupan generasi mudanya yakni budaya tenue.
Karena itu, event F3G di Lembata ini hendaknya menjadi teladan bagi Pemerintah daerah di kabupaten-kabupaten lain yang ada di NTT. Mengingat mayoritas kabupaten di provinsi NTT juga memiliki destinasi wisata yang unik dan sudah tersohor hingga ke seantero jagad ini.
Setiap event pariwisata yang digelar di setiap kabupaten juga hendaknya memadukan dengan berbagai atraksi budaya yang khas dari daerah yang bersangkutan dengan melibatkan generasi muda sebagai aktor utama dalam atraksi-atraksi budaya tersebut.
Hal ini tentu memiliki tujuan yang baik bahwa nilai-nilai kultural yang telah ditanamkan oleh para leluhur pada zaman dahulu masih terpelihara dengan baik dari generasi ke generasi bahkan hingga pada zaman yang serba modern ini.
Perubahan Adalah Peluang
Memaknai setiap perubahan dari zaman ke zaman hendaknya menjadi suatu keniscayaan bagi generasi muda. Sebab setiap perubahan zaman selalu menciptakan peluang bagi generasi muda untuk move on seturut tuntutan zaman tersebut.
Realitas tersebut cendrung menghasilkan suatu mental “mudah lupa” dari generasi muda itu sendiri.
Generasi muda lupa dengan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lampau terutama budaya warisan leluhurnya yang kaya akan nilai-nilai hidup serta pesan-pesan moral.
Manusia zaman sekarang lebih memilih tempat-tempat wisata populer di seantero jagad ini untuk bertamasya, menikmati keindahan alam dan kegiatan rekreatif lainnya.
Realitas ini dapat dilihat sebagai salah satu hasil dari perubahan zaman itu sendiri. Perubahan tersebut pun telah dimanfaatkan secara baik oleh pemerintah kabupaten Lembata sebagai salah satu peluang untuk membangkitkan rasa cinta budaya pada diri generasi mudanya.
Inilah cara pemerintah Lembata membangkitkan spirit warga masyarakatnya khususnya kaum muda untuk melestarikan budaya warisan leluhur di kabupaten satu pulau itu.
Generasi muda zaman sekarang dipandang sebagai kumpulan suatu kelompok masyarakat yang gemar menghasilkan budaya tandingan yakni kebudayaan khusus atau sub-kultur yang bertolak belakang dengan kebudayaan dominan yang dianut oleh masyarakat pada umumnya.
Generasi muda zaman sekarang selalu menampilkan gaya hidup yang berbeda dengan gaya hidup masyarakat setempat seperti, gaya berpakaian, etiket, gaya rambut, tato, memilih jenis rekreasi dan lain sebagainya. (Bernard Raho, 2016).
Pemerintah Lembata melihat adanya potensi menghasilkan budaya tandingan dan adanya gejala pergeseran serta perlahan-lahan hilangnya budaya warisan leluhur dalam diri generasi muda Lembata.
Untuk mengatasi potensi dan gejala tersebut pemerintah Lembata memanfaatkan setiap event demi menciptakan satu peluang sekaligus mengingatkan kembali generasi mudanya agar memaknai setiap perubahan zaman sebagai suatu peluang untuk back to culture (kembali ke budaya).