Oleh: Edy Soge Ef Er
Mahasisawa STFK Ledalero
NTT tidak membutuhkan seorang pemimpi sebab pemimpi lebih banyak berkhayal, memiliki cita-cita besar tetapi sulit menjawabinya.
Pemimpi sibuk dengan dunia imajinasinya menggapai realitas imajiner sehingga kehilangan fokus untuk menjawabi hidup saat ini.
Ia suka mengembara di antara awan-awan mimpi dan lupa bumi tempat berpijak. Pemimpi adalah orang yang tidak berfondasi kokoh. Hidupnya fly seperti pencandu narkoba. Dan kelemahan seorang pemimpi adalah sulit untuk menepati janji karena ia sibuk dengan dunianya dan lalai pada realitas objektif.
Argumentasi ini seolah-olah menentang pendapat umum bahwa bermimpi itu penting. Menjadi pemimpi itu perlu. Bahkan Albert Einstein berkata bahwa imajinasi (mimpi) jauh lebih penting dari pada pengatahuan.
Namun saya mau mengatakan bahwa pemimpin harus realistis, optimis dengan sumber daya yang ada dan tidak sibuk menebar janji, mengimpikan yang muluk-muluk sehingga janji tinggal janji, mimpi tinggal mimpi. Tidak ada praksis nyata malah merugikan rakyat.
Pemimpin yang banyak mimpi dan suka menebarkan janji cenderung memakai jalan pintas, jalur kotor seperti intrik, teror, uang suap, manipulasi suara untuk memperoleh posisis atau jabatan.
Pemimpin macam inilah yang menghantar orang banyak ke dunia mimpinya sehingga orang terbuai lalu lupa diri. Pemimpin seperti ini tidak tahu baik cara mengemudi ‘mobil’ pemerintahannya sehingga bisa jadi mobil itu terbalik dan penumpanngnya banyak yang terluka bahkan ada yang meninggal dunia.
NTT negeri berlimpah susu dan madu. Ia memiliki pesan dan pesona budaya yang mengagumkan serta alam eko wisata yang memukau memikat hati. NTT memang cantik. Banyak orang jatuh cinta pada NTT. Tetapi bukan tidak mungkin kemolekan NTT telah dinodai oleh tangan-tangan jahil pemimpin yang korup, suka janji tanpa ujud nyata, nepotis, egois dan kehilangan wibawa.
Wajah NTT dipenuhi dengan jerawat masalah-masalah sosial : kemiskinan, rendahnya mutu pendidikan, human trafficking, kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, korupsi, tambang liar, dan lain sebagainya.
Karena itu bisa dikatakan bahwa roda pemerintahan NTT berada di tengah jalan menuju arah barat, senja lalu gelap. Kehidupan sebagian besar masyarakat kecil diliputi gelap malam tanpa bulan dan bintang.
‘Mobil’ pemerintahan NTT selama ini sudah kempes bannya, jalannya ombang ambing, ‘sopirnya’ kehilangan kendali. Awas, mobil ini bisa terbalik kapan saja dan banyak penumpang yang terima risiko kecelakaan. Kita berdoa semoga ia aman-aman dan sopir harus lebih cerdas mengemudi.
NTT membutuhkan pemimpin (BERKUALITAS) yang memiliki tiga kualitas hidup: kualitas ratio, kualitas hati, dan kualitas iman.
Kualitas Ratio
Seorang pemimpin harus memiliki kualitas ratio yang memadai. Seorang pemimpin harus cerdas dan bijak. Menurut Plato golongan pertama dalam sebuah polis ialah para pemimpin.
Mereka haruslah orang-orang bijaksana yang sungguh mengetahui apa yang baik secara etis, sehingga mampu memimpin negara ke tujuan yang sebenarnya. Pemimpin yang ideal menurut pandangannya ialah para filsuf atau sekurang-kurang negarawan yang sudah belajar filsafat.
Kualitas ratio yang baik membuktikan pola pemerintahan yang ideal sebab keputusan dan kebijakan dibuat atas dasar pertimbangan yang rasional dan kontekstual. Ia mulai menelaah realitas, mencari titik lemah dan mulai berpikir untuk menemukan solusi demi kesejahteraan hidup bersama.
Pemimpin macam ini rajin berpikir, mencari akar masalah dan secara musyawarah membicarakan problem itu. Kemudian mencapai kesimpulan sebagai jawaban atas masalah itu. Ia tahu membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Ia juga piwai beretorika, membangkitkan semangat bawahan dengan kata-kata terpilih. Tetapi bukan hanya berbicara, perlu banyak berbuat. Berbuat harus lebih banyak daripada berbicara (action speaks louder than words) sebab seorang pemimpin adalah pelayan.
Ia juga harus banyak belajar. Pengatahuan penting untuknya. “Hikmat lebih penting dari emas perak dan permata”. Belajar dari bawahan dan masyarakat kecil, belajar mendengarkan jeritan tangis orang-orang pinggiran.
Kualitas Hati
Kualitas hati seorang pemimpin yaitu soal kepekaan, simpati dan empati, aktif dan responsif. Hati seorang pemimpin adalah hati yang peka, cepat menanggapi apa yang terjadi.
Kualitas afeksi dibangkitkan dengan sikap ‘ringan sama dipikul berat sama dijinjing’. Meraskan penderitaan masyarakat dan mendengarkan keluhan bawahan. Hati juga menunjukkan moralitas seorang pemimpin. Moralitas adalah modal dasar kepemimpinan.
Moralitas kepemimpinan mesti melekat dalam diri seorang pemimpin dan menjadi bagian dari pola laku, sikap, tutur kata, dalam keseluruhaan hidupnya.
Pemimpin yang berhati mulia disukai oleh banyak orang. “Janganlah menahan kebaikan daripada orang yang berhak menerimanya, padahal kamu mampu melakukannya.”
Kualitas Iman
Pemimpin yang memiliki kualitas iman akan berpikir benar, merasa benar dan bertindak benar. Pemimpin macam ini memiliki dinamika spiritual yang khas. Ia selalu berdoa sebelum melakukan sesuatu. Ia menyadari kelemahan manusiawinya dan bersandar pada Tuhan. Ia juga menjalankan roda pemerintahan atas dasar ajaran imannya, mengasihi sesama, jangan mencuri, jangan bersaksi dusta, jujur dan tulus.
Akhirnya, kita berharap semoga pemimpin NTT saat ini cepat sadar sehingga berjalan pada rel yang benar dan sampai di tempat tujuan yang diharapakan.
NTT butuh pemimpin yang memiliki kualitas hidup, memiliki wibawa kepemimpinan, berpengalaman dalam memimpin, kerja keras, rendah hati, bijaksana, cerdas dan beriman.
Sejahtera NTT! Semoga engkau tetap molek indah berseri.