Vox NTT- Tahun 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukan kegigihannya yang tentu saja patut diapresiasi.
Hingga Oktober 2018, tanpa ampun institusi yang sedang dipimpin Agus Rahardjo itu menjaring 19 Kepala Daerah di Indonesia dalam operasi tangkap tangan (OTT) seputar kasus korupsi.
Data yang dihimpun VoxNtt.com, dari 19 Kepala Daerah yang terjaring OTT oleh lembaga antirasuah tahun 2018, kader PDIP terbanyak yakni mencapai 8 orang. Mereka ialah;
1.Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadisastra.
Sunjaya dibekuk KPK pada Rabu, 24 Oktober 2018. Dalam operasi tersebut KPK menyita sejumlah uang tunai dan bukti transfer terkait jual beli jabatan.
2. Bupati Labuhanbatu, Pangonal Harahap.
Pangonal terjaring OTT KPK pada 17 Juli 2018. Pangonal telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus dugaan penerimaan suap terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu Tahun Anggaran 2018.
3. Walikota Blitar M. Samanhudi Anwar.
Anwar terjaring OTT KPK pada 6 Juni 2018. Ia ditangkap seputar kasus suap sejumlah proyek infrastruktur di Blitar.
4. Bupati Tulung Agung, Sahri Mulyo.
Syahri Mulyo diduga menerima suap sebanyak tiga kali sebagai fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan di Dinas PUPR Tulungagung.
Total penerimaan Syahri sebesar Rp 2,5 miliar. Saat ditetapkan sebagai tersangka, Syahri Mulyo belum ditangkap oleh KPK. Namun akhirnya pada 9 Juni 2018, Syahri Mulyo menyerahkan diri ke KPK untuk menjalani proses hukum bersama para tersangka lainnya.
5. Bupati Purbalingga, Tasdi.
KPK menetapkan Tasdi sebagai tersangka penerima suap dalam proyek pembangunan purbalingga Islamic center tahap 2 tahun 2018. Ia ditangkap pada 4 Juni 2018 lalu.
6. Bupati Buton Selatan, Agus Feisal Hidayat
Agus Feisal ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji proyek di lingkungan kabupaten Buton Selatan. Ia terjaring OTT KPK pada 24 Mei 2018 lalu.
7. Bupati Bandung Barat, Abu Bakar
Abu Bakar ditangkap pada 10 April 2018. KPK kemudian resmi menetapkannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penerimaan sejumlah uang dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Bandung Barat.
8. Bupati Ngada Marianus Sae
Marianus Sae terjaring OTT KPK pada 11 Februari 2018. Ia sudah divonis 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsidier 4 bulan kurungan serta pencabutan hak politik selama 4 tahun setelah menjalani sanksi pidana.
Marianus Sae dinyatakan terbukti menerima suap Rp 5.783.000.000 dan gratifikasi Rp 875 juta atas sejumlah proyek pembangunan di Kabupaten Ngada.
Kemudian, jumlah Kepala Daerah yang terjaring OTT KPK tahun 2018 di urutan dua ditempati Partai Golkar yakni mencapai 5 orang. Mereka ialah;
1. Bupati Bekasi Neneng Hasanah
Neneng ditangkap 15 Oktober 2018. Ia ditangkap terkait perizinan proyek Meikarta.
2. Walikota Pasuruan, Jawa Timur
Ia ditangkap pada 4 Oktober 2018. Berdasarkan penelusuran KPK, komitmen fee yang diterima Setiyono digunakan untuk proyek pengembangan PLUT-KUMKM. Setiyono dijanjikan akan mendapat fee senilai 10 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS) atau setara Rp 2,2 miliar. Usai diperiksa selama 24 jam, Setiyono resmi mengenakan rompi orange dan mendekam di rutan KPK cabang Pomdam Guntur, Jakarta Selatan selama 20 hari pertama.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan karena sudah dijanjikan akan diberikan komitmen fee, maka proyek di Pasuruan diberikan kepada kontraktor bernama Muhammad Baqir, pemilik CV M. (IDN Times).
3. Bupati Bener Meriah, Ahmadi
Ia ditangkap KPK pada 3 Juli 2018. Ahmadi disebut KPK sengaja menyuap Gubernur Irwandi senilai Rp 1,5 miliar. Tujuannya agar mendapat jatah Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA). Namun, kepada media, Ahmadi membantah pernyataan KPK tersebut.
Ia menyebut yang menyerahkan uang suap itu adalah ajudan dan pengusaha dari kabupatennya. Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan, uang tersebut diperoleh Ahmadi dari para pengusaha di kabupaten itu. (IDN Times)
Ikut terseret juga, Gubernur Nangroe Aceh Darussalam, Irwandi Yusuf
Irwandi Yusuf yang adalah kader Partai Nasional Aceh ditangkap 3 Juli 2018. Irwandi Yusuf meminta uang senilai Rp 1,5 miliar kepada Bupati Bener Meriah, Ahmadi. Tujuannya, agar proyek infrastruktur jalan di kabupaten tersebut bisa memperoleh jatah DOKA.
Irwandi memang sudah menetapkan jatah bagi masing-masing bupati akan mendapat 2 persen dari DOKA. Sementara, untuk proyek di tingkat provinsi, akan dialokasikan 8 persen dari DOKA. Tapi, untuk mendapat jatah tersebut, mereka harus mau memberikan uang kepada mantan pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu. Padahal tahun 2018, DOKA yang dialokasikan dari pemerintah pusat untuk Aceh mencapai Rp 8 triliun. (IDN Times)
4. Bupati Subang Imas Aryuningsih
Ia ditangkap pada 13 Februari 2018. KPK berhasil menyita uang tunai sebesar Rp 337 juta dan bukti dokumen penyerahan uang. Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan mengatakan uang suap tersebut diberikan sebagai imbal balik untuk izin prinsip pembangunan atau tempat usaha di Subang (IDN Times).
5. Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko
Wihandoko terjaring OTT KPK pada 2 Februari 2018. Nyono diduga menerima uang suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang bernama Inna Silestyanti. Tujuannya, agar Inna ditetapkan sebagai kepala dinas kesehatan definitif.
Uang yang diterima oleh Nyono ternyata merupakan kutipan jasa pelayanan kesehatan dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang. Menurut Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif kutipan itu sudah dikumpulkan sejak Juni 2017. Totalnya mencapai Rp 275 juta. (IDN Times)
Selanjut, Kepala Daerah yang terjaring OTT KPK tahun 2018 dengan jumlah ketiga ditempati PAN yakni sebanyak 2 orang. Mereka ialah;
1.Bupati Lampung Selatan, Zainuddin Hasan
Zainudin ditangkap di kediamannya di Lampung Selatan pada 26 Juli sekitar pukul 23:00 WIB. Ia diduga memudahkan proyek agar bisa dimenangkan oleh seorang kontraktor yang dekat dengan dia, bernama Gilang Ramadan. Gilang merupakan pemilik dari CV 9 Naga.
Sebagai imbalannya, ia meminta fee untuk setiap proyek sebesar 10-17 persen. Hasilnya, Gilang berhasil mendapatkan 15 proyek dengan nilai total Rp 20 miliar. Namun, Gilang cerdik. Ia menggunakan trik meminjam nama perusahaan lain agar bisa ikut lelang dan mendapatkan semua proyek itu.
Semula, sudah ada uang senilai Rp 600 juta yang ditujukan bagi Zainudin. Sebanyak Rp 200 juta dipegang oleh Agus Bhakti Nugroho di sebuah hotel. Sedangkan sisanya, Rp 400 juta ditemukan di rumah Anjar Asmara. Namun, belum juga diserahkan ke Zainudin, uang itu sudah disita oleh penyidik KPK. Selain Zainudin, KPK juga menetapkan Agus, Anjar dan Gilang sebagai tersangka. (IDN Times).
2. Walikota Kendari Sulawesi Tenggara, Adriatma Dwi Putra
Ia ditangkap pada 27 Februari 2018. Menurut Wakil Ketua KPK, Basaria Pandjaitan, proses pemberian uang suap kepada Asrun, ayah Adriatma, telah dilakukan sejak 26 Februari. Tim penyidik KPK mengetahui ada penarikan uang sebesar Rp 1,5 miliar di Bank Mega di Kendari.
Lalu ada pula uang senilai Rp 1,3 miliar yang diambil dari kas PT Sarana Bangun Utama. Uang dengan total Rp 2,8 miliar itu terkait pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari pada tahun 2017-2018. (IDN Times)
Selanjutnya, Partai NasDem sebanyak 1 orang.Dia adalah Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Kasus penyuapan yang dilakukan oleh Pemkab Lampung Tengah bermula karena Mustafa ingin meminjam uang sebesar Rp 300 miliar kepada PT SMI, BUMD yang dikelola oleh Kementerian Keuangan. Uang itu akan digunakan untuk membiayai pembangunan proyek milik Kementerian PUPR di Lampung Tengah.
Untuk bisa meminjam dana dari BUMD, membutuhkan persetujuan dari anggota DPRD. Sayangnya, sebagai imbal balik, mereka meminta uang Rp 1,16 miliar. Lalu, apa peran Mustafa di sini? Rupanya ia turut mengarahkan agar uang Rp 1,16 miliar mengambil dari dana taktis Pemda dan kontraktor. (IDN Times)
Bupati Hulu Sungai Tengah, Abdul Latif (Partai Berkarya)
Ia ditangkap pada 4 Januari 2018 lalu terkait dugaan suap lebih dari Rp 1 miliar terkait proyek pembangunan rumah sakit di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Bupati Bengkulu Selatan, Dirwan Mafmud (Perindo)
Dirwan ditangkap pada 15 Mei 2018. pada 15 Mei 2018 sekitar pukul 16.20 WIB, diduga terjadi penyerahan uang dari seorang kontraktor bernama Juhari kepada Nursilawati yang merupakan keponakan Dirwan.
Penulis: Ardy Abba