Oleh: Efrem Dianto
(Koordinator PKH Manggarai Timur)
Pada bulan Mei 1908 berdiri organisasi perkumpulan pelajar yaitu Boedi Oetomo, yang merupakan titik awal dari bangkitnya rasa ingin bebas dari penjajah. Secara umum mereka digambarkan sebagai pelopor perjuangan jika menunjuk narasi secara umum.
Namun sebelum Boedi Oetomo-pun perlawanan pemuda begitu masif, terutama di daerah-daerah yang menjadi kantong-kantong petani. Gerakan kaum muda pada masa-masa akhir penjajahan menjadi tonggak sejarah baru kemerdekaan Indonesia.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia keluar dari rantai penjajahan dan keterbelakangan mental berpolitik tidak terlepas dari peran sentral kaum muda.
Kaum muda telah menunjukkan dedikasinya sebagai salah satu komponen fungsionaris bangsa dalam menentukan arah perjuangan menuju tahta kemerdekaan. Perjuangan itu tidak hanya terbatas pada perang fisik semata, akan tetapi juga perang ideologi dengan kaum penjajah yang mencoba memporakporandakan keutuhan bangsa Indonesia dan kebijakan pemerintah RI yang naif. Kenyataan inilah yang membingkai kaum muda dalam rana sejarah yang tidak terlupakan.
Secara historis, perjuangan kaum muda dalam mempertahankan keutuhan bangsa dari kaum penjajah tergabung dalam gerakan kaum muda. Gerakan yang secara struktural memiliki mekanisme kerja yang rapi dan terorganisir.
Gerakan kaum muda ini bermunculan di seantero nusantara laksana ‘jamur di musim hujan’, ketika kaum penjajah mulai menduduki bumi persada ini. Kemunculan gerakan kaum muda ini memberikan sinyal kuat untuk membunyikan lonceng perlawanan terhadap kaum penjajah.
Perjuangan heroik kaum muda dalam berbagai gerakan perlawanan diapresiasi oleh Soekarno. Soekarno dalam salah satu Pidatonya membakar semangat kaum muda dengan mengatakan ‘beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncangkan dunia”.
Kalimat Bung Karno ini, yang disampaikannya dengan berapi-api, mengingatkan kita bahwa masa depan bangsa dan negara Indonesia ini terletak di tangan generasi muda. Inilah generasi yang akan menjawab berbagai tantangan di masa depan dengan berbagai komplesitasnya.
Perjuangan para pemuda mencapai puncaknya pada 28 Oktober 1928. Ikrar sumpah pemuda yang dikumandangkan oleh para pemuda menjadi titik star (start point) bagi para pemuda untuk mendedikasikan dirinya bagi nusa dan bangsa.
Sumpah pemuda hadir sebagai reaksi atas persamaan nasib, memiliki rasa sakit yang sama terkait penjajahan, walaupun berbeda latar belakang budaya dan tempat. Pada intinya mereka memiliki kesamaan, persaudaraan, satu ibu pertiwi, melawan karena penjajahan (Benedict Anderson, imagined community, 2006).
Tiga ikrar sumpah pemuda yang di tulis oleh Moehammad Yamin dan dibacakan oleh Soegondo tersebut secara lantang dikumendangkan yaitu; pertama, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah indonesia. Kedoe, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe berbangsa satoe, bangsa indonesia, Ketiga, Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoen, bahasa indonesia.
Ikrar yang menggema di sentero nusantara tersebut membangkitkan semangat para pemuda untuk berjuang dan mempertahankan keutuhan bangsa dan negara dengan mendasari pada sikap nasionalisme.
Sumpah Pemuda adalah sebuah pernyataan politik dan sekaligus gerakan kebudayaan yang mengawali sebuah aktivitasme pergerakan kepemudaan. Ketiga ikrar di atas mengandung makna terdalam dari sumpah pemuda 1928 yaitu pertama, ikrar sumpah tersebut merupakan catatan penting dalam mempersatukan perjuangan pemuda secara terpadu.
Kedua, sumpah pemuda meletakkan arah dan tujuan perjuangan menentang kolonialisme.
Ketiga,sumpah pemuda sebagai genealogi-politik menuju proklamasi kemerdekaan.
Ketiga makna sumpah pemuda tersebut menggiring kita pada sebuah pemahaman yang lebih komprehensif tentang arah dasar perjuangan para pemuda sebelum dan sesudah kemerdekaan. Makna yang tentunya memiliki nilai historis yang tinggi bagi konteks kita sekarang.
Wakil Presiden I Mohammad Hatta (Alm.) menggambarkan kehidupan para pemuda pasca kemerdekaan RI 1945, dengan mengajukan sebuah pertanyaan retoris: “Apa sebabnya pemuda-pemuda, mahasiswa Indonesia secara aktif ikut berpolitik?”.
Pertanyaan retoris yang dilontarkan Muhamad Hatta menyiratkan makna esensial bagi perjuangan para pemuda baik pada masa pra-kemerdekaan maupun pasca-kemerdekan.
Pertanyaan retoris tersebut di atas dijawabnya sendiri oleh M. Hatta yang menegaskan bahwa: kalau Mahasiswa Belanda, Perancis dan Inggris menikmati sepenuhnya usia muda yang serba menggembirakan, pemuda Indonesia harus mempersiapkan diri untuk suatu tugas yag menuntut syarat-syarat lain. Tidak ada jalan lain yang sudah siap dirintis baginya, tidak ada lowongan pekerjaan yang sudah disiapkan baginya. Sebaliknya dia harus membangun mulai dari bawah, di tengah-tengah suasana yang serba sukar, di tengah-tengah pertarungan yang penuh dendam dan kebencian. Perjuangan kemerdekaan yang berat membayang di depannya, membuat dia menjadi orang yang cepat tua.”
Jawaban M. Hatta dalam bentuk perbandingan di atas menggambarkan betapa sentralnya peranan para pemuda bagi perjalanan bangsa Indonesia. Masa muda-yang dalam pandangan umum sebagai masa yang indah, justru menjadi masa penuh amarah, dendam dan kebencian dan kemenangan bagi para pemuda Indonesia. Mereka tenggelam dalam aksi penuh heroik, agresif dan menggenaskan. Agresifitas para pemuda dalam merontokkan stigmatisasi politis kaum kolonialis dan imperialis.
Para pemuda merasa bertanggungjawab terhadap keutuhan bangsa dan Negara. Dalam situasi yang serba keterbatasan, para pemuda terjun dan merasakan langsung hiruk pikuk perkembangan politik bangsa Indonesia. Kehadiran mereka justru membawa angin segar bagi perjalanan bangsa Indonesia
Pada 90 tahun yang lalu sumpah pemuda diikrarkan oleh para pemuda. Usia yang sudah terbilang tua untuk ukuran usia manusia. Akan tetapi, nilai di balik sumpah pemuda tersebut masih relevan dan kontekstual sampai saat ini.
Dapat dikatakan bahwa perkembangan sumpah pemuda sebagai simbol nasional yang penting. Sumpah pemuda yang kita kenal sekarang merupakan suatu hasil dari akumulasi nilai-nilai yang disisipkan dan dititipkan sejak peristiwa 1928.
Nilai perjuangan dan pemberian yang total kepada bangsa dan negara, tanpa menuntut imbalan atau balas jasa menjadi titik pencerah bagi kita dewasa ini. Para pemuda yang mengikrarkan sumpah pemuda telah menjadi agen perubahan (agent of change) yang meruntuhkan sekat-sekat pembatas bangsa.
Makna di balik ikrar sumpah pemuda tersebut haruslah menjadi nilai fundamental bagi seluruh komponen bangsa untuk melihat perjuangan tersebut tidak hanya sebagai bentuk memperahankan diri dan mempromosikan diri, akan tetapi lebih dari itu yaitu perjuangan dan penyerahan yang total kepada bangsa Indonesia.
Mereka telah mengorbankan segala sesuatu untuk mempertahankan keutuhan bangsa dan negara. Nyawa menjadi taruhan tunggal untuk mempertahankan merah putih tetap berjaya. Oleh karena itu, ikrar sumpah pemuda bukanlah hanya bualan sejarah belaka para pemuda, akan tetapi sebuah titik awal pergerakan kaum muda di Indonesia dengan nilai historis yang tinggi. Memaknai ikrar sumpah pemuda dalam konteks kehidupan sekarang merupakan dari bentuk kecintaan kita kepada bangsa dan negara. Sumpah Pemuda diikararkan pada 28 Oktober hendaknya menjadi ‘landasan pacu’ gerakan pembaharuan bagi bangsa dan negara. Gerakan yang membangkitkan semangat nasionalisme dalam diri kaum muda dewasa ini.