Atambua, Vox NTT- Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Nakertrans) Belu, Laurentinus Nahak menegaskan, aktivitas Asphalt Mixing Plant (AMP) dari sejumlah perusahan di kabupaten itu diduga dioperasikan tidak sesuai dengan Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kadis Nahak mengatakan hal itu kepada VoxNtt.com setelah pihaknya melalukan inspeksi mendadak di sejumlah AMP di wilayah kabupaten Belu.
“Seluruh AMP di Belu bekerja tidak sesuai SOP dan Undang-undang tentang tenaga kerja,” ujar Nahak saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (09/11/2018).
Saat melakukan inspeksi mendadak di lapangan, pihaknya menemukan dua hal.
Keduanya yakni; para pekerja tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) dan sistem pengupahan yang masih di bawah standar Upah Minimum Provinsi (UMP).
Semestinya kata Nahak, para pemilik AMP menyiapkan APD sesuai standar yang ada pada Undang-undang karena risiko pekerjaan sangat tinggi terhadap pekerja.
Ketika petugas melakukan inspeksi mendadak ditemukan para karyawan di beberapa AMP tidak menggunakan alat pelindung diri seperti helm, masker dan sepatu.
Tidak hanya APD, ternyata banyak pekerja yang belum memiliki BPJS ketenagakerjaan.
“Ini temuan kami di-2018. AMP dan upah tidak sesuai Undang-undang Ketenagakerjaan. Langkah yang kita ambil kasih peringatan dan kalau tidak indahkan kita kasih teguran. Bilamana teguran tidak diindahkan maka izin operasinya kita cabut dari Belu,” tegas Nahak.
Nahak menyampaikan, saat ini ada sejumlah AMP yakni milik PT Pundi Mas Bahagia ada dua, PT Dian Nusa Lestari ada dua, milik Samara dan beberapa PT lainnya. Semua AMP ini mempekerjakan karyawan tidak sesuai aturan yang berlaku.
“Kita sudah panggil mereka buat kesepakatan pernyataan untuk enam bulan kemudian agar upah pekerja sesuai UMP dan seluruh pekerja wajib gunakan APD dan yakin memiliki BPJS ketenagakerjaan,” pungkasnya.
Pimpinan PT Pundi Mas Bahagia, Aloisius Mintura yang dikonfirmasi mengaku bahwa besaran gaji pokok karyawannya memang masih berada di bawah standar UMP.
Namum demikian, karena masih ada komponen gaji yang lain, imbuhnya, sehingga setiap bulan karyawannya menerima gaji paling rendah Rp 2.800.000 untuk kondektur dan gaji paling tinggi bisa mencapai Rp 8.000.000
Dia mengatakan, untuk kelengkapan alat pengaman bagi pekerja semua sesuai aturan. Itu seperti peralatan keselamatan termasuk P3K, masker, helm dan sepatu. Hanya saja kadang-kadang para pekerja di perusahannya tidak memakai peralatan yang sudah ada.
Untuk diketahui, saat ini semua operator alat berat di kabupaten Belu, termasuk operator AMP belum memiliki Surat Izin Operator (SIO).
Kadis Nahak menyampaikan bahwa untuk mendapatkan SIO, perusahan harus mengajukan permohonam ke Dinas Nakertrans. Selanjutnya dinas itu yang mengusulkan permohonan ke Kementerian Tenaga Kerja agar dilakukan pelatihan, sehingga operator alat berat bisa memeroleh SIO.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Ardy Abba