Borong, Vox NTT-Defita Astin (19) mengenakan pakaian kuning hijau mirip kostum sepak bola Brasil saat didatangi VoxNtt.com pada 13 November lalu.
Ia duduk bersila di atas terpal berwarna orange. Sementara di bagian belakang tempat ia duduk, terdapat tungku api yang masih menyala dan asap mengepul.
Remaja putri asal Lada, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT itu tak banyak bergerak. Matanya menatap kosong ke arah ibundanya Modestasi Eme (59) yang sedang berbincang-bincang dengan VoxNtt.com. Defita hanya bisa melihat, tidak bisa mendengar dengan normal.
Modestasia mengaku putrinya itu mengalami cacat lumpuh, tuli, dan bisu sejak lahir 15 Agustus 1999 silam.
Modestasia berkisah, sejak lahir Defita hidup dengan serba kekurangan. Namun ia dan sang suami Fransiskus Nabat (71) tetap tabah dalam merawatnya hingga dewasa.
Penderitaan panjang selama merawat putrinya bak pilu yang seakan tak pernah hilang. Apalagi kondisi Kampung Lada yang udik, jauh dari keramaian.
Sederet kisah pilu dalam merawat Defita diperparah dengan kondisi ekonomi keluarga ini yang serba kekurangan. Namun Modestasia dan Fransiskus tampak tak pasrah.
Ingin Dapat Bantuan
Sejak beberapa tahun lalu, Modestasia dan Fransiskus tampak mulai lelah dalam merawat putri mereka. Maklum, usia keduanya sudah tak muda lagi.
Memasuki masa tua, Modestasia dan Fransiskus tidak lagi produktif hingga akhirnya membuntuhkan bantuan pemerintah untuk menopang kehidupan Defita.
Apalagi akhir-akhir ini, Pemerintah mulai memperhatikan serius penyandang disabilitas dengan memberikan bantuan sosial.
Perhatian ini rupanya sudah sampai ke telinga Modestasia. Asa untuk mendapat bantuan selayaknya anak cacat di berbagai tempat pun mulai tumbuh subur dalam hati ibu 8 anak ini.
Meski Modestasia hanya tamat kelas IV SD, namun ia tampak tak gagap menyebut bantuan sosial untuk penyandang cacat.
Ia sangat hafal kalimat itu sejak adanya bantuan sosial untuk penyandang cacat. Setiap tahun Modestasia mengaku terkadang iri hati.
Itu terutama saat ia melihat penyandang disabilitas lain mendapat bantuan dari pemerintah.
Sementara putrinya Defita Astin yang menderita cacat lumpuh, tuli, dan bisu sama sekali tak disentuh oleh bantuan sosial untuk penyandang disabilitas.
Ia sangat sadar salah satu bentuk nyata kepedulian pemerintah terhadap penyandang cacat ialah dengan menyediakan bantuan khusus.
Sejak lama wanita yang berumur lebih dari setengah abad itu mengharapkan bantuan dari Pemkab Matim agar meningkatkan kesejahteraan sosial putrinya, selayaknya penyandang cacat di banyak tempat.
Modestasia mengaku, jalan panjang yang penuh liku-liku selama 19 tahun terus menerpa Defita tanpa ampun. Ia pun sangat mengharapkan sentuhan bantuan dari pemerintah.
Asa yang seakan tak pernah pupus itu muncul lantaran ia dan keluarganya hidup dengan serba kekurangan. Keluarga Modestasia cukup sederhana dan berkategori miskin.
Oleh karenanya, sandaran utama untuk menopang kehidupan putri keenam dari 8 bersaudara pasangan Modestasi Eme dan Fransiskus Nabat itu adalah uluran tangan kasih dari pemerintah dan pihak lain.
“Saya mohon pemerintah Manggarai Timur untuk membantu putri saya,” kata Modestasia penuh harap kepada VoxNtt.com di Kampung Lada pada 13 November lalu.
Terkadang ia mengaku pasrah dan menangis dalam merawat putrinya yang penuh dengan kekurangan. Namun, ia tetap tabah sembari menunggu bantuan pemerintah.
Merasa Tertipu
Modestasia memang sempat bernafas lega saat didatangi petugas dari Pemkab Matim pada tahun 2011 lalu.
Saat itu keluarga remaja putri kelahiran Lada, 15 Agustus 1999 itu didata dan difoto oleh petugas di Desa Satar Punda. Modestasia mengaku, delapan tahun lalu itu konon putrinya didata dan difoto untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Namun, sejak saat itu hingga kini dambaan untuk mendapatkan bantuan tak kunjung terwujud. Hanya sebuah kursi roda yang muncul.
Keluarga Modestasia merasa tertipu oleh pemerintah karena tak ada bantuan keuangan, sebagaimana layaknya orang cacat di banyak tempat.
Sebab itu, ia dan keluarganya masih sangat mengharapkan agar Pemkab Matim merealisasikan janjinya untuk membantu Defita dengan cara apapun.
Senada dengan istrinya, Fransiskus Nabat mengaku masih mengingat betul saat putrinya didata dan difoto petugas untuk mendapatkan bantuan pada tahun 2011 lalu.
Bagi Fransiskus, kegiatan pendataan itu belum dianggap angin lalu yang tak membekas dalam harapan keluarga mereka.
“Sampai sekarang kami masih menunggu dan sangat mengharapkan bantuan pemerintah,” katanya.
DPRD Angkat Bicara
Berkat pemberitaan media massa, kisah getir yang boleh ditelan Defita selama bertahun-tahun ternyata sudah sampai ke telinga anggota DPRD Matim, Frumensius Frederik Anam.
Anggota DPRD asal Kecamatan Lamba Leda itu pun akhirnya angkat bicara.
Anam meminta Pemerintah Desa (Pemdes) Satar Punda agar membuat surat permintaan bantuan ke Bupati Matim, Agas Andreas.
“Saya minta agar pemerintah setempat dalam hal ini pemerintah desa membuat surat kepada bupati, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten (Matim) untuk minta bantuan dilampiri dengan surat identitas kependudukan tembusannya ke DPRD,” ujar Politisi Hanura itu saat dihubungi VoxNtt.com pada 15 November lalu.
Menurut Anam, DPRD akan mengawal permohonan yang disampaikan Pemdes Satar Punda nanti.
“Hari ini juga saya akan tanya kadis sosial perihal program bantuan terhadap penyandang disabiltas,” janji politisi Hanura itu.
Ia menegaskan, pemerintah wajib memperhatikan kondisi warga yang cacat seperti Defita.
Dalam kesempatan tersebut, Anam sendiri menyampaikan permohonan maaf kepada keluarga Defita karena baru mengetahui kondisinya dari pemberitaan media massa.
Padahal sejak tahun 2011 didata, namun pemerintah tidak menempati janjinya. Hanya kursi roda yang muncul.
“Saya menyampaikan terima kasih kepada Vox NTT yang telah mempulikasikan ini, sehingga kami tahu, pemerintah tahu, khalayak tahu bahwa ada disabilitas yang belum disentuh pemerintah secara maksimal,” kata Anam.
Merespon permintaan Anam, Kepala Desa Satar Punda, Fransiskus Hadilaus berjanji akan membuat surat permohonan bantuan atas Defita Astin kepada Bupati Matim, Agas Andreas.
“Nanti kami coba menindaklanjuti surat permohonan ke Bupati dan DPRD terkait pemberitaan ini,” ujar Kades Hadilaus saat dihubungi VoxNtt.com melalui ponselnya pada 16 November.
Kades Hadilaus berjanji pekan setelah pemberitaan tentang Defita mulai marak, Pemdes Satar Punda akan mengirim surat permohonan bantuan ke Bupati dengan tembusan DPRD Matim.
Menurut dia, tahun 2016 lalu istri Agas Andreas pernah memberikan bantuan berupa kursi roda kepada Defita Astin.
Defita Harus Dapat Bantuan
John Tangur, praktisi hukum yang tinggal di Jakarta menyatakan, seharusnya Defita Astin mendapatkan bantuan dari pemerintah.
“Seharusnya saudari kita Defita Astin memperoleh hak-haknya sebagai penyandang cacat. Seharusnya Defita Astin mendapatkan bantuan dari pemerintah,” ujar John saat dihubungi VoxNtt.com pada 18 November lalu.
Menurut dia, Indonesia memang kalah selangkah lebih maju ketimbang Jepang dan Malaysia dalam hal memperlakukan dan melindungi warga negaranya yang cacat, difable atau penyandang disabilitas.
Penyandang disabilitas di Indonesia dipandang masih sangat mengenaskan. Sebab itu, sudah semestinya para penyandang disabilitas mendapat perlakuan khusus dari pemerintah sebagai upaya perlindungan dari berbagai pelanggaran HAM.
Advokat PERADI itu menambahkan, saat ini sebagai upaya perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas, Indonesia telah memiliki Undang-undang Penyandang Cacat Nomor 4 tahun 1997.
Pada Pasal 5 UU tersebut berbunyi “Penyandang cacat/disabilitas merupakan setiap orang yang memiliki fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan, hambatan bagi dirinya untuk melalukan kegiatan secara selayaknya yang terdiri dari penyandang cacat fisik dan cacat mental”
Menurut John, hak-hak fundamental beserta kewajiban penyandang disabilitas juga telah diatur dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42, serta Pasal 54 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM.
Sebagai bentuk komitmen dan kepeduliannya terhadap penyandang disabilitas pemerintah RI telah melakukan ratifikasi terhadap internasional tentang hak-hak penyandang disabilitas (Convention On The Rights Of Persons With Dissabilities (CRPD)- Konvensi mengenai hak-hak penyandang disabilitas, melalui UU Nomor 19 tahun 2011.
Undang-undang Nomor 18 tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, lanjut John, juga sebagai upaya untuk menunjukkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri tanpa diskriminasi.
Dengan UU ini, menjamin penyandang disabilitas memiliki berbagai hak, yaitu: hidup, bebas dari stigma, privasi, keadilan dan perlindungan hukum, pendidikan, pekerjaan, kewirausahaan, koperasi, kesehatan dan politik.
John menegaskan, berdasarkan aturan-aturan hukum tersebut, maka seharusnya Defita Astin memeroleh hak-haknya.
“Sudahlah tepat apabila Pemerintah Desa (Pemdes) Satar Punda yang harus pro aktif mengurus, membuat surat permohonan bantuan untuk kepentingan Defita Astin,” imbuh pria asal Manggarai itu.
“Pemdes atas sepengetahuan Camat mengirim surat, mengusulkan Defita Astin, dikirim ke Kantor Sosial Kabupaten Manggarai Timur setelah diverifikasi oleh Kantor Sosial selanjutnya akan diproses apakah memakai dana APBD atau lainnya,” sambungnya.
John menambahkan, prosedur mendapatkan bantuan juga telah diatur pada Peraturan Presiden RI Nomor 63 tahun 2017 tentang Penyaluran Bantuan Sosial Non Tunai.
Pasal 17 “Gubernur, bupati dan Walikota mempunyai tugas: a. Melaksanakan pemantauan atas pelaksanaan pemberian bantuan sosial. b. Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat dalam melaksanakan pentaluran bantuan sosial, dan c. Menyediakan pendamping dan atau aparat setempat untuk membantu kelancaran proses sosialisasi, verifikasi penerimaan bantuan sosial.
Pasal 18 tentang Pembiayaan “segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan penyaluran bantuan sosial secara non tunai (tanpa rekening Bank) bersumber dari APBN dan APBD”
“Nah di sinilah perananan DPRD, fungsi budgeting dan legislasinya karena menggunakan APBD,” ujar John.
Tahun 2019, Pemkab Matim Bantu Defita
Pemkab Matim melalui Dinas Sosial akan membantu Defita Astin pada tahun 2019 mendatang.
“Pemerintah akan bantu di tahun 2019. Bantuan itu nanti berupa insentif bulanan,” jelas Kabag Humas Setda Matim, Bonifasius Sai kepada VoxNtt.com di Kantor Bupati Matim, Jumat (23/11/2018) siang.
Ia mengaku pihaknya sudah mengkomunikasikan soal Delfita dengan Dinas Sosial Kabupaten Matim.
“Ada dananya,” tambah Kabag Boni.
Dia menambahkan, Pemkab Matim akan berkoordinasi dengan Pemdes Satar Punda untuk mengecek kondisi dan identitas lengkap dari Defita.
Penulis: Ardy Abba