Borong, Vox NTT-Salah satu kegiatan inovasi yang dikembangkan di Desa Golo Ndele, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur adalah kerajin piring rotan. Kerajinan itu sudah menjadi merk bagi warga setempat. Namun seriring roda waktu dan zaman kerajinan bermartabat itu tergerus oleh waktu.
Hanya beberapa orang saja yang masih mempertahankanya. Itu pun individu saja sifatnya. Umumnya mereka menganyam piring rotan di sisa-sisa waktu usai mengurus kebun. Setibanya di rumah menanti makan malam atau menyongsong rasa ngantuk mereka mulai merakit kerajinan itu.
Yang membanggakan, hasilnya dipasarkan.Tidak ada yang sia-sia, meski belum dapat pasaran tetap. Hitung-hitung waktu dan pengorbananya tidak sia-sia. Tetapi, sayangnya, produk kerajinan itu belum menjadi pekerjaan rutin. Hanya sekadar isi waktu.
Jumat (21/11/2018) sekitar 20 orang ib-ibu dan bapak-bapak duduk berderetan di teras kantor desa setempat. Mereka tekun merakit piring rotan. Jari-jari mereka lincah bergerak diantara cela-cela racikannya. Mereka sangat tekun. Karena memang itu ciri khas dasar merakit piring rotan. Yang sekadarnya saja, hasil pun apa adanya. Tetapi kalau serius dengan teknik yang terolah decak kagum akan dirasakan ketika melihat hasilnya.
Pada hari itu mereka datang ke kantor desa setempat untuk melakukan praktik pembuatan piring rotan. Mereka ingin memperlihatkan kreasi dan inovasi yang mereka miliki. Bahwa mereka benar-benar menekuni kerajinan tersebut.
Mereka berhimpun di satu tempat, di teras kantor desa berkat ikthiar baik dari pendamping inovasi pengelola TPID Kecamatan Kota Komba. Rangkain acara dibuka secara resmi oleh Camat Kota Komba, Herman Jebarus, S.Ip. Turut hadir dalam kegiatan itu Kasi PMD Kecamatan Kota Komba, Stefanus Nika, Tim Pelaksana Inovasi TPID Kecamatan Kota Komba, Darius Nggajing, Yohanes Delfino, Valentino Loma dan Kepala Desa Golo Ndele, Wilibrodus Nani.
Hari itu tidak ada jarak. Semua membaur.Anggota kelompok memperlihatkan kecakapan yang mereka punya. Tim inovasi mengamati, pemerintah desa dan rombongan camat Kota Komba memberi motivasi.
Ionti Selus (33), ketua kelompok kerajinan menceritakan, berawal dari tekat pribadinya. Bahwa dalam keterbatasan fisiknya ia mencoba menekuni kerajin yang dapat mendatangkan penghasilan. Ia memilih menekuni pekerjaan kerajin piring rotan. Ia mencoba merakit dan menghasilkan produknya. Ternyata hasilnya membanggakan. Tetapi ia menyadari keterbatasan fisik tidak mungkin menghasilkan produk yang lebih banyak. Karena itu, ia menghimpun sejumlah ibu-ibu dan mulai menekuni kerajinan tersebut.
Pada awalnya ada sekitar 40 orang ibu yang ia kumpulkan. Mereka dibagi dalam dua kelompok. Tugasnya mengarahkan ibu-ibu tersebut dalam proses pembuatannya. Namun dalam perjalanan hanya 20 orang ibu yang bertahan hingga kini.
Hengkangnya beberapa ibu-ibu itu, terangnya, karena tingkat kesulitan pekerjaan dan keterbatasan material dasar. Selain itu sarana dan prasarana pendukung serta pemasaran yang masih terbatas. Sementara ibu-ibu yang masih bertahan terus memroduksikannya hingga kini. Bahkan bertekat agar ibu-ibu yang telah terampil membentuk kelompok baru untuk pengembangannya.
Menurutnya, material dasar pembuatannya terdiri dari mindu/ werek dan kuar (bahasa lokal setempat). Dua material tersebut dipilih karena tingkat kualitasnya. Satu batang kuar dibela menjadi enam bagian dengan ukuran yang sama. Demikian pun werek dibagi empat dengan ukuran yang sama pula. Untuk ukuran material pembuatan satu piring rotan membutukan enam batang kuar dan 30 batang mindu atau werek.
Dua material tersebut mulai diracik apabila sudah dihaluskan dan dalam kondisi kering. Tujuanya hasil agar anyaman rapih dan tidak muda terlepas. Sebab apabila paksa anyam masih dalam kondisi mentah dikhwatirkan muda rusak pada saat digunakan.
Kacuali itu, imbuhnya, ada kendala juga. Terutama ketersediaan material dasar yang terbatas dan alat pembersih atau penghalusnya yang masih menggunakan cara manual. Oleh karena itu, katanya, anggota kelompok membutuhkan sokongan dana untuk mengadakan material dan peralatannya. Sejauh ini, jelasnya, material dasar cari sendiri-sendiri di hutan sekitar.
“Kami butuh bantuan dana segar sehingga produktivitas kami tidak mengalami kendala,” katanya.
Yang membanggakan adalah hasil produk anggota kelompok dipamerkan pada even-event daerah dan dijual secara pribadi. Bila dipamerkan selalu habis terjual karena produknya bagus dan memuaskan. Harga jualnya pun terjangkau.
Dia mengatakan, selama ini produk kerajinan rotan yang telah dihasilkan adalah piring rotan, piring pelindung lampu belajar, tudung saji, topi aneka model dan beberapa jenis lainnya. Ke depan, tekatnya, anggota kelompok terus berimprovisasi agar produknya bervariasi. Selain itu tetap menjaga agar mutu produk agar berdampak pada nilai jualnya.
Kepala Desa Golo Ndele, Wilibrodus Nani, mengatakan pada prinsipnya pemerintah setempat mendukung kerajinan kelompok yang ada. Makanya setiap ada event daerah selalu dipamerkan. Karena itu pemerintah desa terus mendorong pengembangannya. Caranya anggota kelompok binaan yang sudah terlatih membentuk kelompok baru agar kerajinan ini berkembang pesat. Kecuali itu pemerintah desa berupaya agar kekurangan-kekurangan yang dialami kelompok bisa diatasi.Sebab material yang mereka manfaatkan mendulang rupiah.
“Hasilnya produk tersebut jadi rebutan.Ada emas di ujung rotan itu,” tukasnya.
Penulis: Kanis Lina Bana