Oleh; Kanis Lina Bana*

Siang mulai merangkak naik menjelang pada  puncak panas. Alam Mokel Morid  pada Rabu (21/11/2018) lalu sedang akrab-akrabnya. Panenan sudah menuju finish.  Hanya beberapa petak sawah  saja yang masih menyisahkan bernas padi menjelang matang.

Di bawah tenda biru berkumpul sejumlah anggota kelompok tani. Sejumlah material lokal hasil pilihan dari alam setempat  sudah mereka  kumpulkan. Alat pengolahan  alakadarnya berupa parang, batang kayu, pisau, ember, air, alat tumbuk sudah mereka siapkan.

Tahap demi tahap sistem pengolahan pestisida nabati ini  mulai mereka lewati. Mereka mengerjakan dengan sangat teliti. Takaran setiap material   sungguh diperhatikan. Semua anggota kelompok mengerjakan dengan cekatan. Masing-masing sibuk,  proaktif tetapi selalu hati-hati agar hasilnya maksimal.

Tampil dua orang instruktur, yakni  Paskalis  Hamon  selaku petani dan Maria Y, tenaga penyuluh. Keduanya bergilir mengarahkan peserta. Petunjuknya sederhana saja. Bahasa yang akrab betul. Tidak pakai  metode ilmiah segala.  Apalagi istilah-istilah tinggi. Ya..metode tutur, langsung praktik.

Tangan-tangan mereka lincah bergerak. Mereka  menggunakan perinsip ini, “telinga mendengar, tangan bergerak.” Cincang semua material yang ada. Mereka mengerjakan semuanya itu dalam  suasana  luwes, akrab penuh persaudaraan. Sesekali pandangan mereka  tertuju ke arah isntruktur. Hanya ingin  tahu penegasan arahan.

Inovasi pengolahan pestisida nabati  dan pupuk organik dari dedaunan di Desa Mokel Morid pada hari itu  merupakan  salah satu program inovasi desa TPID Kecamatan Kota Komba. Hadir pada  kesempatan itu, Camat Kota, Herman Jebarus, S.Ip, Kasi PMD Kecamatan Kota Komba, Stefanus Nika, Tim Pelaksana Inovasi  TPID Kecamatan Kota Komba,  Silvester Hemat, Darius Nggajing, Yohanes Delfino, Valentino Loma dan Maria M Anu. Kepala Desa Mokel Morid,  Berto L. Min Dasulastri dan sejumlah toko  masyarakat. Mereka menyaksikan proses pengolahan dengan  khusuk dan cermat.

Desa Mokel Morid dipilih menjadi sasaran kegiatan inovasi berdasarkan permintan warga dan kepala desa setempat, juga dukungan potensi yang dimiliki di wilayah desa itu. Sebab fakta menunjukkan, sumber daya alamnya tersedia. Tenaga terlatih  mereka punya. Meski dari sisi lain  wilayah Desa Mokel Morid terkesan isolasi karena transportasi yang mampet. Jalur tranportasi  menuju desa itu sudah putus menyusul  tanah longsor dan ambruknya jembatan Wae Mokel.  Kerusakan jalur jalan itu sudah permanen sifatnya.

Meski demikian  beberapa warga tetap nekat. Alam telah membentuk nyali mereka.  Soal efektivitas dan ekonomis  juga jadi pertimbangannya.   Apalagi panjang lintasan jalan dari  dan atau  ke Paan Leleng-Mokel Morit hanya 3 KM saja.

Sementara warga   lain yang ada urusan dari dan ke Mokel Morid-Paan Leleng dan menggunakan kendaraan  harus mengikuti jalur lain yang disiapkan pemerintah daerah. Lintasannya  meliuk hingga ke Mukun  sepanjang 14 KM dengan durasi waktu lebih  lama. Pilihannya sangat dilematis.Dekat tapi beresiko.Jauh  tapi berliuk-liuk. Ya..sudah ‘jadi takdir.’

Desa  Mokel Morid  di siang itu menampilkan pesona lain. Mencuatkan makna.Bahwa sesungguhnya mereka menyimpan ‘berlian’ kehidupan.“Emas mongko”.  “Emas” yang menyelamatkan tanaman, melenyapkan hama. Apa yang dimiliki itu adalah   ‘talenta’ yang dapat membantu banyak orang. Dalam rumusan lain, “emas dan perak  telah  mereka punyai!” tinggal bagaimana kita memaknai agar sesuatu yang indah itu dapat berguna bagi sesama yang lain. Terutama mengatasi  aneka hama  yang sering menghampiri tanaman kita setiap musim tanam tiba dan proses pertumbuhannya. Atau tanaman perdagangan menjelang proses vertilisasi dan pematangan pembuahan.

Adalah Paskalis Hamon (40).  Salah seorang petani  tulen yang senantiasa  mengolah asa, meracik harap terkait pemberantasan hama tanaman. Ia ahli dalam bidang pengolahan pestisida nabati.  Itu sebabnya  oleh pimpinan wilayah setempat bersama penyuluh pertanian  diberi kuasa menggerakkan warga dalam bidang itu.

Kepada para peserta, Hamon  menjelaskan,  sejak tahun 2007 lalu, dirinya mulai menekuni sistem pengolahan pestisida nabati dari dedaunan, namun tidak rutin. Baru pada tahun 2010 di mana pemakaian obat kimia semakin marak dan prevalensi serangan hama makin tinggi, maka dirinya mulai menekuni lagi pengolahan pestisida nabai. Hasil olahannya semata-mata untuk pemakaian sendiri.

“Saya uji coba hasil olahan saya.Dan saya mendapatkan hasil yang memuaskan.Hama terkendali, hasil panen meningkat.Berangkat dari pengalamana itu secara rutin tiap tahun saya produksi pestisida nabati itu, tetapi belum berani saya pasarkan. Saya harus yakin dengan uji coba berulang-ulang selama  tiga tahun,” jelasnya.

Pada tahun 2015, hasil olahannya mulai dipasarkan kepada  petani-petani di desa tetangga. Mereka merasakan dampaknya.Alhasil  hampir setiap tahun permintaan semakin bertambah. Namun hasil racikannya yang semata-mata  mengandalkan  cara manual ini hanya mampu produksi sebanyak dua jerigen jumpo. Jumlah  tersebut sebatas menjawabi kebutuhan beberapa petani yang sudah berpengalaman menggunakan pestisida nabati.

Menurutnya, harga jual pestisida nabati sangat murah. Berkisar antara Rp 25.000 untuk ukuran 600 ML dan  Rp 50.000 per botol ukuran besar. Harga satuan tersebut lebih pada spirit toleransi kebutuhan sesama petani.Ia mengabaikan soal pertimbangan ekonomi. Yang penting baginya, demikian Hamon yang sudah ikut kursus hingga ke Aceh ini, aplikasi pestisida nabati memasyarakat.Sebab ada keunggulan yang luar biasa pada pestisida nabati itu. Yakni, ramah lingkungan, efektif memusnahkan hama dan hasil panen melimpah.

Pada tahun 2017, terang Hamon, Kepala Desa Mokel Morid mendatangi rumahnya dan mendiskusikan secara serius soal budidaya pengolahan pestisida nabati.Ajakan tersebut, bebernya, ditanggapi secara positip. Beberapa kelompok tani dibentuk dan secara berkala mengolah  pestisida nabati tersebut.  Dirinya bertekat agar seluruh petani di wilayah setempat dapat memanfaatkan potensi lokal tersebut untuk mengendali hama tanaman serta mendukung produktivitas hasil pertanian sawah dan perkebunan.

“Saya sudah dua tahun terakhir menggunakan pupuk organik dan pestisida nabati.Saya sudah merasakan dampaknya.Luar biasa hasilnya,” akunya. ***

Tentang bahan dasar pengoalahn pestisida nabati, Hamon, merincikan bahan dasar yang dibutuhkan adalahumbi gadung atau dalam bahasa lokal setempat kou, daun temprosia, daun mindi, daun pahitan, jeringau, lengkuas, daun papaya. Selain itu  dun seri wangi, daun sirsak, pucuk kembang sepatu dan biji tuba. Selain bahan tersebut perlu ditambah Air leri atau air bekas cucian beras serta  air bersih secukupnya.

Sistem pengolahannya,  semua material dedaunan dan umbi gadung dilumatkan, dicincang atau ditumbuk  hingga halus.Perbandingan material  1 kg umbi gadung, bahan lain 200 gram. Seluruh material yang sudah dilumat diaduk hingga rata lalu dimasukan dalam wadah berisi air. Lalu  difermentasi selama 2 x 24 jam sampai 3 x 24 jam. Amati setiap pagi lalu diaduk lagi. Sesudah difermentasilalu disaring.

Hasil saringan dapat diaplikasi. Waktu efektif untuk aplikasi adalah  mulai pukul 15.30 wita hingga menjelang malam.  Waktu tersebut sangat efektif karena pada fase itu penguapan terjadi maksimal dan hama menyerang tanaman pada malam hari.  Sedangkan ampas sisa saringan digunakan sebagai pupuk nabati pada tanaman.

Adapun fungsi pestisida nabati adalah mengendalikan hama dan penyakitpada  padi dan tanaman perdagangan. Juga sebagai pupuk tanaman. ***

Putuskan Mata Rantai Pupuk Kimia

“Semua hidangan yang ada dari bahal lokal. Meski formatnya kue tar dan beberapa jenis hidangan kue lainnya  di atas meja, tetapi semuanya serba  lokal. Silakan coba. Rasanya pasti beda,” ajak Kepala Desa Mokel Morid, Berto L. Min Dasulastri, kepada  rombongan Camat Kota Komba dan tokoh masyarakat  saat mamiri sebelum kegiatan, Rabu (21/11/2018). Demikian pun saat santap siang.“Menu ini juga semua lokal,” katanya lagi.

Kades yang low profile ini, mengaku   memiliki  idealisme tinggi terkait bahan-bahan lokal. Ia mengajarkan warganya mencintai produk lokal. Juga mengimbau warga  mengkonsumsi makanan lokal. Karena kecintaan terhadap produk lokal, tidaklah  heran bila   setiap lomba masakan lokal baik tingkat daerah Manggarai Timur seperti di Sita dan Elar beberapa waktu lalu utusan desanya selalu meraih peringkat pertama. Bahkan pernah tembus ke Provinsi NTT dan meraih kemenangan.

“Bagi saya piagam atau piala penghargaan memang penting, tetapi jauh lebih penting kalau masyarakat saya mencintai  produk  lokal. Dan,  saya berusaha maksimal agar potensi lokal diberdayakan secara maksimal,” katanya.

Kelompok tani sedang melakukan pengolahan pestisida nabati

Terkait inovasi pengolahan pupuk organik dan pestisida nabati, dia mengaku sudah menggunakan dua tahun belakangan. Hasilnya sangat memuaskan.Itu sebabnya dirinya menggerakan, merangsang masyarakat untuk selalu menggunakan produk lokal. Bukan hanya mendorong masyarakat, tetapi dirinya terlibat langsung setiap kegiatan  pengelolaan produk lokal.

Obsesinya ke depan, tegasnya,  apabila pupuk organik dan pestisida nabati sudah booming di tengah masyarakat Mokel Morid, maka pihaknya akan memarkasai untuk menghentikan seluruh distribusi dan aplikasi  pupuk kimia di wilayahnya. Tekat ini berdasarkan amatan   berkelanjutan perbedaan  aplikasi produk kimia  dengan produk lokal. Perbedaannya sangat signifikan.

“Tekat saya bersama masyarakat  adalah menghentikan mata rantai penggunaan pupuk kimia,” Mimpi saya  aplikasi obat kimia ditiadakan. Sebab penggunaan obat-obat kimia merusak lingkungan dan kehidupan manusia itu sendiri. Itu sebabnya saya bertekat dan terus menyuarakan, melatih petani agar pupuk organik dan pestisida nabati itu memasyarakat,” katanya.

Untuk meyakinkan masyarakat dan pemerintah daerah, tekatnya, ia berencana  pada salah musim tanam mendatang pihaknya  mengajak seluruh masyarakat menggunakan produk lokal pada tanaman padi sawah. Bila  musim panen tiba akan mengundang pemerintah daerah mengadakan panen raya.

Menurutnya, selain mengelobarasi pupuk organik dan pestisida nabati, bersama kelompok tani, instruktur dan penyuluh pertanian sedang melakukan uji coba produk lokal mematikan keong dan gulma.Apalagi sudah ada hasil yang memuaskan baru melatih warga kelompok. Niat ini agar seluruh kegiatan mengatasi hama jadi komplit menggunakan produk lokal.  ***

Tidak Tutup Mata

Wajah Camat Kota Komba, Herman Jebarus, S.Ip mengaku sangat puas  terhadap kreasi yang diciptakan kelompok tani di dua desa  itu. Sebab hasinya sangat bagus dengan mutu terjamin.  Itu sebabnya ia mengajak seluruh peserta yang menekuni inovasi itu agar terus berkerasi sehingga berdampak bagi masyarakat.

Kegiatan inovasi  kelompok yang diprakarsai oleh TPID Kota Komba  merupakan akselerasi kegiatan pemerintah pusat  dengan tujuan menyejahterakan  masyarakat. Pemerintah wajib mengembangkan inovasi-inovasi  baru sebagai bagian dari  tanggung jawab moral untuk meningkatkan derajat kehidupan ekonomi masyarakat.

Ia menilai  kekayaan dan potensi  yang dimiliki masyarakat lokal merupakan modal yang harus dikembangluaskan. Sebab potensi tersebut dapat berdampak luas bagi kehidupan ekonomi masyarakat setempat. Tugas pemerintah, demikian putera Sita-Borong ini, terus mendorong dan mendampingi agar  kearifan-kearifan lokal tersebut tidak mati suri. Tetapi terus dibudidayakan bagi masyarakat sendiri.

Dikatakannya, pada hakekatnya, apabila pemerintah melihat  kreasi dan inovasi yang ada,  dan menjadi bagian dari perwujudan kehidupan ekonomi masyarakat maka pemerintah tidak akan tutup  mata. Asalkan inovasi tersebut berjalan  baik, terukur dan berkelanjutan serta  berdampak bagi kelompok masyarakat. Karena itu ia memesan agar kelompok yang sudah berinovasi itu terus berdaya-kreasi  agar produk yang diciptakan itu  dikenal masyarakat umum. Apabila sudah menjadi konsumsi publik, tentunya, pemerintah akan memberi perhatian serius.

“Produk kalian ini luar biasa.Saya bangga dan berharap agar inovasi ini berkembang pesat,” pintanya dalam acara pembukaan kegiatan inovasi di dua desa itu.

Ia menyadari setiap  usaha dan inovasi selalu dikepung berbagai kendala. Kendala tersebut, bisa bersifat ekstra kelompok atau intra kelompok. Yang diharapkan, lanjutnya kerja sama yang solid  dalam seluruh usaha memberdayakan  kearifan lokal serta potensi kelompok yang ada ini. Dengan demikian akan berdampak luas secara ekonomi.

“Kalau sudah berkembang pesat  pemerintah kecamatan  akan berusaha agar kreasi dan inovasi ini mendapat label dan legalitas produknya. Tugas kita bersama pemerintah desa dan anggota kelompok adalah memajukan usaha ini secara baik, teratur dan  terukur,” katanya.

***Penulis/tinggal di Borong-Manggarai Timur