Ruteng, Vox NTT- DPRD Manggarai sudah menyepakati tanah seluas 24.640 meter persegi yang terletak di Kelurahan Wangkung, Kecamatan Reok untuk dihibahkan ke PT Pertamina.
Persetujuan dilakukan saat rapat paripurna internal permohonan persetujuan hibah dari DPRD, terkait aset tanah milik Pemda Manggarai kepada PT Pertamina pada Rabu, 28 November lalu. Paripurna itu berlangsung di ruang sidang DPRD Manggarai.
Namun sebelum keputusan tersebut, sebanyak 4 dari 7 orang anggota Pansus aset tanah DPRD Manggarai dikabarkan diundang oleh Kantor Pengacara Negara untuk melalukan pertemuan di Ruang Rapat Hotel Patra Jasa Bali di Jl. Ir. H. Juanda Kuta Bali pada 5-6 November 2018 lalu.
Dalam surat undangan yang diperoleh VoxNtt.com, di Hotel Patra Jasa Bali sejumlah anggota Pansus DPRD Manggarai bertemu dengan Tim Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Agung RI dan Tim Aset PT Pertamina (Persero).
Di sana, mereka membahas tindak lanjut permohonan hibah tanah Depot/Terminal BBM Reo Kabupaten Manggarai.
Menurut Marsel Nagus Ahang, salah satu anggota Pansus DPRD Manggarai, untuk ke sana keempat rekannya memakai surat tugas pimpinan DPRD. Biasanya, kata dia, jika ada surat tugas berarti ada uang SPPD.
Tak hanya itu, anggota Pansus juga dibiayai oleh PT Pertamina. Penginapan di Bali selama dua hari juga dibiayai oleh PT Pertamina.
“Saya tidak pergi dengan alasan mengapa harus melakukan pertemuan di Bali. Kenapa tidak melakukan dengar pendapat di DPRD Manggarai saja. Patut diduga di sana ada pemufakatan jahat, apalagi semua biaya ditanggung PT Pertamina, ini aset milik masyarakat, jadi mesti transparan dan akuntabel,” ujar Marsel saat konfrensi pers di Restoran Victory Ruteng, Jumat (30/11/2018) sore.
Konfrensi pers bertemakan “Membongkar kotak pandora di balik wacana hibah tanah Pemda Manggarai kepada Depo Pertamina Reo”.
Selain dihadiri sejumlah awak media, konfrensi pers juga melibatkan beberapa anggota organisasi GMNI dan PMKRI, serta dua orang pengacara, masing-masing, Plasidus Asis Deornai dan Fridolinus Sanir.
Baca Juga: Marsel Ahang Duga Osi Gandut Terima Suap dari PT Pertamina
Asis dalam kesempatan tersebut menyatakan, pertemuan empat anggota Pansus DPRD Manggarai bersama Tim Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Agung RI dan Tim Aset PT Pertamina (Persero) di Bali patut diduga ada konspirasi dan gratifikasi.
“Karena pertemuan di Bali dan semua pembiyaan ditanggung PT Pertamina. Tanah ini bukan milik perseorang, tapi milik masyarakat Manggarai. Kenapa tidak melalui rapat dengar pendapat di DPRD saja,” ujarnya.
Kebijakan Hibah Tidak Tepat
Asis menyatakan, kebijakan Pemkab Manggarai dalam menghibahkan aset tanah kepada PT Pertamina merupakan keputusan tidak tepat.
Ia menjelaskan, PT Pertamina adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Ia adalah Persero yang selama ini cendrung mencari keuntungan.
“Maka, kalau dia cendrung mencari keuntungan, dia tidak termasuk dalam yang kita sebut sebagai badan lembaga umum. Karena kalau dia badan lembaga umum, dia non profit,” ujar Asis.
Seharusnya lanjut dia, lembaga profit seperti PT Pertamina harus ada dampak sosial dan ekonomi terhadap rakyat Manggarai. Ia harus mampu memberikan sumbangsi berupa pendapatan asli daerah (PAD).
Dikatakan, seorang bupati sah-sah saja memberikan hibah tanah kepada PT Pertamina. Tetapi wajib melalui kajian dan pertimbangan ekonomi, sehingga bisa menghasilkan PAD bagi Kabupaten Manggarai.
Apalagi, kata Asis, Manggarai sebagai salah satu daerah tertinggal. Sebab itu, kebijakan hibah secara cuma-cuma kepada PT Pertamina yang dianggap mampu sangat tidak tepat dan perlu ditinjau kembali.
“Atau mungkin ada kerja sama yang paling efektif, mungkin dalam bentuk deviden,” tegasnya.
“Kalau alasannya untuk pelayanan pendistribusian minyak, saya pikir ini bukan satu-satunya. Toh, minyak juga dibeli oleh masyarakat,” terang Asis.
Bantah
Sementara itu, Ketua Pansus aset DPRD Manggarai Rafael Nanggur membantah ada gratifikasi dan konspirasi di balik pertemuan dengan Tim Jaksa Pengacara Negara pada Kejaksaan Agung RI dan Tim Aset PT Pertamina (Persero) di Bali.
“Itu pertanyaan orang yang tidak mengerti, termasuk orang yang alot di Pansus itu adalah orang yang tidak mengerti tentang tata kelola Negara ini, mau lawan aturan. Saya kerja tulus iklas,” ujar Rafael saat dikonfirmasi seputar dugaan gratifikasi tersebut melalui teleponnya, Jumat malam.
Rafael sendiri tidak menampik pembiayaan ke Bali tersebut ditanggung sepenuhnya oleh PT Pertamina. Tak ada anggaran dari DPRD Manggarai, kecuali hanya surat tugas sebagai anggota Pansus.
Dikatakan, keempat anggota Pansus ke Bali lantaran Kepala Depot Pertamina Reo tidak memiliki kewenangan dalam urusan aset. Sehingga, anggota Pansus harus bertemu dengan Direktur Aset Pertamina pusat yang tentu saja memiliki kewenangan atas proses hibah aset.
“Waktu itu kami minta supaya kami mau ketemu mereka di Jakarta. Tapi DPRD (Manggarai) tidak punya anggaran. Akhirnya waktu itu kami sampaikan kepada Pertamina, bagaimana kalau mereka (saja) yang datang ke Ruteng,” ungkap Rafael.
Selanjutnya, PT Pertamina menginformasikan bahwa mereka ada agenda pertemuan di Bali. PT Pertamina kemudian menawarkan agar pertemuan tersebut berlangsung di Bali dan tidak lagi, baik di Jakarta maupun di Ruteng.
Rafael menambahkan, kerja Pansus DPRD Manggarai seputar penyerahan aset tanah di Reo kepada PT Pertamina tidak bersifat telaahan. Namun, penyerahan berdasarkan perintah surat edaran Departemen Dalam Nageri tahun 1979.
“Sehingga kami tidak perlu kajian lagi, perintah aturan itu bahwa khusus untuk seluruh (wilayah) Indonesia Timur, membangun Depot itu bukan untuk komersial atau bisnis, tetapi untuk pelayanan kebutuhan BBM bagi masyarakat,” jelas politisi PDIP itu.
Di surat itu juga lanjut dia, mengamanatkan Pemda wajib menghibahkan tanahnya kepada PT Pertamina.
Namun, sejak surat edaran tersebut keluar penyerahan aset tanah kepada PT Pertamina tidak dilakukan.
Karena itu, pemerintah segera mengurus administrasi penyerahan aset dengan sistem hibah. Apalagi selama ini sudah menjadi temuan BPK.
“Yang satu angkatan Pansus dengan kami ada 4 di NTT. Alor, Maumere dengan Belu, lalu Manggarai. Itu Indonesia timur yang belum hibah, sehingga ada temuan BPK bahwa seluruh infrastruktur miliknya Pertamina sedangkan asetnya milik Pemda. Supaya tidak terjadi temuan itu, maka Negara melalui Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung mendesak pemerintah daerah untuk segera hibahkan ke Pertamina,” tutup anggota DPRD asal Kecamatan Cibal itu.
Penulis: Ardy Abba