Maumere, Vox NTT- Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla diklaim sebagai satu-satunya yang menginisiasi pembangunan dari daerah pinggiran.
Membaca dari berbagai media dan menyaksikan dari tiap tayangan pada chanel televisi, semangat dan kerja nyata Joko Widodo (Jokowi) dari daerah pinggiran semisal Papua dan beberapa Pos Lintas Batas Nasional di Aruk, Entikong dan Nanga Badau di Kalimantan Barat, Motaain di NTT, saya dan para sopir dan juga segenap penumpang yang setia melintas pada jalur trans utara Pulau Flores merindukan sentuhan pembangunan infrastruktur dari Jokowi.
Saya anak Pantai Utara Flores yang berdiam di desa Magepanda, Kecamatan Magepanda. Untuk area Magepanda kondisi yang paling parah sejak 2017 lalu adalah terhambatnya arus transportasi dari dan menuju kota Maumere, ibu kota kabupaten Sikka karena kondisi darurat jembatan Dagemage yang sampai hari ini belum dikerjakan.
Kondisi ambruknya jembatan yang dibawa banjir itu jelas berpengaruh pada kehidupan para petani di sepanjang Pantura Flores.
Magepanda yang jadi satu-satunya pemasok beras, aneka sayuran, cabe, bawang dan aneka buah bagi warga kabupaten Sikka sampai dengan kabupaten Flores Timur ternyata tak cukup punya daya ledak yang mempengaruhi pemangku dan penjaga marwah rakyat untuk segera berjuang membenahi kondisi jembatan.
Pasca ambruk total pada Februari 2018 lalu, saya menyaksikan sendiri dengan mata kepala, ibu-ibu petani penjual sayur yang harus membayar dua kali jasa penyeberangan ketika melewati jembatan bambu buatan warga sebagai titian kala banjir reda. Belum lagi para petani kecil lainnya yang kembali membayar lebih ketika harus berganti kendaraan. Muatan seperti pupuk dan solar untuk mesin penghisap pada sumur bor juga ditarik tarif. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga begitulah nasib petani di sepanjang Pantura Flores.
Lain di jembatan Dagemage, kondisi paling memprihatinkan adalah jalan. Terlebih pada jalan di sepanjang Pantura Flores mulai dari Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende hingga ke Kota Mbay, ibu kota Kabupaten Nagekeo. Rupanya jalur Pantura yang berlimpah potensi kekayaan alam dan punya kekuatan alam menyimpan tenaga listrik dari PLTU Ropa, kabupaten Ende sengaja dibiarkan. Kalau pun digarap pembangunan tak terlalu serius karena setiap tahunnya kondisi jalan beraspal selalu tersapu banjir dan abrasi.
Pada Sabtu, 10 November 2018 lalu ketika menyusuri perjalanan sepanjang Pantura Flores dari kota Mbay, kabupaten Nagekeo kondisi jalanan memang sangat tak bersahabat. Om Ano, sopir bus Sinar Rembulan yang cekatan beberapa kali harus pontang-pnting menahan stir dan porsneling kendaraan agar bus yang kami tumpangi tak sampai jatuh ke jurang.
Semua penumpang di dalamnya hanya bisa menggerutu dan nekad maki-maki wakil rakyat mulai dari DPRD kabupaten sampai yang di senayan. Saya tak mendengar ada semacam protes kepada Jokowi.
Dalam hati saya hanya berharap semoga kondisi jalan di sepanjang trans utara Flores ini segera dilirik Jokowi untuk turun dan mengeksekusi kerja nyata pembangunan jalan, jembatan dan talut pada sepanjang garis pantai sehingga tak tergerus abrasi yang datang menghantam.
Jika saja Pantura Flores ini kondisi infrastrukturnya membaik kehidupan warga terlebih para petani jelas mengalami peningkatan yang signfikan karena mobilisasi yang lancar dan tentunya aman.
Pengandaian ini belum terjawab, pada Rabu, 02 Januari 2019, hari kedua di tahun 2019 saya bersama segenap penumpang harus tergesa-gesa berlari menyusuri jembatan darutat Dagemage dari gelagar karena banjir besar yang kembali melaju deras.
Ada ibu dan anak-anak yang berlari sambil menangis ketakutan ditengah hujan yang turun. Ketika sampai di seberang jembatan darurat saya kembali membatin, semoga, oh semoga Jokowi segera menunjukan kesigapannya untuk membangun infrastruktur di sepanjang Pantura Flores-NTT.
Saya pribadi sudah tak banyak berharap pada pemerintah kabupaten dan provinsi salah satu alasannya, ya karena katanya jalan di sepanjang Pantura Flores statusnya sudah jalan negara. Pak Jokowi mari datang dan susuri sepanjang Pantura Flores.
Penulis: Hengky Ola Sura