Oleh: Boy Angga
Pola umum pengembangan ekonomi yang diusahakan oleh pemerintah adalah upaya mencapai pertumbuhan ekonomi yang positif.
Tuntutannya ialah kebijakan-kebijakan ekonomi yang dikeluarkan mesti menyentuh sektor riil dari upaya menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai peningkatan kemampuan dalam memproduksi barang-barang dan jasa (Muana Nanga:2001).
Indikator yang paling umum untuk melihat besarnya pertumbuhan ekonomi adalah melalui produk domestik bruto (PDB) dan untuk konteks regional (Provinsi dan Kabupaten) diukur dengan PDRB.
NTT telah menyelesaikan periode aktual untuk target dan realisasi petumbuhan ekonomi selama tahun 2018. Pencapaian pertumbuhan ekonomi periode 2018 secara gamblang menunjukkan kinerja perekonomian dalam memberdayakan semua potensi riil di NTT.
Data Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi NTT sebesar 5,14% (y-o-y). Besaran ini sedikit di bawah pertumbuhan ekonomi nasional yang tumbuh sebesar 5,17% (y-o-y).
Struktur ekonomi NTT pada triwulan III 2018 masih didominasi oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan kontribusi sebesar 28,64%.
Dari sisi pengeluaran, masih didominasi pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 66,94%. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan penyediaan akomodasi dan makan minum mencapai 9,60%. Sedangkan lapangan usaha jasa konstruksi sebesar 8,7% (Pos Kupang, 5/11/18).
Ekspektasi di Tahun 2019
Memasuki tahun 2019, kita memiliki ekspektasi yang sama untuk kondisi perekonomian NTT yakni bertumbuh lebih baik. Dengan harapan, pertumbuhan ekonomi akan menyingkap vicious circle yakni pengangguran dan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi membuka harapan besar bahwa pengangguran dan kemiskinan akan berkurang. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan membuka kesempatan kerja baru sehingga pengangguran menjadi berkurang. Kondisi less unemployment akan mengurangi kemiskinan karena semakin banyak orang yang memiliki pendapatan yang tetap.
Semakin banyak tenaga kerja yang masuk ke pasar kerja, juga memiliki arah yang sebanding dengan tingkat daya beli masyarakat dengan asumsi inflasi tetap stabil.
Dengan demikian maka kesejahteraan penduduk meningkat yang akan bermuara pada pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian bahwa pertumbuhan ekonomi menjadi pemutus mata rantai bagi kemiskinan dan pengangguran. Di samping itu, pertumbuhan ekonomi menjadi batu loncatan untuk melakukan pembangunan ekonomi.
Berkaca pada faktor dominan yang menstimulus perekonomian NTT selama tahun 2018, maka langkah awal sebagai kekuatan dasar kita di tahun 2019 adalah dengan meningkatkan kembali manajemen sektor-sektor domain tersebut.
Para pemangku kepentingan teristimewa pemerintah mesti mendorong pengelolaan yang efektif dan efisien dari beberapa faktor tersebut.
Beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah; Pertama, meningkatkan inklusi keuangan. Inklusi keuangan yang dapat dilakukan pemerintah terutama melalui Bank NTT adalah dengan meningkatkan pinjaman terhadap UMKM dengan suku bunga pinjaman yang rendah.
Kebijakan ini akan menambah gairah pelaku usaha dalam melakukan ekspansi usaha. Tak jarang, para pelaku usaha selama ini bergerak stagnan tanpa melakukan ekspansi karena kekurangan modal.
Selain itu, mereka juga terperangkap pada suku bunga pinjaman yang terlalu tinggi. Ini dapat melemahkan gairah usaha apalagi untuk usaha-usaha yang baru dirintis. Bersinergi dengan bank-bank BUMN dan bank swasta lainnya dalam upaya meningkatkan inklusi keuangan juga menjadi syarat mutlak.
Kedua, kebijakan ekspansif. Kebijakan ekspansif terutama melalui peningkatan subsidi kepada pelaku usaha dan masyarakat kecil. Dengan subsidi maka pelaku usaha dapat meningkatkan produktivitasnya.
Bagi rakyat miskin, subsidi berupa uang tunai akan meningkatkan daya beli. Dengan demikian maka perekonomian akan bertumbuh dari peningkatan konsumsi.
Ketiga, memberikan perhatian bagi industri berbasis ekspor. Ekspor NTT selama 2018 tercatat sebesar 4.605.629 US Dollar. Komponen ekspor tumbuh sebesar 43,87%. Meningkatnya ekspor memiliki perbandingan searah terhadap pertumbuhan ekonomi.
Keempat, meningkatkan manajemen pariwisata. NTT sebagai New Tourism Territory mesti memiliki pengelolaan pariwisata yang baik. Hal yang mendasar adalah aksesibilitas. Infrastruktur menuju daerah-daerah pariwisata mesti ditingkatkan lagi.
Bersinergi dengan pihak swasta, penyediaan akomodasi juga menjadi sangat penting. Wacana kenaikan biaya untuk beberapa daerah pariwisata selama ini sebaiknya dilakukan pengkajian ulang dengan melibatkan pelaku usaha dan wisatawan sebagai representasi.
Menyoal kenaikan harga, mesti dibuat titik keseimbangan baru yang menggambarkan biaya dan kemampuan konsumen (baca:wisatawan) dimana mereka bersedia untuk membayar dengan nominal keseimbangan tersebut.
Beberapa konsepsi tersebut secara normatif memberikan sumbangsih dalam menata perekonomian NTT selama periode tahun 2019 dengan harapan bahwa pencapaian aktual pada akhir tahun setidaknya mendekati target pada awal tahun yang dirancang dalam APBD.
*Penulis adalah Mahasiswa Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Undana