Borong, Vox NTT– Syok, sedih, duka, piluh. Hanya itu kata yang mampu diucap oleh tiga guru di Golo Karot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi NTT terkait keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (PK) Matim, Frederika Soch.
Mereka adalah Doni, Rima, dan Randi (bukan nama sebenarnya). Selama ini mereka mengajar di sebuah sekolah negeri dan swasta yang ada di Kecamatan Borong, Matim.
Kepada VoxNtt.com, Kamis (31/01/2019), mereka sengaja merahasiakan nama, lantaran takut dengan Kadis Frederica, yang katanya sangat kejam.
Ketiganya mengeluh karena tidak masuk dalam daftar peserta insentif pendidik/guru tahun ajaran 2019 yang ditempelkan pada papan pengumuman yang ada di depan kantor dinas yang berlokasi di Lehong itu.
Menurut mereka, Kadis Frederica memperlakukan mereka secara tidak adil. Kadis dinilai seolah tak punya hati, lantaran pengabdian mereka tak lagi dihargai.
Padahal kata Doni, dirinya sudah mengajar lima tahun. Apalagi Randi, sejak tahun 2011 ia sudah mengabdi menjadi guru SMP di Borong. Demikianpun Rima. Doni dan Rima, keduanya mengajar di salah satu sekolah negeri.
Nasib yang sama sebenarnya tidak hanya dialami Doni dan Rima. Masih ada tujuh teman mereka yang mengalami nasib yang sama. Padahal, semuanya sudah lama mengabdi.
“Kami tak punya gaji lagi. Harapan kami pada Bosda, tetapi sekarang kami tak bisa hidup dengan gaji komite yang hanya Rp.350.000 setiap bulan,” keluh Rima sambil menggedong sang buah hati.
Kekecewaan itu tak hanya kepada Kadis Frederika tetapi juga kepada kepala sekolah yang sama sekali tidak membela bawahannya malah mendukung Sang Kadis.
“Kalau tidak mau mengajar, kamu silahkan keluar,” ucap Rima, mengulangi pernyataan pimpinannya itu.
Hal itu diamini Doni. Ia tak menyangka, hal itu terjadi pada ia dan para sahabatnya.
Walau begitu, Doni terlihat lebih banyak diam. Sesekali ia menganggukan kepala. Namun, kesedihan selalu tampak dari wajahnya.
Kepada media ini mereka mengatakan, ingin memperjuangkan nasibnya namun rasa takut seolah mengurungkan niat mereka tuk melawan rezim Frederika Soch.
“Kami hanya menunggu keputusan langsung dari Bapak Bupati, mungkin Bapak Bupati bisa tolong kami,” imbuhnya sembari berharap pada Bupati Andreas Agas.
Mereka kecewa dengan keputusan Ika, demikian Frederika Soch disapa.
“Saya memang kecewa, tetapi yang lebih kecewa lagi para guru yang sudah lama mengabdi lebih dari saya dan tidak masuk dalam daftar guru peneriman insentif itu,” pungkas Doni.
Randi yang dari tadi hanya duduk pun buka suara. Guru di sebuah SMP swasta itu mulanya mengajar di salah satu SMP Negeri. Namun, karena kekurangan guru ia pun pindah sekolah.
Randi mengisahkan, sejak tahun 2011 hingga tahun 2018 ia digaji dari dana Bosda. Namun, pengabdian selama delapan tahun seolah tak dihiraukan oleh kadis. Ia tidak masuk dalam daftar penerima intensif guru tahun 2019.
Kekecewaan hanya berakhir dengan harapan. Tak punya kekuatan untuk melawan. Ia hanya mampu berharap.
“Kami hanya minta tolong Bapak Bupati untuk tinjau kembali keputusan itu, bantu kami,” pintanya.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Boni J