Ruteng, Vox NTT– Stefanus Hendra Setiawan, pemilik Toko Mitra Usaha Bajawa Kabupaten Ngada disomasi oleh advokat/konsultan hukum Janggat Yance, S.H & Hironimus Ardi, S.H.
Advokat/konsultan hukum dari Kantor Janggat Yance, S.H & Hironimus Ardi, S.H juga mengajukan somasi kepada Sisilia Yunita Setiawan, ibu kandung dari Stefanus Hendra Setiawan.
Advokat yang bertindak atas nama klien mereka Hendrik Hentung tersebut memberi somasi kepada Stefanus dan Sisilia seputar masalah tanah seluas 2.100 M2 yang terletak di Jl. Adisucipto, Kelurahan Mbaumuku, Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai.
Janggat Yance, salah satu kuasa hukum Hendrik Hentung menjelaskan, tanah tersebut dibeli oleh kliennya dari Yohanes Pandang (Alm) pada Senin, 8 Juni 1981 silam. Hal tersebut sudah tertuang dalam akte jual beli Nomor: 15/A/1981 tanggal 8 Juni 1981.
Selanjutnya, jelas Yance, obyek jual beli antara Yohanes Pandang dengan kliennya Hendrik Hentung dalam hal ini menjadi tanah sengketa sekarang. Tanah sengketa tersebut telah diurus pemisahan sertifikat oleh kliennya di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Manggarai.
“Sehingga terbitlah sertifikat hak milik Nomor 32 Desa Mbaumuku, GS. Nomor 22 tahun 1981 atas nama klien kami, yang merupakan pemisahan dari sertifikat Nomor 14 tahun 1981 dan surat ukur Nomor 191 tanggal 26 April 1980 atas nama Yohanes Pandang,” ungkap Yance, usai membawa somasi di Toko Mitra Usaha Bajawa Kabupaten Ngada, Sabtu (9/2/2019) .
Menurut dia, di atas tanah yang dibeli dari Yohanes Pandang tersebut, kliennya pernah membuka CV Kawi Jaya. Kala itu, CV ini mengerjakan beberapa proyek Pemerintah Kabupaten Manggarai. Klien Yance juga, di atas tanah tersebut telah membangun sebuah gudang IMB dan menjadi tempat tinggal sampai tahun 1983.
Selanjutnya, pada tahun 1984 Hendrik Hentung merantau ke Jakarta. Gudang dan tanah tersebut kemudian ditempat oleh Sisilia Yunita Setiawan,saudari dari Hendrik Hentung. Sisilia Yunita Setiawan adalah ibu kandung dari Stefanus Hendra Setiawan, pemilik toko Mitra Usaha Bajawa.
“Dalam perjalanan saudari Sisilia Yunita Setiawan meminjam sertifikat milik klien kami untuk dijadikan jaminan di bank BRI Cabang Ruteng,” tukas Yance.
Pada tahun 1996, lanjut Yance, Sisilia Yunita Setiawan meminta bantuan Fidelis Pranda, sepupu dari Hendrik Hentung. Bantuan tersebut untuk menjemput Hendrik Hentung yang bekerja di Jakarta untuk datang ke Ruteng karena ada urusan keluarga.
Hendrik Hentung kemudian dijemput oleh Franky Setiawan, anak kandung dari Sisilia Yunita Setiawan yang saat itu bekerja di Surabaya. Franky Setiawan sendiri adalah keponakan dari Hendrik Hentung.
“Kemudian setibanya di Ruteng, Hendrik Hentung langsung dijemput oleh bapak Nadus Mahun menuju Kantor Camat Ruteng dan saat itu juga bertemu dengan bapak Seltus Mitak. Selanjutnya pada waktu itu klien kami diminta untuk tanda tangan blangko yang belum ada isinya,”ungkap Yance.
“Bahwa pada bulan Juni 1996, Ibu Sisilia Yunita Setiawan adalah saudari kandung klien kami, dimana saat itu klien kami mengetahui bahwa Ibu Sisilia Yunita akan meminjam uang pada bank BRI Cabang Ruteng, maka atas permintaan saudari-II (Sisilia Yunita Setiawan) tersebut klien kami menandatangani blangko yang belum ada isinya tersebut,” sambung Yance.
Ia menambahkan, pada tahun 2014 Hendrik Hentung sering menanyakan keberadaan sertifikat tanahnya, namun Sisilia Yunita Setiawan selalu menjawab bersabar karena sertifikat masih menjadi agunan di BRI Cabang Ruteng.
Oleh karena selalu menjawab hal yang sama, Hendrik Hentung kemudian menaruh curiga. Pada bulan Mei 2015, ia kemudian datang ke Ruteng untuk menanyakan secara langsung kepada Sisilia Yunita Setiawan dan anaknya Stefanus Hendra Setiawan.
“Setelah sampai di Ruteng ternyata sertifikat milik klien kami tersebut telah diubah atas nama Ibu Sisilia Yunita dengan dasar hibah,” terang Yance.
Dikatakan, atas kejadian tersebut pada November 2015, Hendrik Hentung melalui kuasa hukumnya Erlan Yusran,S.H & Rekan mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Ruteng.
Namun setelah dimediasi beberapa kali, Sisilia Yunita Setiawan tidak pernah hadir.
Selanjutnya, pada bulan Desember 2015, pihak yang disomasi menelepon Hendrik Hentung memohon agar perkara tersebut dicabut atau dibatalkan. Stefanus Hendra Setiawan dan keluarga juga, kata Yance, memohon agar perkara tersebut ditempuh melalui jalur damai atau keluarga.
Atas permohonan itu, Hendrik Hentung awalnya menolak. Namun setelah permohonan disampaikan berkali-kali, Hendrik Hentung kemudian menyetujui agar perkara tidak dilanjutkan di PN Ruteng.
Yance menegaskan, Hendrik Hentung kemudian diajak ke Surabaya oleh keluarga Stefanus Hendra Setiawan untuk menyelesaikan persoalan tersebut secara kekeluargaan.
“Atas ajakan para saudara, yaitu datang ke Surabaya pada bulan Desember 2015, selanjutnya klien kami datang ke Surabaya dan menginap di Hotel V’There, tepatnya di belakang Jl. Pasar Besar Wetan Surabaya,” ungkap Yance.
“Kemudian keesokan harinya saudara (pihak yang disomasi) langsung menjemput klien kami, kemudian membawa klien kami ke Kantor Notaris G. Moctar Rudy, S.H. Setibanya di Kantor Notaris para suadara memaksa klien kami untuk menandatangani surat perdamaian dan berjanji akan menyerahkan uang sejumlah Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) kepada klien kami,” sambung Yance.
Senada dengan Yance, Hironimus Ardi rekan advokatnya mengatakan, tujuan dari keluarga Stefanus Hendra Setiawan menawarkan uang Rp 500 juta agar gugatan di PN Ruteng segera dicabut atau dibatalkan.
“Atas permohonan tersebut melalui kuasa hukum klien kami Erlan Yusran,S.H & Rekan menyetujuinya. Selanjutnya, pada bulan Juni 2016 barulah saudara memenuhi janjinya yakni mengirimkan uang sejumlah Rp 500 juta kepada klien kami, sementara klien kami terlebih dahulu telah membatalkan gugatannya di PN Ruteng,” ujar Hironimus.
Menurut Hironimus, meski Hendrik Hentung mengajukan keberatan berkali-kali saat perdamaian di Kantor Notaris G. Moctar Rudy, S.H karena tidak menandatangani surat hibah kepada saudarinya Sisilia Yunita Setiawan, namun keberatan tersebut dimohon agar tidak dibahas kembali.
“Lagi-lagi saudara memaksa klien kami untuk menandatangani surat perdamaian pada Kantor Notaris G. Moctar Rudy, S.H tersebut,” ujar Hironimus.
Pihak yang disomasi dalam kasus ini juga, lanjut dia, berjanji jika tanah dijual kepada orang lain maka Hendrik Hentung bakal mendapatkan tambahan uang 1/3 dari harga jual.
“Dan atas ucapan saudara, klien kami pun menyetujuinya dengan harapan ada tambahan 1/3 dari harga jual beli tanah dimaksud,” ujar Hironimus.
Ia menambahkan, secara de facto Hendrik Hentung klienya mendengar bahwa harga tanah tersebut laku terjual Rp 6.000.000.000 (enam miliar rupiah). Namun pihak yang diberi somasi tersebut tidak kunjung menyerahkan uang 1/3 dari nilai jual beli, sebagaimana telah dijanjikan sebelumnya.
Hendrik Hentung, kata Hironimus, merasa dirugikan akibat perbuatan pihak yang diberi somasi. Ia merasa haknya telah dirampas secara melawan hukum.
Padahal, kata dia, pada Pasal 1320 KUH Perdata telah mengatur syarat-syarat yang diperlukan untuk mengesahkan suatu perjanjian.
Itu antara lain, 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan, 3. Suatu hal tertentu, 4. Suatu sebab yang halal.
Selanjutnya, Hironimus menduga pihak yang disomasi telah melanggar Pasal 1323 KUH Perdata yang berbunyi “Paksaan yang dilakukan terhadap orang yang membuat suatu perjanjian juga apabila paksaan itu dilakukan oleh seseorang pihak ketiga untuk kepentingan siapa perjanjian tersebut telah dibuat”
Kemudian ditegaskan pula dalam Pasal 1324 KUH Perdata menyatakan bahwa “Paksaan telah terjadi apabila perbuatan itu sedemikian rupa hingga dapat menakutkan seseorang yang berpikir sehat dan apabila perbuatan itu dapat menimbulkan ketakutan pada orang tersebut bahwa dirinya atau kekayaannya terancam dengan suatu kerugian yang terang dan nyata”
Sebab itu, Hironimus mengharapkan pihak yang disomasi, selama kurang lebih selama 7 hari ke depan segere memenuhi janjinya menyerahkan 1/3 dari harga jual tanah kepada kliennya.
Apabila dalam rentang waktu tersebut tidak dipenuhi, maka pihak Hironimus melakukan gugatan ke PN Ruteng, Berharap, kasus ini diputuskan seturut peraturan yang berlaku dan mempunyai kekuatan hukum tetap.
Somasi Ditolak
Stefanus Hendra Setiawan, pemilik Toko Mitra Usaha Bajawa Kabupaten Ngada menolak somasi yang dilayangkan pihak kuasa hukum Hendrik Hentung tersebut.
Disaksikan VoxNtt.com, saat surat somasi tersebut diserahkan oleh Janggat Yance dan Hironimus Ardi, Stefanus Hendra Setiawan dengan tegas menolaknya.
Saat berbincang-bincang dengan Janggat Yance dan Hironimus Ardi di tokonya yang berlokasi di Jl. Iman Bonjol samping Masjid Al Ghuraba Baiturrahman Kota Bajawa, Sabtu pagi, Stefanus Hendra Setiawan mengatakan, pihaknya tidak akan menandatangani penerimaan somasi tersebut.
Stefanus beralasan hingga kini,ia tidak menerima warisan dari orangtuanya, apalagi terkait tanah tersebut.
“Kalau dari awal saya terlibat bang Yance, mungkin saya mengerti,” ujar Stefanus yang saat itu didampingi istrinya melayani pembeli di Toko Mitra Usaha Bajawa.
Sikap tersebut, kata Stefanus, tentu berbeda jika ia menerima warisan dari orangtuanya.
“Jangan marah kalau menyangkut itu, biasanya Franky (Franky Setiawan adik kandung Stefanus) yang urus. Neka rabo (jangan marah-bahasa Manggarai) Om Yance saya tidak ada urusan sama sekali,” tegas Stefanus.
Penulis: Ardy Abba