Borong, VoxNTT- Kentut, tertawa dan ribut merupakan hal paling pantang saat proses penggalian tanah liat yang berada di Kampung Wae Soke, Desa Bamo, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT.
Tanah liat yang digali bisa dirancang menjadi periuk dan kuali.
Dari pengakuan para pengrajin tanah liat di Desa Bamo dan kelurahan Tanah Rata, Kecamatan Kota Komba, ketiga pantangan itu yang harus diperhatikan saat proses penggalian.
“Itu yang harus kami hati-hati saat gali, maepesu,keane tawa (jangan kentut, ribut dan tertawa),” ungkap Yustina Ojing saat diwawancara VoxNtt.com di kediamannya di Kampung Baga, Desa Bamo, , Jumat (15/2/2019).
Dikatakannya, pantangan itu merupakan tradisi yang sudah diwarisi sejak dahulu kala.
Kata dia, itu bukanlah mitos lantaran konsekuensinya sudah ia alami.
“Itu kepercayaan sejak dulu, saya pernah mengalami itu, kalau kita langgar maka saat proses olahnya nanti, olahan yang kita buat bisa retak bahkan pecah,”aku Ene Ojing, demikian Yustiana Ojing akrab disapa.
Secara terpisah, Maria Inggo (63), pengrajin asal Kelurahan Tanah Rata mengaku pantangan saat proses penggalian tanah liat merupakan pesan leluhur sejak dahulu kala.
“Itu riwayat dan pesan nenek moyang kami, memang saya belum pernah melanggar pantangan itu,” ungkapnya.
Kendati belum pernah mengalami, ia yakin bahwa itu bukanlah sebuah cerita dongeng.
“Saya percaya itu, makanya selalu saya taati,” imbuhnya.
Maria mengaku, olahan tanah liat yang ia hasilkan pernah retak bahkan pecah saat proses pengeringan dan pembakaran.
Namun, menurutnya, itu bukan karena ia melanggar pantangan itu, melainkan dipengaruhi oleh faktor lain.
“Tetapi kalau pecah karena tanahnya, bakar pada tempat yang masih basah dan kurangnya cahaya matahari,” ujarnya.
“Tidak hanya kentut, tawa dan ribut tetapi galinya harus pake kayu tidak peralatan yang dari besi,” sambung Maria.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba