Oelamasi, Vox NTT- Kampung Kaniti, terletak di Desa Penfui Timur, Kecamatan Tabeneu, Kabupaten Kupang.
Jarak tempuh dari pusat Desa Penfeui Timur sekitar 5 KM dan dari pusat Kota Kupang kurang lebih 20 KM.
Sejak 14 Februari 2017, ada sebuah rumah baca yang sudah berdiri kokoh di Kampung Kaniti.
VoxNtt.com, pada Minggu, 17 Februari 2019, menengok secara langsung pejuang budaya literasi yang kini berusaha 2 tahun itu.
Yefta Yerianto Sabaat adalah penggagas utama berdirinya rumah baca yang dikenal dengan nama Sahabat Jiwa itu. Ia menggagas sejak menggeluti pendidikan Magister di Universitas Airlangga Surabaya.
Lulusan Magister ilmu Politik itu, kepada VoxNtt.com mengaku, ide pertama membangun rumah baca Sahabat Jiwa karena krisis budaya literasi yang ada di Indonesia dan juga Nusa Tenggara Timur.
Yefta kemudian tertarik untuk melakukan aksi nyata untuk membentuk pejuang literasi dalam bentuk rumah baca bagi anak-anak Kampung Kaniti yang memiliki budaya baca sangat rendah.
“Saya tahu, Indonesia memiliki budaya literasi yang rendah. Kalau anak-anak di sini usai pulang sekolah yah bermain sampai sore, tidak ada aktivitas lain, makanya saya kemudian tertarik untuk membangun sebuah rumah baca,” ungkap Yefta.
Meskipun demikian, lanjut dia, gagasan pertama memang dimulai dari almahrum ayahnya Jacob Sabaat.
Sang ayah kemudian menghibahkan tanah untuk membangun gedung dengan tiga ruang utama yang sebelumnya dipakai sebagai PAUD.
“Waktu kuliah pas liburan, saya lihat gedung PAUD sudah tidak terpakai dan sudah dipindahkan ke gereja kemudian gedung ini dibiarkan kosong. Kemudian dipakai sebagai SMP, karena SMP sudah ada gedung sendiri, maka gedung ini dibiarkan kosong,” kata Yefta.
Gedung rumah baca itu memang bukan milik Yefta dan juga Almahrum Ayahnya.
Namun karena gedung itu dibiarkan kosong, ia kemudian dibantu oleh Istrinya Theodora Takalapeta berinisiatif membangun rumah baca yang diberi nama Rumah Baca Sahabat Jiwa.
Orang tua Mendukung
Di Rumah Baca Sahabat Jiwa, terdapat dua kelas, yakni ada kelas inspirasi dan kelas kreativitas.
Kelas inspirasi melatih anak-anak untuk membaca dan menulis , serta bercerita. Sementara kelas kreativitas membentuk anak-anak untuk membuat kerajinan tangan dari bahan-bahan bekas.
“Kegiatan Sabtu dan Minggu. Jadi kalau hari Sabtu kelas inspirasi, maka hari Minggu kelas kreativitas,” cerita Dosen Ilmu Politik Undana itu.
Yefta menambahkan soal jumlah anak-anak. Hingga kni jumlah anak-anak yang selalu ikut kelas di Rumah Baca Sahabat Jiwa mencapai 50 orang.
“Tahun pertama dulu hanya 25 anak-anak. Namun tahun kedua dan sampai kini yang sudah terdata mencapi 50 anak-anak, itu pun tidak semua mereka aktif untuk datang dan belajar di rumah baca,” tuturnya.
Terkait respon orang tua pada kegiatan belajar di rumah baca, Yefta pun menegaskan bahwa dukungan yang paling besar juga berasal dari orang tua.
Sejak Februari 2019, nama rumah baca inipun berubah menjadi rumah Baca Sahabat Jiwa Jacob Sabaat-Kampung Kaniti, Desa Penfui Timur.
Yefta mengakui perubahan nama itu dilakukan sejak ayahnya meninggal 06 Februari lalu. Dan itu adalah penghargaan bagi ayahnya yang selalu memberikan dukungan baginya terkait dengan rumah baca itu.
Yefta berharap, semakin banyak perhatian dari berbagai pihak dan juga pemerintah. Itu terutama agar bisa menambah jumlah buku bacaan dan sarana lain yang bisa memacu anak-anak agar menambah kreativitas dan pengetahuan mereka.
Pendidikan Anti Korupsi
Di Rumah Baca Sahabat Jiwa, hingga kini terdapat sejumlah relawan yang aktif untuk mendampingi anak-anak pada proses membaca dan belajar.
Relawan itu berasal dari sejumlah mahasiswa di Kota Kupang yang merasa terpanggil untuk terlibat dalam perjuangan melestarikan budaya literasi.
Di dalam ruangan kelas rumah baca, terdapat satu kios yang diberi nama Kios Jujur.
Bagi anak-anak yang hendak jajan, kios itu menyediakan aneka jajanan dengan berbagai harga yang sudah ditulis.
Anak-anak hanya mengambil barang dengan jumlah uang yang sesuai dan menuntut mereka untuk jujur karena tidak ada yang melayani. Mereka melayani diri sendiri.
Menurut Yefta, anak-anak dididik untuk jujur terhadap diri sendiri agar tidak menumbuhkan bibit-bibit korupsi, jika besar dan menjadi pejabat dalam sebuah instansi.
“Nah itu kios jujur mengajarkan anak-anak untuk jujur. Itu juga bagian dari pendidikan anti korupsi, harus belajar sejak dini,” tutup Yefta.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba