Kupang, Vox NTT, Semua berita hoaks tampaknya dipercaya masyarakat. Tetapi berita jenis ini hanya tumbuh subur pada masyarakat minus informasi. Sebaliknya, pada masyarakat sadar informasi, berita hoaks tak berkembang dan tak bakal laku.
Romandus N. Lendong, Anggota Komisi Informasi Publik Pusat, mengatakan itu pada diskusi publik terbatas tentang Peran Komisi Informasi dalam Reformasi Birokrasi NTT, di aula Hotel Sylvia lantai 5, di Kupang, Selasa (5/3/2019).
Menurut Roman, alumnus Fakultas Filsafat UGM dan Pasca Sarjana Ilmu Politik UI itu, berita hoaks yang belakangan ini marak terjadi, diproduksi begitu masif oleh kalangan penganut akal sakit karena disadari ada pasar pembacanya. Mereka memanfaatkan kondisi obyektif masyarakat Indonesia.
Pembaca yang percaya berita hoaks itu tidak lain adalah mereka yang masih minus akses informasi.
Sesungguhnya berita hoaks yang eksis dan dipercaya itu, memantulkan kondisi realitas sosial masyarakat kita.
Masyarakat kita masih belum terbiasa dengan informasi terbuka. Padahal memperoleh informasi yang kredibel merupakan hak asasi manusia karena fungsi informasi itu terkait langsung dengan upaya manusia untuk mendapatkan kesejahteraan hidupnya.
Kata Roman, KIP Pusat sangat berkepentingan dengan terus-menerus mensosialisasikan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Informasi Publik, agar masyarakat memperoleh informasi yang akurat dari semua lembaga publik.
Keterbukaan informasi merupakan keharusan asasi. Memperoleh informasi akurat dari lembaga publik yang kredibel merupakan hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi, pasal 28F UUD 1945 hasil amandemen terakhir.
Dikatakan, pasal 28F UUD 1945 hasil amandemen itu, merupakan pengakuan konstitusional bahwa informasi publik adalah hak asasi manusia, sesuai formula general human rights di seluruh dunia beradab.
Maka sejak itu, pemerintah menerbitkan UU No. 14 Tahun 2008 sebagai penegasan lebih lanjut tentang hak asasi rakyat untuk mendapatkan informasi kredibel dari semua lembaga publik yang dibiayai APBN dan APBD.
Roman memperkirakan keterbukaan informasi akan mendapat resistensi politik. Tetapi resistensi politik akan kian pudar jika seluruh rakyat menyadari hak asasinya itu. Korupsi pun dapat dibendung atau dikurangi.
Mengapa? Karena jika sistem sosial politik dan konstruksi sistem informasi publik kian terbuka, maka para penjahat akan malu dan tak lagi ada ruang untuk melakukan kejahatannya.
“Korupsi tidak berurusan dengan baik-buruk perilaku manusia, tetapi berkorelasi dengan sistem. Dalam sistem yang terbuka alias terang, semua orang, termasuk penjahat, dipaksa berbuat baik. Sebaliknya dalam sistem yang tertutup alias gelap, orang saleh pun berpotensi melakukan kejahatan,” tandas Roman yang disambut tepuk tangan peserta diskusi.
Jika kita semua ingin para pelaku korupsi di NTT segera bertobat, tak ada cara lain kecuali dengan membuka seterang-terangnya seluruh informasi publik.
Partai Politik Lemah
Menjawab pertanyaan mengapa masyarakat Indonesia selama rezim Orde Baru hingga kini belum menjadikan informasi publik sebagai kebutuhan asasi? Roman menjawab, rezim otoritarian tak akan mau mengaplikasikan rezim keterbukaan informasi dan reformasi birokrasi, karena rezim otoritarian cenderung menutup diri, apalagi jika partai politik dan masyarakat sipil masih lemah.
Sekarang eranya telah berubah. Diharapkan semua partai politik dan kalangan masyarakat sipil mengambil bagian untuk menikmati era keterbukaan informasi publik ini.
Jika rezim keterbukaan informasi ini kian menguat, dapat dibayangkan mungkin sulit bagi partai politik untuk tidak mengerjakan fungsi-fungsi mandatorisnya.
Informasi yang kredibel, tentu sangat penting sebagai bagian esensial dari proses pematangan demokrasi. Roman N. Lendong mengutip Thomas Jefferson yang mengatakan, information is power, safety and happiness, ignorance is weakness.
Pada zaman ini dan begitu pun selanjutnya, sumber kekuatan tidak lagi hanya pada banyaknya kepemilikan uang pada seseorang atau sekelompok orang, melainkan kekuatan bersumber dari meluasnya informasi yang ada di tangan setiap orang. Hal itu sebagaimana dinyatakan John Naisbit yang menyebutkan The new sourches of power is not money but information in many hands.
Maka team KIP Pusat mengimbau agar pembentukan KIP Propinsi segera diwujudkan. Tugas utama dari KIP itu ialah mensosialisasikan tentang hak-hak rakyat untuk tahu. Terus melakukan edukasi yang luas terhadap pentingnya keterbukaan informasi. Dan yakinkanlah masyarakat luas bahwa di mana ada ketertutupan di sana ketiadaan trust, sebaliknya di mana keterbukaan di sana ada trust.
Negara-negara yang sangat sadar informasi publik adalah Finlandia, Canada dan Denmark. Tiga negara ini dikenal di dunia sebagai negara kampiun bersih minus korupsi. Mengapa? Karena di tiga negara tersebut informasi publik merupakan keharusan negara sekaligus melayani hak asasi warga negaranya.
Pemerintah NTT Sangat Peduli
Kadis Kominfo NTT, Drs. Aba Maulaka dengan tegas mengatakan, pemerintah NTT sangat peduli dengan keterbukaan informasi. Hal ini sesuai dengan visi dan misi Gubernur NTT untuk menjadikan NTT sebagai satu propinsi yang bangkit untuk mensejahterakan rakyatnya.
Implikasinya, KIP NTT segera dibentuk dan harus memiliki medianya sendiri, sehingga mobilisasi dan sosialisasi tentang pentingnya keterbukaan informasi publik menjadi masif.
Mantan Wakil Bupati Kabupaten Alor ini menyatakan tekadnya. Ia akan segera mengajak dan mendorong seluruh perangkat terkait di kabupaten di seluruh NTT untuk lekas membentuk lembaga KIP Kabupaten dan Kota.
“Kita wajib melaksanakan ketentuan UU No. 14 Tahun 2008,” ujarnya yang disambut aplaus peserta diskusi terbatas.
Implikasinya, ke depan semua informasi tentang pembangunan, rencana kerja serta kinerja badan publik wajib dibuka ke khalayak ramai kecuali informasi yang karena sifatnya harus dibatasi. Itu pun sangat selektif.
Gubernur NTT, Victor Laiskodat, bertekad keras untuk membangun jaringan informasi publik yang memudahkan akses masyarakat pada keterbukaan informasi, antara lain dengan E-planing dan E-budgeting.
Diskusi terbatas itu dihadiri Kepala Dinas Kominfo NTT, Drs. Aba Maulaka mewakili Gubernur NTT dan Wakil Ketua KIP Pusat Hendra J. Kede,S.T,M.H, juga tampak Associate Editor of the African Journal of Health, Nursing and Midwifery Dr. Frans Salesman, pakar komunikasi dari Undana Dr. Marsel Robot, Ilmuwan politik Universitas Muhammadyah Dr. Ahmad Atang, pakar komunikasi Universitas Katolik Widya Mandira Dr. Edu Dosi, SVD, aktivis LSM serta para ASN Kominfo. Total jumlah peserta diskusi terbatas 40 orang.
Penulis: Yohana Febry Rengka
Editor: Eka