Kupang, Vox NTT–Peneliti asal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Serly Ana Woli, membeberkan hasil penelitiannya tentang Realisasi Program Keluarga Harapan (PKH) triwulan berdasarkan basis data terpadu, meliputi komponen Ibu hamil, anak balita, anak usia sekolah, lansia dan disabilitas pada Rabu, 13 Maret 2019 di Hotel On The Rock Kupang.
Penelitian Serly, dilakukan untuk menakar keadilan dan demokrasi di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), terutama berkaitan dengan kesenjangan gender dan sosial tujuan pembangunan berkelanjutan di daerah itu.
Hasil kajian Serly menunjukkan, terdapat eror pada basis data kenyataannya yang mencapai 30%. Hasil ini membuktikan ada ketidaksesuaian antara hasil Clasing PKH tahap IV tahun 2018 dengan berita acara.
“Persoalannya adalah, margin eror pada basis data mencapai 30 %. Selain itu, adanya ketidaksesuaian, hasil clasing PKH tahap IV tahun 2018 degan berita acara hasil indeoth interview”, ujar Serly (13/03/2019).
Menurut serly, berdasarkan Pespektif balai perempuan, ada KK miskin yang belum mendapat akses pada program PKH; penerima PKH yang tidak memenuhi standar kelayakan hingga memunculkan anggapan, penerima PKH adalah orang yang dekat dengan Lurah atau pendamping.
Balai Perempuan Karang Siri, misalnya mengidentifkiasikan salah satu penerima KPM Kelurahan Karang Siri. Namun nyatanya berdomisili di kelurahan/desa lain. Berdasrkan hal itu, maka dipresepsikan adanya kecurangan dan manipulasi data pada pelaksanaan program PKH.
“Masih ada penerima manfaat program yang belum memahami pengelolaan program terutama dana bergulir-program bantuan ekonomi produktif,” imbuhnya.
Sementara itu, pada program kesetaraan gender sesuai dengan msisi utama KPI, serta pemberdayaan perempuan dan anak sebagai upaya pencapaian tujuan pembangunan yang berkelanjutan, data menunjukan, TTS darurat Human Trafiking.
Data KPI, dalam dua tahun terakhir terdapat 24 peti Jenasah PMI (Pekerja Migran Indonesia) mati yang dipulangkan ke TTS.
“Sementara, PMI tiga tahun terakhir yakni, tahun 2016 sebanyak 183 orang, tahun 2017 sebanyak 143 orang dan tahun 2018 sebanyak 114 orang dengan jumlah perempuan sebanyak 280 orang dan laki-laki sebanyak 160 orang,” tambahnya.
KPI, dari pespektif balai Perempuan, menawarkan dua hal; yakni perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang informasi perlindungan dasar dan UU anti human trafiking, peraturan tentang perlindungan perempuan dan anak sampai ke desa-desa terpencil.
“Diperlukan pendampingan terhadap kelompok perempuan, untuk menjadi pendamping bagi sesama, terutama tentang pengetahuan soal regulasi,” tutupnya.
Pantauan VoxNtt.com, hadir dalam kegiatan itu, Ketua PKK Kabupaten TTS, Dinas BP3A Provinsi NTT dan Kabupaten TTS, serta Pengurus Koalisi Perempuan Indonesia dari delapan Kabupaten yang ada di NTT.
Kepada VoxNtt.com, Kepala Dinas BP3A Kabupaten TTS, Dominggus Banunaek, usai kegiatan digelar menyampaikan, perlu singkronisasi dan kesamaan data BP3A dan juga LSM yang bergerak pada urusan Perempuan dan Anak di kabupaten TTS untuk menemukan data yang kongkrit.
Menurutnya, dari banyak LSM yang bernaung di bawah Dinas BP3A TTS, memiliki visi dan misi yang sama.
“Kita sih sudah berjalan bersama KPI. Oleh karena itu, perlu keja sama dan diskusi intens. Kita jangan jalan masing-masing melainkan satu kesatuan. Ini adalah ajakan untuk bersatu,” jelas Dominggus.
Sementara, pengurus KPI NTT, Hendrika Melania Lame Djawa, monitoring di TTS itu Pokjanya TTS itu melibatkan banyak stake holder.
“Dari Pemda dan DPRD juga kami telusuri dan diskusi. Kami juga melibatkan banyak balai perempuan dan organisasi lain, juga melibatkan media dalam rangka publikasi,” jelas Hendrika.
Lanjut Hendrika, KPI NTT berencana akan membentuk Pokja KPI di Kabupaten lain di NTT yang kepengurusan KPI-nya belum dibentuk.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Boni J