Borong, Vox NTT-Puluhan kaum milenial di Desa Gurung Liwut, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT, memiliki cara unik untuk mensosialisasikan “Tolak Politik Uang” bagi warga setempat.
Pada, Minggu 24 Maret 2019 lalu, para pemuda di desa itu berarak mengelilingi kampung dengan menggunakan dua unit mobil pikap.
Mereka juga menggunakan pengeras suara untuk menjelaskan dampak buruk dari praktik politik uang.
Selain itu, beberapa di antara mereka membagi selebaran terkait dampak politik uang bagi warga.
Dalam orasinya, Koordinator Pemuda Gurung Liwut, Ulrichus A Asfram menjelaskan, pemilihan umun (Pemilu) merupakan momentum yang penuh reflektif dan bukan sebatas rutinitas yang selalu diagendakan sekali dalam lima tahun.
“Dalam kontestasi Pemilu, ada begitu banyak fenomena yang menggambarkan tentang buruknya kualitas demokrasi kita, seperti politik uang,” ucap Asfram.
Dikatakannya, praktik “politik uang”, bukan menjadi barang baru. Sehingga, kemungkinan untuk melakukan “praktik politik busuk” itu, sangat potensial dilakukan pada Pemilu 17 April mendatang.
Padahal, lanjut dia, politik sejatinya berbicara tentang agenda kolektif, bukan soal bagi-bagi uang.
“Kalau suara kita dibeli dengan uang, maka masa depan wilayah kita, khususnya desa kita, tidak akan diperhatikan, karena kita sudah dibeli,” ujar Asfram.
“Apakah kita rela harga diri kita dibeli?” sambungnya dengan diksi yang lantang.
“Tolak politik uang…tolak politik uang,” ujar puluhan muda-mudi lainnya.
Menurut Asfram, politik uang merupakan krisis akut dalam proses Pemilu.
Karena esensi politik saat ini, kata dia, salah satunya adalah ketika uang menjadi orientasi dalam memilih.
“Kalau uang menjadi orientasi kita dalam memilih, maka kita sudah mengkhianati budaya ‘lonto leok’ sebagai roh demokrasi yang ada di Manggarai, khususnya Gurung Liwut,” katanya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada seluruh warga wajib pilih di desa itu, agar jangan memilih caleg pusat maupun daerah dan memilih presiden, karena uang.
“Neka landing le seng kudut weleng laing nai dedek dite leso Pemilu (Jangan karena uang, hati nurani kita tersesat saat pemilu nanti),” tutupnya.
Diduga Ada Caleg Nakal
Senada dengan Asrfram, Kanisius Hibun, salah satu pemuda yang ikut dalam kegiatan itu mengatakan, sosialisasi tersebut dilakukan sebagai tindakan preventif, sekaligus sebagai peringatan untuk caleg-caleg “nakal” yang suka membeli suara.
“Kami dapat informasi dari warga bahwa ada caleg yang mau bagi uang. Makanya, hari ini kami gelar sosialisasi keliling desa agar masyarakat tidak tergoda untuk memilih karena diberi uang,” ujarnya.
Menurut Kanisius, meskipun mereka belum memiliki bukti otentik tentang praktik politik uang di desa itu, sebagai orang muda, merasa penting untuk menjadi garda terdepan untuk menolak praktik politik yang demikian.
“Ini kan namanya curang. Kita mau agar para caleg ini memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat, bukan sebaliknya,” katanya.
“Kalau kami dapat bukti soal praktik politik uang di desa ini, kami tidak segan-segan untuk melapor oknum politisi yang demikian,” lanjutnya.
Terpantau, para warga sangat antusias mendengar penjelasan dari pemuda yang ada di kampung itu.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba