Ende, Vox NTT-Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (Truk-F) Divisi Perempuan membeberkan data kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak selama 18 tahun terakhir.
Koordinator Truk-F, Sr. Eustochia menyebutkan, 2.318 orang perempuan dan anak yang mengalami kasus kekerasan. Data ini di luar dari data yang dilayani pegiat atau lembaga pemerhati kemanusiaan lainnya.
Ia menjelaskan, data tersebut dihimpun dari berbagai daerah di Flores. Sedangkan terhadap korban human trafficking berasal dari Flores, Jawa, Makassar, Manado, Medan dan Timor.
Sr. Eustochia mengatakan, data tersebut hanya bagi mereka yang mengakses atau melaporkan kasusnya dan meminta pendampingan Truk-F. Pihaknya mengira masih lebih banyak kasus yang tidak dilaporkan.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi hampir disetiap peristiwa. Kekerasan berbentuk fisik, psikis, penelantaran dan kekerasan seksual yang dilakukan oleh masyarakat sipil hingga aparat Negara yang terjadi secara personal atau berkelompok,” kata Sr. Eustochia saat rapat koordinasi dan launching sekretariat Truk-F Ende di Aula Olangari, Jalan Melati Ende, Kamis (28/03/2019).
Ia menjelaskan, kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam berbagai dimensi. Sehingga mengakibatkan pada kesengsaraan atau penderitaan pada perempuan secara fisik, seksual, psikologi, termasuk ancaman tindakan tertentu.
Misalnya, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi di depan umum ataupun dalam lingkungan kehidupan pribadi.
Sr. Eustochia mengatakan, Negara merespon situasi ini dengan melahirkan sejumlah Undang-undang. Seperti UU Nomor 23 Tahun 2014 (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga), UU Nomor 21 Tahun 2007 (Penghapusan Tindak Pidana Perdagangan Orang).
Kemudian, UU Nomor 35 Tahun 2014 jo Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Dikatakan, Undang-undang tersebut selesai ketika pelaku dipidanakan. Sementara pemulihan terhadap korban belum banyak mendapatkan perhatian.
Menurut Sr. Eustochia, pemulihan terhadap korban merupakan tanggung jawab Negara. Pemulihan dilakukan dengan tujuan untuk mengembalikan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat agar setelah peristiwa traumatis yang terjadi dapat kuat secara kolektif. Sehingga menjadi masyarakat yang produktif dan berdaya.
“Untuk itu korban perlu pendampingan agar mereka (korban) menemukan jati dirinya kembali menjadi kuat, memiliki ketangguhan dalam menghadapi masalah,” terang Sr. Euatochia.
Baca Juga: Truk-F: Kami Banyak Terima Laporan Kasus Perempuan dan Anak di Ende
Dengan keterbatasan pemulihan korban belum semestinya, pihaknya berharap agar semua elemen terus membantu korban dan mencegah terjadinya kekerasan dan memberikan dukungan kepada korban.
Dukungan yang lengkap dari berbagai pihak akan menghasilkan proses pemulihan yang holistik dan berkelanjutan terhadap korban.
Penulis: Ian Bala
Editor: Ardy Abba